Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Pancasila

Elegi Kota Pahlawan: Ketika Surabaya Menolak Padam

MENJUAL HARAPAN - Setiap tahun, ketika dedaunan mulai menguning dan angin November berbisik perlahan, ingatan bangsa ini kembali tertuju pada satu nama kota: Surabaya. Ia bukan sekadar kota, melainkan altar sakral  tempat martabat dipertaruhkan dengan nyawa, tempat kemerdekaan yang baru seumur jagung diuji oleh gemuruh meriam. Tanggal Sepuluh November  bukanlah sekadar tanggal; ia adalah epos  yang tertulis dengan tinta darah, sumpah yang diikrarkan dalam kobaran api. Proklamasi 17 Agustus 1945 telah mengoyak tirai kegelapan, namun fajar kebebasan itu masih rapuh, diintai oleh bayangan masa lalu yang ingin kembali mencengkeram. Di sudut kota, di Hotel Yamato  yang angkuh, bendera tiga warna (Merah-Putih-Biru) kembali dikibarkan, seolah mencabik-cabik harga diri yang baru saja direngkuh. Tangan-tangan perkasa rakyat Surabaya tak sudi berdiam. Insiden heroik perobekan kain biru itu, menyisakan Merah dan Putih  yang berkibar gagah, adalah proklamasi kedua: bahwa ke...

Budaya Politik, dan Jalan Panjang Keadilan Sosial

Oleh Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN  - KETIMPANGAN  di Indonesia tidak hanya terlihat dalam angka statistik,  melainkan  dalam praktik budaya politik sehari-hari. Akses terhadap layanan publik, representasi politik, hingga martabat sosial kerap bergantung pada siapa yang kita kenal, bukan pada hak yang seharusnya dijamin negara. Sering kali kita mengira bahwa politik hanyalah urusan partai, parlemen, atau pemilu. Padahal, politik juga hidup di ruang sehari-hari, dalam cara kita berinteraksi, dalam norma yang kita anggap wajar, bahkan dalam cara kita mendefinisikan siapa yang berhak mendapat keadilan.  Oleh karena itu, d i sinilah konsep kebudayaan politik menjadi penting ,  ia bukan sekadar “hiasan,” melainkan fondasi dari bagaimana masyarakat memahami dan memperjuangkan hak-haknya. Keadilan sosial, yang kita kenal sebagai sila kelima Pancasila, bukan hanya soal pembagian ekonomi yang merata. Filsuf politik Nancy Fra...

MPR RI Gaungkan Keadilan Sosial Lewat Sosialisasi 4 Konsensus Kebangsaan di Merauke

  MERAUKE, MENJUAL HARAPAN   — Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI kembali menggelar Sosialisasi 4 Konsensus Kebangsaan di Merauke, Papua Selatan, sebagai bagian dari upaya memperkuat nilai-nilai dasar berbangsa dan bernegara. Kegiatan yang berlangsung pada tahun 2025 ini menyoroti pentingnya pemahaman terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, dengan fokus khusus pada sila kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia . Sosialisasi ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari tokoh adat, kepala kampung, petani, hingga nelayan. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa MPR berkomitmen menyasar lapisan masyarakat akar rumput yang selama ini kurang terlibat dalam diskursus kebangsaan. Dalam forum tersebut, para peserta diajak berdialog langsung mengenai tantangan keadilan sosial di Papua Selatan. Infrastruktur yang terbatas, akses pendidikan dan kesehatan yang belum merata, serta ketimpangan ekonomi menjadi sorotan utama. “Keadilan sosial bukan...

Pancasila yang Terasing

MENJUAL HARAPAN - Pancasila   lahir sebagai kesepakatan luhur.  Ia bukan sekadar ideologi, t etapi kompas moral bangsa. Lima sila yang dirumuskan bukan hanya kata-kata, melainkan nilai-nilai yang harus hidup dalam setiap kebijakan, pelayanan, dan relasi sosial. Namun kini, Pancasila terasa asing. Dalam pidato-pidato resmi, Pancasila disebut dengan penuh hormat.  Namun dalam praktik, sila-sila itu tak tampak. Keadilan sosial tak terwujud, kemanusiaan dikalahkan oleh prosedur, dan musyawarah digantikan oleh keputusan sepihak. Pancasila menjadi retorika. Dalam cakap-cakap warga, acapkali terdengar “Kami tak tahu Pancasila itu untuk siapa.”  Mereka melihat ketimpangan, diskriminasi, dan pengabaian. Mereka tak merasa dilindungi, tak merasa diakui, dan tak merasa dihargai. Pancasila tak hadir dalam hidup mereka. Pancasila yang terasing adalah Pancasila yang tak berpihak.  Ia dipakai untuk membenarkan kekuasaan, bukan untuk melindungi warga. Ia dijadikan alat kontrol, ...

