Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label pemda

Dana Mengendap, Pembangunan Tertunda

Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - Ketika dana publik yang seharusnya menggerakkan pembangunan justru mengendap di bank, kita tidak sedang membicarakan angka semata. Kita sedang menghadapi krisis kepercayaan, disfungsi fiskal, dan ketidakadilan struktural dalam tata kelola negara. Hingga kuartal III tahun 2025, lebih dari Rp 234 triliun dana pemerintah daerah (Pemda) tercatat tidak terserap dan tertahan di rekening bank. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut ini sebagai akibat dari rendahnya serapan belanja APBD, meski transfer dari pusat telah dilakukan tepat waktu. Pernyataan ini memicu ketegangan antarlembaga, memperlihatkan bahwa koordinasi fiskal kita belum sehat. Akar masalahnya lebih dalam. Banyak daerah menyusun anggaran tanpa mempertimbangkan kapasitas eksekusi. Proyek dirancang tanpa kesiapan lahan, SDM, atau dokumen pendukung. Sistem pengadaan yang berbelit, birokrasi yang lamban, dan minimnya partisipasi publik memperparah situasi....

Menghidupkan Kembali Dana "Tidur" APBD

  Foto istimewa Oleh Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung BELAKANGAN ini, isu dana Pemerintah Daerah (Pemda) yang "tidur" di bank, seperti yang disoroti oleh Menkeu Purbaya, bukanlah sekadar anomali musiman, melainkan manifestasi kronis dari disfungsi fundamental dalam arsitektur desentralisasi fiskal kita. Angka triliunan rupiah yang mengendap, jauh dari siklus perputaran ekonomi daerah telah menjadi bukti empiris bahwa fungsi alokasi, dan belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) belum berjalan secara optimal dan fungsional. Kritik dari pusat seringkali dibalas dengan pembelaan diri, yang argumennya cenderung bersifat teknis-prosedural, seperti lambatnya proses lelang, kesulitan regulasi pengadaan barang/jasa, atau keterbatasan kapasitas sumber daya manusia di daerah. Kendati valid, pembelaan ini hanya menyentuh epistemologi (cara mendapatkan pengetahuan/realisasi) masalah, bukan ontologi (hakikat) masalah yang sebenarnya. Hakikatnya adalah a...

Tata Cara dan Tahapan RPJPD, RPJMD, dan RKPD dalam Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia: Kajian Normatif dan Partisipatif

Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - PERENCANAAN pembangunan daerah merupakan instrumen strategis dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui tata kelola pemerintahan yang demokratis, efisien, dan berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, sistem ini diatur secara normatif melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan diperinci dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa perencanaan pembangunan daerah terdiri atas tiga dokumen utama: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Ketiganya disusun secara berjenjang, partisipatif, dan berorientasi hasil (UU No. 23/2014, Pasal 258). RPJPD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 tahun. Ia berfungsi sebagai arah strategis pembangunan daerah yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). RPJPD d...

Cuan di Atas Piring

Para siswa di Kabupaten Bandung Barat yang keracunan setelah mengkonsumsi Makanan Bergizi Gratis (Foto hasil tangkapan layar dari Kompas.id)   MENJUAL HARAPAN - “Lihatlah, Pak Guru,” ujar anak itu, tangannya memegang sebuah kotak makan berwarna mencolok. “Ini makan siang kami. Katanya, ini makanan yang penuh gizi.” “Iya, Nak,” jawab Pak Guru, matanya mengamati isi kotak itu. “Ini program dari Petinggi Negeri. Tujuannya baik, biar kalian tidak lapar dan bisa fokus belajar.” Anak itu membuka kotaknya. Di dalamnya, ada nasi, lauk, dan sepotong buah. Semuanya tampak standar. Tidak buruk, tapi juga tidak istimewa. “Tapi kenapa teman-teman saya banyak yang sakit perut, Pak Guru? Kemarin ayamnya terasa asam. Hari ini nasinya lengket, baunya agak aneh,” anak itu melanjutkan, raut wajahnya ragu. Pak Guru tidak langsung menjawab. Ia teringat percakapan di ruang guru kemarin. Banyak keluhan serupa dari guru-guru lain. Mereka sudah menyampaikannya ke “Makelar Proyek”, sebutan untuk orang-orang...

