Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Humaniora

Menegakkan Putusan MK tentang Polisi di Jabatan Sipil

ilustrasi (foto hasil tangkapan dari  https://www.kedaipena.com) MENJUAL HARAPAN  - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil bukan sekadar koreksi terhadap praktik birokrasi yang menyimpang, melainkan penegasan ulang terhadap prinsip dasar negara hukum dan demokrasi substantif. Dalam negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum, tidak boleh ada ambiguitas dalam batas kewenangan institusi negara. Selama ini, penempatan polisi aktif di jabatan sipil telah menimbulkan tumpang tindih fungsi, kaburnya akuntabilitas, dan potensi konflik kepentingan. Ketika aparat penegak hukum merangkap sebagai pejabat administratif, maka prinsip checks and balances  yang menjadi fondasi demokrasi menjadi rapuh. Dalam konteks ini, MK hadir sebagai penjaga konstitusi yang mengingatkan bahwa kekuasaan harus dibatasi oleh hukum, bukan dikendalikan oleh loyalitas institusional. Desakan DPR kepada Presiden Prabowo untuk segera menarik polisi aktif d...

Refleksi Satu Tahun Pemerintahan Prabowo Gibran

MENJUAL HARAPAN - Satu tahun telah berjalan penyelenggaraan pemerintahan yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto - Gibran. Dinamikanya tidak sederhana, termasuk di dalamnya pergantian kabinet merah putih. Catatan kecil ini ingin menyoroti dalam tiga pilar program, yaitu ekonomi, sosial dan politik transmigrasi, termasuk tantangan keberlanjutannya. Motor Pertumbuhan: Industrialisasi dan Hilirisasi Satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran ditandai dengan ambisi besar di sektor ekonomi. Hilirisasi industri dijadikan mantra utama, dengan tujuan agar Indonesia tidak lagi sekadar menjadi eksportir bahan mentah, melainkan produsen barang bernilai tambah. Pertumbuhan manufaktur yang mencapai 5,58% (yoy) pada triwulan III-2025 menjadi bukti bahwa mesin ekonomi mulai bergerak lebih cepat dibandingkan pertumbuhan nasional yang berada di angka 5,04%. Akan tetapi, di balik angka-angka itu, refleksi kritis muncul: apakah pertumbuhan ini benar-benar inklusif? UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi r...

Janji Di Panggung Kehidupan

  ilustrasi istimewa MENJUAL HARAPAN - Di negeri bernama Indonesia, janji bukan sekadar kata. Ia adalah mata uang sosial yang diperdagangkan di pasar harapan. Dari lorong kekuasaan hingga ruang kelas, dari mimbar spiritual hingga meja makan rakyat, janji berseliweran seperti angin: kadang menyejukkan, kadang menyesakkan. Politik adalah panggung utama janji. Setiap musim pemilu, aktor-aktor politik tampil dengan naskah penuh janji: membangun, menyejahterakan, memberantas korupsi. Akan tetapi, setelah tirai ditutup, banyak janji yang tertinggal di panggung, tak pernah turun ke bumi. Rakyat pun belajar satu hal: janji politik adalah retorika, bukan komitmen. Di ruang pendidikan, janji hadir dalam bentuk konstitusi dan kurikulum. Negara menjanjikan pendidikan yang merata dan bermutu. Namun, anak-anak di pelosok masih belajar di bawah atap bocor, dengan guru yang datang seminggu sekali. Janji pendidikan menjadi puisi yang indah, tapi tak terbaca oleh mereka yang paling membutuhkannya. ...

Di Balik Senja Merah 10 November: Menafsirkan Ksatria Baru di Era Tembok Sunyi

  MENJUAL HARAPAN - Hari Pahlawan, 10 November, merupakan penanda krusial dalam kalender bangsa—titik di mana narasi kebangsaan mencapai klimaksnya dalam darah dan keberanian kolektif. Akan tetapi, lebih dari sekadar ritual upacara dan tabur bunga, Hari Pahlawan menuntut sebuah dialog epistemologis: Siapakah pahlawan kita hari ini? Jika pada 1945 pertempuran berlangsung di jalanan Kota Pualam, hari ini, arena juang telah bergeser secara fundamental ke ranah etika, integritas, dan kesadaran sosial. Kita ditantang untuk merobek tirai historisisme dan menghadapi realitas empiris bahwa musuh telah berganti wujud. Pertempuran Surabaya 1945 mengajarkan kita tentang pengorbanan yang absolut. Di bawah komando tokoh-tokoh karismatik seperti Bung Tomo, rakyat sipil, ulama, dan milisi bersatu dalam satu spirit: Merdeka atau Mati . Mereka menanggapi ultimatum asing dengan penolakan mentah-mentah, mengubah Kota Pahlawan menjadi neraka pertempuran selama tiga minggu. Peristiwa ini adalah puncak ...