Simbol yang Kehilangan Makna

MENJUAL HARAPAN - Simbol   adalah bahasa yang tak bersuara.  Ia menyimpan makna, mengi kat ingatan, dan membentuk identitas. Namun, ketika simbol dipakai tanpa refleksi, ia berubah menjadi ornamen—indah dipandang, tetapi hampa dirasa. Garuda, merah-putih, Pancasila, lagu kebangsaan—semua merupakan  simbol yang diwariskan.  Mereka bukan sekadar lambang, tetapi janji. Janji tentang keberanian, tentang keadilan, tentang kebersamaan. Tapi janji itu kini terdengar samar. Dalam dialog dengan ragam warga sering berkata: “Kami hormat pada bendera, tapi negara tak pernah hormat pada kami.”  Kira-kira seperti substansinya.  Pernyataan ini menggugat relasi antara simbol dan realitas. Simbol diminta dihormati, tetapi tak memberi perlindungan. Simbol yang kehilangan makna adalah simbol yang tak lagi menyentuh kehidupan.  Ia hadir di dinding kantor, di seragam pejabat, di buku pelajaran , namun tidak hadir dalam pelayanan, dalam kebijakan, dalam relasi sosial. Simbo...

Sosialisasi 4 Konsensus Kebangsaan Menjawab Ancaman Judi Online

MERAUKE , MENJUAL HARAPAN   - Di   tengah gempuran teknologi digital yang kian tak terbendung, Balai Kampung Bokem, Distrik Merauke, Papua Selatan, menjadi ruang perlawanan moral. Pada 5 Agustus 2025, Anggota MPR/DPR RI Dapil Papua Selatan, H. Sulaeman L. Hamzah, menggelar Sosialisasi 4 Konsensus Kebangsaan ke-5 bersama tokoh adat, tokoh masyarakat, petani, dan nelayan. Kegiatan ini bukan sekadar rutinitas kenegaraan, melainkan dialog reflektif tentang nilai-nilai dasar bangsa di tengah ancaman judi online yang meresahkan. Di hadapan 150 peserta, Sulaeman membuka ruang diskusi secara  terbuka. Salah satu peserta menyampaikan keresahannya , yaitu : sindikat judi online telah menyusup ke lingkungan mereka, melibatkan anak muda dan menciptakan kekhawatiran akan kerusakan moral yang sistemik. Pertanyaan pun mengemuka , bagaimana negara dan masyarakat bisa bersinergi menghadapi ancaman digital yang tak mengenal batas? Menjawab itu, Sulaeman memaparkan regulasi yang telah diter...

Moderasi Beragama Harus Menjadi Praktik Hidup Warga Negara

MENJUAL HARAPAN - Di tengah kekhawatiran meningkatnya polarisasi sosial dan arus ekstremisme di dunia maya maupun nyata, sosialisasi empat konsensus kebangsaan kembali menggema sebagai agenda strategis nasional. Forum ini tak hanya memperkuat pemahaman Pancasila, melainkan juga menekankan urgensi moderasi beragama sebagai jalan tengah merawat keberagaman dan menolak radikalisme. “Moderasi adalah ekspresi spiritual yang matang , bukan sekadar toleransi, akan tetapi perjumpaan aktif dengan perbedaan,” ujar anggota DPR RI H. Sulaeman L. Hamzah, pada kegiatan bertajuk “Sosialisasi Empat Konsensus Kebangsaan” yang berlagsung di Aula Hotel Megara, Jl. Raya Mandala, Merauke, Papua Selatan, Minggu (29/6/2025). Legislator Fraksi Partai Nasdem itu menekankan bahwa  Pancasila bukan sekadar dokumen historis, melainkan dasar hidup bersama. Sila demi sila merepresentasikan kerangka normatif untuk membangun masyarakat yang adil, plural, dan seimbang dalam iman serta kehidupan sosial. Sila pe...