Membangun Demokrasi yang Bermakna

MENJUAL HARAPAN - Demokrasi bukan sekadar sistem pemerintahan; ia merupakan cara hidup yang menuntut keterlibatan, keberpihakan, dan keberanian untuk berubah. Di tengah tantangan zaman yang terus bergerak, demokrasi lokal harus mampu bernapas, menghidupi nilai-nilai etis, mendengar suara publik, dan menghasilkan kebijakan yang bermakna. Artikel ini mengajak kita untuk membangun demokrasi yang tidak hanya prosedural, tetapi juga reflektif dan berdampak. Demokrasi yang bernapas adalah demokrasi yang dijalankan dengan kesadaran. Tidak cukup hadir dalam pemilu lima tahunan, melainkan harus hadir dalam setiap keputusan kelembagaan. Amartya Sen (1999) menyatakan bahwa “Democracy is not just about voting, but about public reasoning.”  Maka, DPRD sebagai jantung demokrasi lokal harus menjadi ruang dialog, bukan sekadar ruang formalitas. Demokrasi pun mesti bergerak yang mampu beradaptasi. Di tengah perubahan teknologi, tuntutan transparansi, dan dinamika sosial, DPRD harus menja...

Refleksi Politik di Era Demokrasi yang Bergerak

Ilustrasi politisi sedang pidato politik  MENJUAL HARAPAN  - Demokrasi   hari ini tidak lagi berjalan di jalur yang datar dan terprediksi. Ia bergerak, berbelok, dan kadang bergejolak. Di tengah era yang ditandai oleh keterbukaan informasi, tekanan elektoral, dan tuntutan partisipasi publik yang semakin tinggi, politik tidak cukup dijalankan dengan kalkulasi. Ia harus dijalankan dengan refleksi. Artikel ini mengajak wakil rakyat untuk menjadikan refleksi sebagai bagian dari praktik politik, agar demokrasi tidak hanya berjalan, tetapi juga bernapas dan bermakna. Refleksi politik bukanlah kemewahan intelektual, melainkan kebutuhan etis. Ketika keputusan diambil tanpa refleksi, maka politik kehilangan arah. Max Weber (1919) menegaskan bahwa “Politik yang bermakna adalah politik yang dijalankan dengan tanggung jawab, bukan dengan hasrat kekuasaan.” Maka, wakil rakyat harus mampu berhenti sejenak di tengah dinamika, untuk bertanya: apakah keputusan ini berpihak? Apakah ia berd...

Wakil Rakyat yang Teruji di Tengah Dinamika Demokrasi

MENJUAL HARAPAN  - Demokrasi   bukanlah sistem yang statis. Ia bergerak, berubah, dan terus diuji oleh dinamika sosial, politik, dan teknologi. Karenanya, d i tengah arus perubahan ini, wakil rakyat dituntut bukan hanya untuk hadir, tetapi untuk teruji—secara etis, reflektif, dan substantif. Artikel ini mengajak kita untuk memahami bahwa menjadi wakil rakyat yang teruji berarti mampu menjaga komitmen publik di tengah kompleksitas demokrasi yang terus berkembang. Dinamika demokrasi lokal di Indonesia tidak lepas dari tekanan elektoral, fragmentasi politik, dan tuntutan transparansi. Wakil rakyat yang teruji adalah mereka yang mampu berdiri tegak di tengah tekanan, tanpa kehilangan arah dan nilai. Max Weber (1919)  mengemuakan bahwa “Politik yang bermakna adalah politik yang dijalankan dengan tanggung jawab, bukan dengan ambisi.” Maka, ujian sejati bukan datang dari lawan politik, tetapi dari konsistensi terhadap prinsip. Fungsi DPRD—legislasi, penganggaran, dan pengawasan—...

Ujian Sejati Dimulai Setelah Terpilih

MENJUAL HARAPAN - Pemilihan   umum  merupakan  titik awal, bukan titik akhir. Ketika seorang calon legislatif terpilih menjadi anggota DPRD, ia tidak serta-merta menjadi wakil rakyat yang efektif. Justru di sanalah ujian sejati dimulai—ujian tentang integritas, keberpihakan, konsistensi, dan kemampuan untuk menjadikan demokrasi sebagai ruang yang bernapas. Artikel ini , mengajak kita untuk melihat masa jabatan bukan sebagai masa kekuasaan, tetapi sebagai ruang pertanggungjawaban publik yang terus-menerus. Dalam sistem demokrasi lokal, keterpilihan adalah mandat elektoral, tetapi ujian sejati adalah bagaimana mandat itu dijalankan. Max Weber (1919) menyatakan bahwa “Tanggung jawab adalah inti dari politik yang bermakna.” Maka, wakil rakyat yang terpilih harus siap diuji oleh publik, oleh etika, dan oleh dampak dari setiap keputusan yang diambil. Itu sebabnya, f ungsi -fungsi DPRD , yaitu legislasi, penganggaran, dan pengawasan. B ukan sekadar tugas administratif, melainkan...

