Langsung ke konten utama

Kebun Raya yang Terlupakan



MENJUAL HARAPAN - Dahulu kala, ada sebuah Kebun Raya yang sangat subur, bernama Nusantara. Tanah di Kebun Raya ini begitu makmur, setiap jengkalnya mampu menumbuhkan berbagai jenis tanaman. Ada pohon-pohon rindang yang menghasilkan buah-buahan manis, ada ladang-ladang luas yang ditumbuhi padi dan jagung, dan kolam-kolam ikan yang melimpah ruah.

Para penghuni Kebun Raya, yang disebut "Para Petani Kecil", hidup berdampingan dengan damai, saling berbagi hasil panen dan merawat Kebun Raya dengan penuh kasih sayang.

Namun, seiring berjalannya waktu, sebuah fenomena aneh mulai terjadi. Beberapa penghuni yang tadinya sama-sama Petani Kecil, perlahan mulai tumbuh menjadi raksasa. Mereka bukan tumbuh secara fisik, melainkan kekuasaan dan ambisi mereka yang membengkak. Mereka menyebut diri mereka "Para Pengawas Kebun" dan "Para Pemilik Lahan Luas". Mereka mulai mengklaim sebagian besar tanah di Kebun Raya sebagai milik pribadi, padahal dulunya tanah itu adalah milik bersama.

Di sudut Kebun Raya, seekor semut pekerja yang rajin, yang dipanggil Si Kecil, mengamati perubahan ini dengan heran. Setiap hari, ia dan kawanannya bekerja keras mengumpulkan remah-remah makanan, berharap bisa membangun sarang yang kokoh. Akan tetapi, belakangan, remah-remah itu semakin sulit ditemukan. Pohon-pohon yang dulunya berbuah lebat kini banyak yang ditebang, ladang-ladang yang subur kini berubah menjadi padang tandus, dan kolam-kolam ikan kini mengering.

Para Pengawas Kebun dan Para Pemilik Lahan Luas, yang kini lebih sering disebut "Para Penguasaha", mulai membangun pagar-pagar tinggi di sekeliling lahan yang mereka klaim. Pagar-pagar itu terbuat dari janji-janji manis dan aturan-aturan rumit yang hanya mereka yang mengerti. Mereka bahkan memasang papan-papan besar bertuliskan "Dilarang Masuk Kecuali Izin Khusus", seolah-olah Kebun Raya ini adalah milik pribadi mereka seutuhnya.

Di balik pagar-pagar itu, Para Penguasaha mulai menanam tanaman-tanaman aneh. Tanaman-tanaman itu bukan untuk dikonsumsi, melainkan untuk diperdagangkan. Mereka menanam "Pohon Uang" yang daunnya berupa lembaran-lembaran kertas berharga, dan "Bunga Kekuasaan" yang kelopaknya memancarkan aroma keserakahan. Mereka bahkan memiliki "Sumur Keuntungan" yang airnya tak pernah habis, selalu mengalirkan kekayaan ke pundi-pundi mereka.

Sementara itu, Para Petani Kecil yang tidak punya lahan lagi, terpaksa bekerja sebagai buruh di lahan Para Penguasaha. Mereka harus bekerja keras dari pagi hingga malam, namun upah yang mereka terima tak sebanding dengan keringat yang mereka curahkan. Mereka seperti lebah yang mengumpulkan madu, namun madu itu hanya dinikmati oleh ratu lebah yang rakus.

Si Kecil, si semut pekerja, melihat bagaimana Para Petani Kecil semakin kurus dan lesu. Mereka yang dulunya bersemangat, kini hanya bisa menunduk pasrah. Ia tak mengerti mengapa Kebun Raya yang dulunya adil dan makmur, kini berubah menjadi tempat yang penuh ketidakadilan dan penderitaan. Ia hanya berharap, suatu hari nanti, Kebun Raya ini akan kembali menjadi milik bersama, di mana semua penghuni bisa hidup sejahtera.(Sesi-1 dari “Nestapa Ekonomi Kerakyatan”)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengawasan Melekat (Waskat)

silahudin Ada ragam pengawasan dalam penyelenggaraan roda pemerintahan, dan salah satunya adalah pengawasan melekat. Pengawasan melekat disingkat WASKAT merupakan salah satu kegiatan manajemen dalam mewujudkan terlaksananya tugas-tugas umum pemerintah (an) dan pembangunan. Waskat, sesungguhnya merupakan kegiatan manajemen sehari-hari yang dilakukan oleh pipinan atau atasan instandi pemerintah dalam setiap satuan unit kerjanya. Apa itu pengawasan melekat? dapat disimak pada video ini.

Menyelami Makna Peribahasa Sunda "Asa Peunggas Leungeun Katuhu"

   Ilustrasi Jenis Pakaian Adat Sunda (Foto tangkapan layer dari  https://learningsundanese.com/pakaian-adat-sunda-jenis-jenis-dan-makna-simbolik/ ) Menjual Harapan – Pergulatan pergaulan kehidupan taubahnya berdampingan antara baik dan buruk. Ragam situasi buruk perlu dihindari, karena berakibat buruk pada khususnya diri sendiri, bahkan dalam kehidupan masyarakat, dan negara. Menelusuri mencari sumber masalah yang menimbulkan situasi buruk tersebut dan menemukannya, berarti setidakanya setengah telah mengatasi situasi tersebut. Ada dalam peribahasa Sunda yang populer, yaitu “Asa peunggas leungeun katuhu” . Secara harfiah berarti “harapan di ujung tangan kanan”. Pesan filosofisnya peribahasa Sunda ini mengajarkan pentingnya mempunyai harapan dan tekad kuat dalam menghadapi berbagai situasi yang sulit. “Leungeun katuhu” (tangan kanan) disimbolkan atau dilambangkan sebagai kekuatan dan kemampuan untuk mencapai tujuan. Iman Budhi Santoso (2016: 601) menjelaskan makna dari ...

Konsistensi Cendekiawan “Memanusiakan” Peradaban

Ilustrasi gambar seorang cendekiawan (Foto hasil proses chat gpt) MENJUAL HARAPAN - Pergulatan berbagai kehidupan negara bangsa ini (nation state) , tampak nyaris tidak lepas dari sorotan kritisi cendekiawan.  Kaum cendekiawan terus bersuara dalam berbagai aspek kehidupan. Seperti dalam sosial politik, budaya, ekonomi, pendidikan, dan lain sejenisnya.  Sosok kehadiran cendekiawan di tengah pergulatan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara tak dapat ditampik, niscaya selalu berkontributif.  Kehadirannya memiliki peran dan fungsi yang strategis, oleh karena kehadirannya senantiasa hirau dan peduli terhadap permasalahan-permasalahan bangsa demi menjunjung derajat kemanusiaan. Dalam bahasa lain, seseorang yang merasa berkepentingan untuk memikirkan secara rasional dan sepanjang pengetahuannya tentang bangaimana suatu masyarakat atau kemanusiaan pada umumnya bisa hidup lebih baik.  Oleh karena, setiap bangsa dan negara secara langsung atau tidak langsung memutuhkan peran...