Sepiring Nasi di Ujung Senja

Ilustrasi Cerpen (ChatGPT Image) MENJUAL HARAPAN -  Di bawah langit kota yang berjelaga, berdirilah Warno dengan gerobak sotonya. Roda-roda tua itu, sudah lebih sering mengeluh daripada berjalan. Tapi seperti nasib, ia tak bisa memilih. Warno bukan pahlawan. Ia hanya lelaki kecil dari gang sempit yang meminjam dunia, berharap ada secercah rezeki di balik asap rebusan daging dan harapan. Tiap sore, ia mangkal di dekat kantor pemerintah. Tempat orang-orang berdasi keluar dengan langkah ringan dan perut kenyang. Ia menyendok soto seperti biasa, menyapa dengan senyum, meski hatinya remuk oleh angka-angka utang yang tak juga turun. Lalu datanglah bocah itu. Tubuhnya tinggal tulang, matanya lebih tajam dari pisau, bukan karena marah, tapi lapar yang mengguratkan luka. Ia berdiri diam. Memandang panci dengan tatapan seperti sedang menimbang dunia. "Sudah makan, Nak?" tanya Warno. Bocah itu tak menjawab. Ia hanya menunduk, lalu mengangguk pelan. Tapi Warno tahu, bohong pun bisa jadi ...

Pancasila

MENJUAL HARAPAN - Mentari pagi menyapa lembut jendela kontrakan Bu Siti di gang sempit Bandung. Aroma kopi tubruk yang diseduh pagi-pagi buta sudah menyeruak, bercampur bau asap knalpot motor yang mulai ramai. Di ruang tengah yang sederhana, tergantung rapi sebuah pigura berisi lima simbol berbeda di bawah tulisan besar: PANCASILA. Bukan tanpa alasan Bu Siti memasang pigura itu di tempat paling mudah dilihat. Baginya, lima sila itu bukan sekadar hafalan masa sekolah, tapi pegangan hidup. Pagi itu, seperti biasa, Bu Siti bersiap membuka warung nasi kecilnya di ujung gang. Langkahnya ringan, senyumnya tulus menyapa setiap tetangga yang berpapasan. Ia tak pernah membeda-bedakan, dari tukang becak yang mangkal di dekat gang, mahasiswa kos yang sering sarapan di warungnya, hingga keluarga Pak Lurah yang kadang memesan nasi kotak untuk acara. Suatu siang, keributan kecil pecah di depan warung Bu Siti. Dua anak muda berselisih paham, nyaris adu jotos gara-gara masalah parkir motor. Bu Siti d...

Empat Konsensus Kebangsaan, Ini Soal Jati Diri Bangsa

Anggota DPR/MPR RI, H. Sulaeman L. Hamzah, memberikan paparan Sosialisasi Empat Konsensus Kebangsaan (14/5/2025) MENJUAL HARAPAN - Pilar-pilar kebangsaan yang merupakan fondasi esensial yang menopang tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), terus dikumandangkan, dan disosialisasikan kepada berbagai lapisan masyarakat.  Anggota DPR/MPR RI H. Soelaiman mengatakan Pancasila sebagai salah satu pilar utama, urgensi pemahaman dan implementasinya sebagai pengingat kolektif akan jati diri bangsa.  Hal itu disampaikan pada acara kegiatan sosialisasi empat konsensus kebangsaan yang berlangsung diselenggarakan di Ke. karang Indah Distrik Merauke, Kabupaten Merauke, Papua Selatan, Rabu (14/5/2025).  Perserta Sosialisasi 4 Konsensus Kebangsaan Sulaeman L. Hamzah, ini secara gamblang memaparkan bahwa Pancasila, yang terdiri dari ‘panca’ (lima) dan ‘sila’ (asas atau prinsip), bukanlah sekadar rumusan filosofis yang terpajang rapi. Ia adalah lima dasar fundamental yang menjad...

Mengideologikan Kembali Pancasila

Peta yuridiksi Indonesia Oleh Silahudin MENJUAL HARAPAN - Persoalan pergulatan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia, dapat dikatakan ‘sedang tidak baik-baik saja’. Peristiwa politik pemilu masih jauh dari harapan “mentahtakan” pemilik kedaulatan, persoalan hukum “masih jauh panggang api” dalam menegakkan keadilan, persoalan ekonomi masih sangat jauh dari pemerataan, persoalan pendidikan masih terbata-bata dalam mengejar ketertinggalan dan pemerataannya. Pertanyaan mendasarnya, apakah karena abai dalam mengamalkan nilai-nilai yang sudah terpatri dalam Pancasila? Atau nilai-nilai Pancasila hanya sekedar jadi “pelamis bibir” dalam pidato politik? Setiap bangsa dan negara mempunyai ukuran-ukurannya tersendiri yang menjadikan pedoman pelaksanaan langkah-langkah pembangunannya. Ukuran-ukuran tersebut sudah barang tentu pertama-tama merujuk kepada ideologi suatu negara tersebut sebagai cita-cita berbangsa dan bernegara. Konseptualisasi filsafat Filsafat itu sendiri telah mu...