Menjadi Wakil Rakyat Tidak Hanya Terpilih, Tapi Teruji

MENJUAL HARAPAN - Pemilihan umum merupakan gerbang masuk menuju ruang representasi, tetapi bukan jaminan bahwa seseorang telah siap menjadi wakil rakyat. Terpilih adalah pengakuan elektoral, sementara teruji adalah proses etis dan reflektif yang berlangsung sepanjang masa jabatan. Dalam konteks DPRD, menjadi wakil rakyat yang teruji berarti menjalankan fungsi kelembagaan dengan integritas, keberpihakan, dan kesadaran akan dampak sosial dari setiap keputusan. Demokrasi lokal membutuhkan wakil rakyat yang tidak hanya hadir secara politik, tetapi juga secara moral. Seperti dikemukakan oleh Max Weber (1919), “Politik yang bermakna adalah politik yang dijalankan dengan tanggung jawab, bukan dengan ambisi.” Maka, keterpilihan harus diikuti dengan proses pembuktian: apakah wakil rakyat mampu menjaga etika, mendengar publik, dan berpihak pada keadilan. Fungsi DPRD mencakup legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Ketiganya menuntut kapasitas analitis, keberanian politik, dan komitmen etis. Ter...

Wakil Rakyat, Menjalankan Fungsi dengan Nurani

MENJUAL HARAPAN  - Menjadi   wakil rakyat bukan sekadar menjalankan mandat elektoral, melainkan mengemban amanah publik yang menuntut kejujuran, keberpihakan, dan refleksi. Di tengah kompleksitas demokrasi lokal, fungsi DPRD harus dijalankan bukan hanya dengan kecakapan teknis, tetapi dengan nurani yang hidup. Karenanya, b agi anggota DPRD agar fungsi representatif tidak kehilangan makna, dan demokrasi tetap bernapas melalui sikap yang bertanggung jawab. Fungsi DPRD mencakup legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Ketiganya adalah instrumen konstitusional yang memberi kekuatan kepada wakil rakyat untuk mengarahkan jalannya pemerintahan daerah. K ekuatan ini harus dijalankan dengan kesadaran bahwa setiap keputusan menyentuh kehidupan nyata masyarakat. Seperti dikemukakan oleh Amartya Sen (1999), “Keadilan bukan hanya soal institusi, tetapi soal bagaimana keputusan memengaruhi kehidupan orang lain.” Maka, fungsi kelembagaan harus dijalankan dengan keberpihakan sosial. Etika men...

Menjaga Demokrasi Tetap Bernapas, Reflektif Hak dan Kewajiban DPRD

  “ Bahwa setiap hak adalah tanggung jawab, dan setiap kewajiban adalah ruang keberpihakan. Demokrasi yang bernapas lahir dari wakil rakyat yang sadar akan makna konstitusionalnya ”   MENJUAL HARAPAN  -  Demokrasi yang bernapas bukanlah demokrasi yang hanya hidup dalam prosedur, melainkan demokrasi yang dijalankan dengan kesadaran, keberpihakan, dan refleksi. Dalam konteks kelembagaan DPRD, menjaga demokrasi tetap bernapas berarti menjalankan hak dan kewajiban secara seimbang, etis, dan berdampak. Artikel  menyelami  untuk memahami bahwa setiap hak adalah tanggung jawab, dan setiap kewajiban adalah ruang keberanian. Hak DPRD, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, mencakup hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Hak ini memberi kekuatan kepada DPRD untuk mengawasi jalannya pemerintahan daerah. Namun, kekuatan ini bukan untuk dominasi, melainkan untuk koreksi. Seperti dikemukakan oleh Saldi Isra (2017), “Hak legislatif ...

Pelayanan Publik dan Krisis Makna, Sebuah Catatan untuk Tafsir Etis

“ Makna harus terus dibuka, agar pelayanan tak kehilangan jiwa . ” MENJUAL HARAPAN - DEWASA ini, banjir istilah pelayanan publik terdengar megah , akan tetapi terasa kosong . Pertanyaan mendasarnya, apakah makna masih hidup dalam kata-kata yang kita pakai untuk melayani?   Catatan kecil ini, mencoba mengelaborasi menelusuri kembali pentingnya makna dari sekedar jargon untuk merawat pelayanan melalui bahasa yang hidup, etis dan berpihak. Dalam peradaban yang terus makin didominasi oleh kata efisiensi dan kalkulasi, kata-kata kehilangan nyawa. Istilah-istilah dalam pelayanan publik , lebih sering tampil sebagai jargon teknokratis yang terlepas dari denyut hidup masyarakat yang sesungguhnya. Padahal, bahasa bukan sekadar medium komunikasi , ia merupakan jendela nilai, dan cermin relasi kuasa  dalam penentu arah. "Akses", "pelibatan", "partisipasi", bahkan "publik" itu sendiri, telah menjadi kata-kata usang , bukan karena maknanya tidak penting, teta...