Kebelet Cuan: Jamuan Di Bawah Bayang Laba

  MENJUAL HARAPAN - Di sebuah negeri yang penuh dengan janji-janji surga, sebuah program agung diluncurkan: Jamuan Gizi Gratis. Bukan sekadar makanan, ia adalah simfoni harapan yang dimainkan di piring-piring baja anak bangsa, sebuah investasi pada masa depan yang dikemas dalam sebongkah nasi dan sepotong lauk. Proyek ini dibaptis dengan nama mulia, ditujukan untuk mengisi lumbung lapar dan mencerdaskan benak yang masih kosong, menjadikan setiap tegukan sebagai sumpah bakti pada kesejahteraan. Namun, di balik megahnya tirai rencana, bersembunyi sesosok raksasa tak kasat mata yang memiliki nafsu tak terpuaskan: Dewa Cuan. Dewa ini bersemayam di ruang-ruang rapat berpendingin, berbisik melalui laporan keuangan, dan menggenggam erat setiap anggaran. Baginya, Jamuan Gizi Gratis bukanlah misi kemanusiaan, melainkan sebuah tambang emas baru yang harus dikeruk hingga ke serpihan terakhirnya, tak peduli pada debu apa yang ditinggalkan. Alegori ini bercerita tentang Timbangan. Di satu sisi ...

Ketika Meja Makan Menjadi Ladang

MENJUAL HARAPAN - "Lihatlah, Paman," bisik Si Penjaga Pintu, matanya tak lepas dari sebuah bangunan megah yang menjulang di tengah alun-alun. "Para juru masak sudah bekerja berbulan-bulan. Aroma harumnya sampai ke sudut-sudut desa. Kabarnya, ini adalah jamuan agung yang disiapkan untuk seluruh rakyat." Si Pengamat, yang duduk di bangku batu dekatnya, mengangguk perlahan. "Benar. Dinding-dindingnya dilapisi emas. Meja-mejanya terbuat dari kayu jati. Tapi yang terpenting, jamuan ini didanai dari sumbangan kita semua. Setiap tetes keringat kita." "Jadi, kita semua akan diundang?" tanya Si Penjaga Pintu penuh harap. "Kita bisa makan sepuasnya, mengambil apa yang kita inginkan?" "Begitulah yang dijanjikan," jawab Si Pengamat, suaranya mengandung nada skeptis. "Jamuan ini seharusnya merata, tak ada yang kelaparan saat hidangan sudah siap." Pintu kayu jati itu terbuka perlahan, tapi bukan untuk semua. Hanya beberapa orang t...

Topeng Pembangunan dan Lubang-lubang Kemiskinan

  MENJUAL HARAPAN - Para Penguasaha kini mengenakan "Topeng Pembangunan". Mereka berkeliling Kebun Raya Nusantara, menggembar-gemborkan proyek-proyek besar yang katanya akan membawa kemakmuran bagi semua. Mereka membangun gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, jalan-jalan tol yang mulus, dan pusat-pusat perbelanjaan mewah. Namun, di balik setiap proyek "pembangunan" itu, tersembunyi "Lubang-lubang Kemiskinan" yang semakin dalam. Setiap pembangunan gedung pencakar langit berarti penggusuran rumah-rumah Para Petani Kecil. Setiap pembangunan jalan tol berarti hilangnya lahan pertanian yang subur. Setiap pembangunan pusat perbelanjaan mewah berarti matinya pasar-pasar tradisional yang menjadi sumber penghidupan Para Petani Kecil. Topeng Pembangunan itu begitu berkilau, namun di baliknya adalah kehancuran dan penderitaan. Si Kecil, si semut pekerja, melihat bagaimana Lubang-lubang Kemiskinan itu semakin membesar. Ia melihat bagaimana banyak kawan...

