Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label pemimpin

Dari Pajak ke Pemakzulan, Narasi Politik Warga Pati dan Krisis Legitimasi Lokal

MENJUAL HARAPAN - Di   tengah alun-alun Pati yang memerah oleh spanduk dan suara rakyat, ribuan warga berkumpul menuntut satu hal , yaitu : mundurnya Bupati Sudewo. Aksi ini bukan sekadar protes kebijakan, melainkan ekspresi kolektif dari rasa kecewa, marah, dan kehilangan kepercayaan terhadap pemimpin yang mereka pilih secara demokratis.  (lihat: antaranews.com  dan kompas.com ). Dalam Sosiologi Politik Kontemporer, demonstrasi semacam ini dipahami sebagai bentuk artikulasi politik warga yang melampaui saluran formal. Charles Tilly menyebutnya sebagai “repertoar aksi kolektif” - cara   warga menyampaikan klaim politik ketika institusi gagal merespons aspirasi mereka secara bermakna (Tilly, 2004). Pemicu awalnya adalah kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Meski kebijakan itu akhirnya dibatalkan, gelombang kemarahan tak surut. Mengapa? Karena akar masalahnya bukan sekadar pajak, melainkan akumulasi ketidakpuasan terhadap...

Pilkada Langsung, Tegakkan Prinsip Kedaulatan Rakyat

  Gambar hasil Canva ChatGPT MENJUAL HARAPAN - Wacana pemilihan kepala daerah dikembalikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), kembali mencuat ke permukaan belakangan ini. Utamanya, wacana itu usai dilontarkan Presiden Prabowo Subianto pada puncak Hari Ulang Tahun Partai Golkar ke-60, Kamis (12/12/2024). Pelaksanaan penyelenggeraan pemilihan kepala daerah (tingkat provinsi, dan kabupaten/kota) langsung adalah merupakan langkah reformasi politik pasca Orde Baru. Dengan pilkada langsung, merupakan bagian manifestasi dari kedaulatan rakyat dalam sistem demokrasi. Masyarakat dapat menggunakan hak-haknya secara langsung menentukan pilihan pemimpinnya di tingkat lokal. Pilkada langsung memberi ruang sebesar-besarnya bagi rakyat secara aktif ikutserta menentukan pilihan pemimpinnnya. Mekanisme pilkada langsung, rakyat mempunyai kesempatan untuk memilih kandidat yang menurutnya layak dan memiliki kemampuan merepresentasikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Selain itu, kepal...

Menyoal Energi Bangsa

Ilustrasi energi (foto hasil tangkapan layar dari gramedia.com) Oleh Silahudin ROBOHNYA rezim Soeharto pada bulan Mei 1998, tampak belum membawa pada penyelenggaraan kehidupan politik negara bangsa yang kondusif. Salah guna pemerintahan dalam menata tatanan negara bangsa ini, terutama tata pemerintahan yang baik (good governance) masih jauh dari harapan, bahkan yang dirasakan dan menjadi tontonan justru akrobatik politik elit politik dalam memperebutkan kekuasaan. Kenyataan dalam kehidupan politik negara bangsa dengan membangun Indonesia yang demokratis, acapkaki terjebak egoisme politik masing-masing.   Dalam bahasa lain, politik mengurus “dapur sendiri” terus-menerus menonjol menjadi tontonan di negeri ini. Sehingga keberadaannya pada lembaga-lembaga negara, baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif belum menyentuh kepentingan publik, namun yang mencolok mereka elit politik “sibuk” melayani diri sendiri untuk kepentingan kelompoknya. Propaganda politik untuk memertahankan akses...

TULI

Sejenak, kurebahkan badan melongok ke atas "bilik-bilik" langit mengintip harapan dan impian Sejenak, ku tengok ke belakang kenyataan seabreg soal, tetus menghimpit menengok kegalauan alam pikir Jiwa-jiwa yang kerdil menghamba dalam kaya raya, dan duka nestapa merajut hamparan impian di padang kesuburan alam Indonesia Kicau-kicau burung mencari, menetik biji "salju" tuk kehidupan menjerit, meratap hanya cari seonggah air kehidupan di negerinya Nun jauh disana: istana-istana, gedung-gedung megah yang sejatinya mengabdi kehidupannya untuk rakyat angkuh seribu sikap perilaku Berkicau, berbusa-busa atas nama rakyat tanpa kesungguhan di balik kursi-kursi "empuknya" kekuasaan Wahai para prmimpin negeri ini senda gurau kalian, jeritnya di kangit-langut jingga: rakyat tak terdengar, terbungkus kemewahan keangkuhan, jumawa, dengan setumpuk kerakusan dan keserakahan Terbius urat nadi kekuasaan, untuk kekuasaan Go to hell rakyat aku dah...

"Temu Harapan" Rakyat dengan Pemimpin

Oleh: Silahudin AKHIR-akhir ini, kepolitikan nasional tengah "tersandera" oleh kepentingan-kepentingan yang tidak membebaskan dalam menikmati 'negara untuk melndungi segenap bangsa dan warganya'. Entah kebingungan apa yang sedang menyelimuti bangsa ini, termasuk elite-elite negeri ini (?) seakan negara ini tiada dlam keaadaannya. Kerusuhan, keberingasan dan kekerasan silih berganti, dan tak terselesaikan dengan baik. Apakah memang sebagai anomali bangsa ini yang sedang kehilangan oreintasi kebangsaannya? Ataukah kehadiran negara sebagai instrument kolektif justru terbuai oleh hegemoni "kedaulatan kelompok"? Bnturan-benturan aspirasi dan artikulasi kepentingan sulit untuk ditepiskan. Apalagi antara tuntutan infrastruktur politik dengan keinginan suprastruktur politik, ibarat kita mengukur dalamnya laut: tak terduga. Tapi nilai demokrasi yang hakiki bahwa aspirasi rakyat menjadi titik sentral dalam kehidupan demokrasi. Perbedaan yang terjadi saat memperjuang...