Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label dagelan

Suara-suara di Balik Tirai

Ilustrasi "suara-suara di balik tirai" sesi 7 dari "Dagelan Politik" MENJUAL HARAPAN - Meskipun panggung utama dipenuhi riuh rendah drama dan sandiwara, ada suara-suara lirih yang mulai terdengar dari balik tirai. Suara-suara itu bukan berasal dari Para Dalang Sesungguhnya, bukan pula dari Para Pengatur Irama, melainkan dari para pekerja panggung, para penata lampu, para pembuat properti, dan bahkan para petugas kebersihan yang setiap hari membersihkan sisa-sisa kegaduhan di panggung. Mereka adalah suara-suara rakyat biasa yang selama ini terabaikan. Mereka mulai berbisik, berbagi keluh kesah dan kekecewaan. Mereka melihat langsung bagaimana panggung ini diatur, bagaimana cerita ini direkayasa, dan bagaimana nasib mereka dimainkan begitu saja. Mereka tahu siapa sebenarnya yang bekerja keras di belakang layar, dan siapa yang hanya berpura-pura bekerja di depan panggung. Bisikan-bisikan itu perlahan mulai membentuk sebuah paduan suara, meski masih samar. “Mereka tahu ...

Topeng Pahlawan, Jubah Penindas

Ilustrasi sesi 6 dari "Dagelan Politik" MENJUAL HARAPAN - Panggung   Nusantara , kini penuh dengan paradoks. Mereka yang kemarin mengenakan topeng pahlawan, kini tampil dengan jubah penindas. Mereka yang dulu mengumandangkan janji kebebasan, kini menjadi sipir penjara kebebasan. Si Juru Bicara Berapi-api, yang dulu lantang menyerukan reformasi, kini menjadi penjaga setia status quo. Kata-katanya yang dulu membakar semangat, kini menjadi dingin dan hampa, seperti abu yang tertinggal setelah api padam. Si Penenun Kata-kata, yang dulu piawai merangkai mimpi-mimpi indah, kini menggunakan kata-katanya untuk membenarkan penindasan dan menutupi kebobrokan. Ia tak ragu memutarbalikkan fakta, mengubah hitam menjadi putih, dan putih menjadi abu-abu. Ia adalah seorang penyihir kata yang mampu membuat kebohongan terdengar seperti kebenaran, dan kebenaran terdengar seperti dongeng belaka. Para penonton yang dulu mengelu-elukan mereka, kini merasa dikhianati. Mereka seperti anak-anak kecil...

Pasar Kekuasaan, Tawar-Menawar Jiwa

Ilustrasi "Pasar Kekuasaan, Tawar Menawar Jiwa MENJUAL HARAPAN - Panggung Nusantara kini berubah menjadi pasar gelap yang ramai. Bukan pasar tempat jual beli rempah atau kain, melainkan pasar tempat tawar-menawar kekuasaan dan jiwa. Setiap kursi di panggung, setiap jabatan, setiap janji, memiliki harga. Dan harga itu tidak dibayar dengan uang, melainkan dengan integritas, moralitas, dan kesetiaan. Para Pengatur Irama, Si Juru Bicara Berapi-api, dan Si Penenun Kata-kata, adalah para pedagang utama di pasar ini. Mereka saling berlomba menawarkan "produk" terbaik mereka kepada Para Dalang Sesungguhnya. Ada yang menawarkan kesetiaan buta, ada yang menawarkan kemampuan mengendalikan massa, ada yang menawarkan data dan informasi rahasia. Setiap penawaran disajikan dengan gembar-gembor yang meriah, seolah-olah mereka adalah pahlawan yang sedang berjuang demi kepentingan rakyat. Padahal, mereka hanya berebut posisi, berebut kue kekuasaan yang semakin mengecil. Si Jujur, si kambi...

Bisikan Angin dan Racun Janji

  MENJUAL HARAPAN - Angin di Nusantara mulai berbisik, membawa serpihan-serpihan janji yang beterbangan. Janji-janji itu tak ubahnya permen kapas, terlihat manis dan mengembang besar, tetapi ( akan )  meleleh dan lenyap dalam sekejap begitu bersentuhan dengan lidah kenyataan. Si Penenun Kata-kata adalah master dari semua bisikan ini. Ia tahu persis bagaimana merangkai kata-kata agar terdengar merdu di telinga rakyat, bagaimana menjanjikan bulan dan bintang agar mereka terlena. Ia berjanji akan membangun jembatan emas, mencetak uang dari daun kering, bahkan mengubah air mata menjadi berlian. Para pendukungnya, yang kini lebih mirip kawanan lebah yang mengerumuni madu, bersorak riang setiap kali janji itu terlontar. Mereka tak peduli apakah janji itu masuk akal atau tidak, yang penting terdengar indah dan memberi harapan. Beberapa di antaranya bahkan mulai saling berebut, berharap bisa mencicipi tetesan madu pertama dari janji-janji manis itu. Mereka bahkan rela berdesakan, sali...

Selembar Bendera Kekuasaan

MENJUAL HARAPAN - Pentas besar bernama Nusantara tiba-tiba berguncang. Bukan gempa bumi yang menggetarkan, melainkan irama genderang yang ditabuh serentak, memekakkan telinga para penghuni. Seolah-olah, para dalang di balik layar sepakat memainkan lakon yang sama, lakon yang sudah usang namun selalu berhasil menguras emosi penonton. Dahulu kala, Nusantara merupakan taman yang subur, tempat beragam bunga mekar berdampingan, saling berbagi sari dan aroma. Namun, belakangan, tanahnya terasa kering kerontang, tak lagi mampu menumbuhkan tunas-tunas harapan. Angin pun tak lagi berembus sejuk, melainkan membawa debu-debu perpecahan yang menyesakkan. Di pojok panggung, seekor kambing jantan berbulu putih bersih, yang dipanggil Si Jujur, mengembik  risau. Ia tak mengerti mengapa padang rumput yang biasa ia jelajahi kini penuh duri dan ranjau. Dulu, ia hanya perlu menunduk untuk memakan rumput segar, kini ia harus waspada agar kakinya tidak terluka. Para penghuni lain, seperti kawanan burung...