Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label polri

DPR Desak Presiden Prabowo Tarik Polisi Aktif dari Jabatan Sipil Pasca Putusan MK

MENJUAL HARAPAN — Komisi III DPR RI mendesak Presiden Prabowo Subianto segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil. Desakan ini muncul menyusul putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menyatakan bahwa penempatan polisi aktif di jabatan sipil bertentangan dengan prinsip netralitas dan profesionalisme institusi kepolisian. Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, menegaskan bahwa Presiden Prabowo harus segera menarik anggota Polri dari jabatan sipil yang tidak berkaitan langsung dengan tugas kepolisian. “Presiden Prabowo adalah pemimpin yang taat konstitusi. Kami harap beliau segera mengembalikan anggota Polri aktif ke institusi induknya,” ujar Benny sebagaimana dikutif Kompas.id (14/11/2025) Putusan MK tersebut menegaskan bahwa jabatan sipil hanya dapat diisi oleh anggota Polri yang telah pensiun atau mengundurkan diri dari dinas aktif. Hal ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023...

Menegakkan Putusan MK tentang Polisi di Jabatan Sipil

ilustrasi (foto hasil tangkapan dari  https://www.kedaipena.com) MENJUAL HARAPAN  - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil bukan sekadar koreksi terhadap praktik birokrasi yang menyimpang, melainkan penegasan ulang terhadap prinsip dasar negara hukum dan demokrasi substantif. Dalam negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum, tidak boleh ada ambiguitas dalam batas kewenangan institusi negara. Selama ini, penempatan polisi aktif di jabatan sipil telah menimbulkan tumpang tindih fungsi, kaburnya akuntabilitas, dan potensi konflik kepentingan. Ketika aparat penegak hukum merangkap sebagai pejabat administratif, maka prinsip checks and balances  yang menjadi fondasi demokrasi menjadi rapuh. Dalam konteks ini, MK hadir sebagai penjaga konstitusi yang mengingatkan bahwa kekuasaan harus dibatasi oleh hukum, bukan dikendalikan oleh loyalitas institusional. Desakan DPR kepada Presiden Prabowo untuk segera menarik polisi aktif d...

17+8 Tuntutan Rakyat yang Menggugat Nurani Bangsa

MENJUAL HARAPAN  - Fenomena   “17+8 Tuntutan Rakyat” yang merebak di Indonesia sejak akhir Agustus 2025 ,  merupakan ekspresi kolektif dari keresahan publik terhadap akumulasi ketidakadilan sosial, ketimpangan politik, dan lemahnya akuntabilitas institusi negara. Angka 17+8 bukan sekadar simbol matematis, melainkan representasi dari 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang yang dirumuskan oleh masyarakat sipil, aktivis, dan influencer lintas sektor. Gerakan ini lahir dari momentum demonstrasi besar-besaran yang dipicu oleh isu kenaikan tunjangan DPR, kekerasan aparat, dan kematian tragis Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek daring yang dilindas kendaraan taktis Brimob. (Lihat:  detik.com ,  dw.com ). Secara substansi, 17 tuntutan jangka pendek menyoroti isu-isu mendesak seperti transparansi anggaran DPR, penghentian kekerasan aparat, pembebasan demonstran, dan penegakan disiplin institusi keamanan. Sementara 8 tuntutan jangka panjang mengarah p...

Tragedi Pejompongan, Nyawa Ojol di Tengah Gas Air Mata

Foto hasil tangkapan layar dari  tempo.co “ Kisah benturan demonstrasi 28 Agustus 2025 yang berujung maut, membuka luka relasi antara warga dan aparat ” MENJUAL HARAPAN - Ba’da magrib, Kamis, 28 Agustus 2025, riuh ribuan massa di sekitar DPR/MPR RI belum benar-benar reda. Di koridor Pejompongan—tanah genting antara Senayan dan Tanah Abang—lampu strobo menyapu jalanan yang penuh serpihan spanduk, botol air, dan sisa gas air mata. Di tengah kepungan itu, sebuah rantis bertanda “BRIMOB” menerobos arus manusia. Detik berikutnya menjadi tragis: seorang pengemudi ojek online (ojol) terserempet, jatuh, dan terlindas. “Mobil tidak berhenti, melainkan terus maju,” kata seorang saksi dalam kesaksian yang beredar malam itu. Peristiwa tersebut memantik gelombang murka publik, terutama komunitas ojol yang merasa “satu jaket, satu nasib.” (lihat:  liputan6.com ,  detik.com ).   Kronologi versi lapangan menggambarkan momen kejar-kejaran aparat mendorong massa dari Jalan Pejomponga...

Menyoroti Partnership Building Reformasi Polri

Ilustrasi  (foto hasil tangkapan layar dari https://www.hukumonline.com) Oleh Silahudin*) Dorongan objektif maupun subjektif terhadap pembenahan rezim Polri, secara niscaya, terus menerus disuarakan oleh berbagai kalangan. Entah itu berupa hujatan-hujatan yang acapkali (kalau tidak selalu) muncul, karena Polri dianggap tidak peka terhadap kemauan publi k. B ahkan secara kultur P olri masih elitis  dan bertindak militeristis. Padahal, Polri sebagaimana dimanatkan Undang-Undang Dasar 1945, menjaga keamanan, ketertiban, dan mengayomi. Pertanyaannya, bagaimana dengan grand strategy reformasi birokrasi Polri? Apakah sudah terinternalisasi reformasinya itu, atau jangan-jangan reformasinya itu sekadar lip service dan tidak membumi terhadap perilaku Polri itu sendiri? Sementara sikap “gagah-gagahan” terus terulang seperti kasus kekerasan di Mesuji (Lampung dan Sumatera Selatan) dan Sape, Bima (Nusa Tenggara Barat).   Catatan kecil ini dimaksudkan untuk mengingatkan kembali ...