Langsung ke konten utama

Cuan di Atas Piring

Para siswa di Kabupaten Bandung Barat yang keracunan setelah mengkonsumsi Makanan Bergizi Gratis (Foto hasil tangkapan layar dari Kompas.id) 


MENJUAL HARAPAN - “Lihatlah, Pak Guru,” ujar anak itu, tangannya memegang sebuah kotak makan berwarna mencolok. “Ini makan siang kami. Katanya, ini makanan yang penuh gizi.”

“Iya, Nak,” jawab Pak Guru, matanya mengamati isi kotak itu. “Ini program dari Petinggi Negeri. Tujuannya baik, biar kalian tidak lapar dan bisa fokus belajar.”

Anak itu membuka kotaknya. Di dalamnya, ada nasi, lauk, dan sepotong buah. Semuanya tampak standar. Tidak buruk, tapi juga tidak istimewa.

“Tapi kenapa teman-teman saya banyak yang sakit perut, Pak Guru? Kemarin ayamnya terasa asam. Hari ini nasinya lengket, baunya agak aneh,” anak itu melanjutkan, raut wajahnya ragu.

Pak Guru tidak langsung menjawab. Ia teringat percakapan di ruang guru kemarin. Banyak keluhan serupa dari guru-guru lain. Mereka sudah menyampaikannya ke “Makelar Proyek”, sebutan untuk orang-orang yang mengelola program ini.

“Pak Guru, mereka bilang ‘terima saja, yang penting ada’,” kata anak itu, seolah bisa membaca pikiran gurunya. “Tapi ini perut kami, Pak Guru. Kalau sakit, kami tidak bisa belajar.”

Pak Guru menghela napas. “Nak, begini. Ada banyak orang yang terlibat di balik kotak makanan ini. Ada yang serius ingin memberikan makanan terbaik, tapi ada juga yang hanya melihat ini sebagai ‘proyek’."

"Proyek itu apa, Pak Guru?"

"Proyek itu cara untuk mendapatkan uang. Mereka tidak peduli dengan kualitas makanan, yang penting uang yang masuk ke kantong mereka besar. Makelar Proyek itu cuma mikirin 'cuan', Nak, bukan gizi di perut kalian."

“Lalu kenapa tidak ada yang mengawasi, Pak Guru?” tanya anak itu dengan polos. “Bukankah Petinggi Negeri menjanjikan yang terbaik?”

“Mereka mengawasi, Nak. Tapi seperti kata pepatah, 'ada uang, ada jalan.' Para makelar itu pintar mencari celah. Mereka tahu bagaimana membuat laporannya terlihat bagus, meskipun di lapangan kenyataannya berbeda.”

Anak itu menatap kotaknya lagi. Nasi yang lengket, ayam yang entah dimasak kapan, dan buah yang layu. Sepertinya ia mengerti mengapa teman-temannya seringkali sakit. Makanan yang seharusnya menjadi sumber energi justru berubah menjadi bom waktu.

“Jadi, kami yang jadi korbannya, Pak Guru?” suara anak itu terdengar sedih.

"Setiap kali ada yang sakit, itulah bukti bahwa program ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bahwa ada yang mengambil keuntungan dari penderitaan kalian," jawab Pak Guru, penuh keprihatinan. "Itu yang namanya kritik, Nak. Itu suara dari perut yang lapar, yang tidak bisa lagi menahan sakit karena ketidakpedulian." (Sutisna_267)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengawasan Melekat (Waskat)

silahudin Ada ragam pengawasan dalam penyelenggaraan roda pemerintahan, dan salah satunya adalah pengawasan melekat. Pengawasan melekat disingkat WASKAT merupakan salah satu kegiatan manajemen dalam mewujudkan terlaksananya tugas-tugas umum pemerintah (an) dan pembangunan. Waskat, sesungguhnya merupakan kegiatan manajemen sehari-hari yang dilakukan oleh pipinan atau atasan instandi pemerintah dalam setiap satuan unit kerjanya. Apa itu pengawasan melekat? dapat disimak pada video ini.

Menyelami Makna Peribahasa Sunda "Asa Peunggas Leungeun Katuhu"

   Ilustrasi Jenis Pakaian Adat Sunda (Foto tangkapan layer dari  https://learningsundanese.com/pakaian-adat-sunda-jenis-jenis-dan-makna-simbolik/ ) Menjual Harapan – Pergulatan pergaulan kehidupan taubahnya berdampingan antara baik dan buruk. Ragam situasi buruk perlu dihindari, karena berakibat buruk pada khususnya diri sendiri, bahkan dalam kehidupan masyarakat, dan negara. Menelusuri mencari sumber masalah yang menimbulkan situasi buruk tersebut dan menemukannya, berarti setidakanya setengah telah mengatasi situasi tersebut. Ada dalam peribahasa Sunda yang populer, yaitu “Asa peunggas leungeun katuhu” . Secara harfiah berarti “harapan di ujung tangan kanan”. Pesan filosofisnya peribahasa Sunda ini mengajarkan pentingnya mempunyai harapan dan tekad kuat dalam menghadapi berbagai situasi yang sulit. “Leungeun katuhu” (tangan kanan) disimbolkan atau dilambangkan sebagai kekuatan dan kemampuan untuk mencapai tujuan. Iman Budhi Santoso (2016: 601) menjelaskan makna dari ...

Konsistensi Cendekiawan “Memanusiakan” Peradaban

Ilustrasi gambar seorang cendekiawan (Foto hasil proses chat gpt) MENJUAL HARAPAN - Pergulatan berbagai kehidupan negara bangsa ini (nation state) , tampak nyaris tidak lepas dari sorotan kritisi cendekiawan.  Kaum cendekiawan terus bersuara dalam berbagai aspek kehidupan. Seperti dalam sosial politik, budaya, ekonomi, pendidikan, dan lain sejenisnya.  Sosok kehadiran cendekiawan di tengah pergulatan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara tak dapat ditampik, niscaya selalu berkontributif.  Kehadirannya memiliki peran dan fungsi yang strategis, oleh karena kehadirannya senantiasa hirau dan peduli terhadap permasalahan-permasalahan bangsa demi menjunjung derajat kemanusiaan. Dalam bahasa lain, seseorang yang merasa berkepentingan untuk memikirkan secara rasional dan sepanjang pengetahuannya tentang bangaimana suatu masyarakat atau kemanusiaan pada umumnya bisa hidup lebih baik.  Oleh karena, setiap bangsa dan negara secara langsung atau tidak langsung memutuhkan peran...