Lidah Menari Tanpa Hati

MENJUAL HARAPAN - Di sebuah negeri yang dibangun dari suara-suara, berdirilah sebuah menara gading. Menara itu tinggi, berlapis marmer dingin, dan dijaga oleh para penjaga yang mengenakan jas rapi dan bicara dengan angka. Di dalamnya tinggal seorang pejabat yang baru saja menggantikan penjaga lama gerbang keuangan negeri. Ia datang dengan senyum yang dipoles, dan telinga yang hanya mendengar gema dari dalam menara. Suatu pagi, dari lembah di bawah menara, terdengar suara gemuruh. Rakyat berkumpul, membawa 17 tuntutan dan 8 harapan. Mereka tidak berteriak, mereka menyanyikan tuntutan itu dalam nada yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Suara mereka tidak keras, tapi dalam. Tidak marah, tapi bermakna. Mereka tidak meminta emas, hanya keadilan. Tidak menuntut istana, hanya ruang untuk hidup dengan bermartabat. Pejabat itu mendengar suara itu, tapi ia tidak turun. Ia membuka jendela menara, melihat ke bawah, dan berkata, “Itu hanya suara kecil. Tidak mewakili semua.” Ia menutup...

Pasar Bayangan dan Anak-anak yang Kehilangan Kompas

MENJUAL HARAPAN - Di sebuah negeri yang dahulu dibangun dari cerita, petuah, dan nyanyian para leluhur, berdirilah sebuah pasar bayangan. Pasar ini tidak menjual barang, melainkan menjual arah. Setiap kios menawarkan jalan pintas menuju sukses: gelar instan, jabatan kilat, dan pengakuan yang bisa dibeli dengan klik dan koneksi. Anak-anak muda berbondong-bondong ke sana, membawa harapan yang dibungkus dalam algoritma dan ambisi yang dibentuk dari iklan. Di tengah pasar itu, berdiri sebuah cermin raksasa. Siapa pun yang menatapnya akan melihat versi diri yang paling diinginkan dunia: penuh prestasi, tanpa cela, dan selalu tersenyum. Namun, cermin itu tidak memantulkan kenyataan, melainkan ilusi yang dibentuk dari statistik dan standar eksternal. Anak-anak muda mulai percaya bahwa nilai hidup mereka bergantung pada seberapa sering mereka dilihat, bukan seberapa dalam mereka memahami. Di sudut pasar, seorang penjaga tua duduk di bawah pohon yang hampir mati. Ia membawa buku-buku usang beri...

Kebun Raya yang Terlupakan

MENJUAL HARAPAN - Dahulu kala, ada sebuah Kebun Raya yang sangat subur, bernama Nusantara. Tanah di Kebun Raya ini begitu makmur, setiap jengkalnya mampu menumbuhkan berbagai jenis tanaman. Ada pohon-pohon rindang yang menghasilkan buah-buahan manis, ada ladang-ladang luas yang ditumbuhi padi dan jagung, dan kolam-kolam ikan yang melimpah ruah. Para penghuni Kebun Raya, yang disebut "Para Petani Kecil", hidup berdampingan dengan damai, saling berbagi hasil panen dan merawat Kebun Raya dengan penuh kasih sayang. Namun, seiring berjalannya waktu, sebuah fenomena aneh mulai terjadi. Beberapa penghuni yang tadinya sama-sama Petani Kecil, perlahan mulai tumbuh menjadi raksasa. Mereka bukan tumbuh secara fisik, melainkan kekuasaan dan ambisi mereka yang membengkak. Mereka menyebut diri mereka "Para Pengawas Kebun" dan "Para Pemilik Lahan Luas". Mereka mulai mengklaim sebagian besar tanah di Kebun Raya sebagai milik pribadi, padahal dulunya tanah itu adalah milik...

MPR RI Gaungkan Keadilan Sosial Lewat Sosialisasi 4 Konsensus Kebangsaan di Merauke

  MERAUKE, MENJUAL HARAPAN   — Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI kembali menggelar Sosialisasi 4 Konsensus Kebangsaan di Merauke, Papua Selatan, sebagai bagian dari upaya memperkuat nilai-nilai dasar berbangsa dan bernegara. Kegiatan yang berlangsung pada tahun 2025 ini menyoroti pentingnya pemahaman terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, dengan fokus khusus pada sila kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia . Sosialisasi ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari tokoh adat, kepala kampung, petani, hingga nelayan. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa MPR berkomitmen menyasar lapisan masyarakat akar rumput yang selama ini kurang terlibat dalam diskursus kebangsaan. Dalam forum tersebut, para peserta diajak berdialog langsung mengenai tantangan keadilan sosial di Papua Selatan. Infrastruktur yang terbatas, akses pendidikan dan kesehatan yang belum merata, serta ketimpangan ekonomi menjadi sorotan utama. “Keadilan sosial bukan...