Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label tata kelola pemerintahan

Reformasi Hukum & Tata Kelola Negara: Harapan Keadilan dan Risiko Oligarki

  Presiden Prabowo Subianto, di dalam Sidang Tahunan MPR RI, 15/8/2025 (Foto tangkapan layar dari Kompas.id) MENJUAL HARAPAN - Reformasi hukum dan tata kelola negara dengan enak, dan tidak seenaknya, itulah pesan substansial dalam pidato Presiden Prabowo Subianto di dalam Sidang Tahunan MPR (15/8/2025).  Presiden Prabowo menekankan pentingnya reformasi hukum dan tata kelola negara , dengan menyoroti penegakan hukum terhadap korporasi nakal, peningkatan gaji hakim, penertiban lahan sawit ilegal, dan memberikan apresiasi terhadap kinerja lembaga tinggi negara. Sekilas, agenda ini tampak sebagai wujud komitmen negara untuk memperkuat rule of law , dan menegakkan tata kelola yang transparan. Dalam optik sosiologi politik, agenda ini menyimpan dimensi yang lebih kompleks, yaitu: hukum bukan hanya instrumen keadilan, tetapi juga alat legitimasi dan kontrol negara terhadap masyarakat. Penegakan hukum terhadap korporasi nakal , terutama dalam kasus penyalahgunaan lahan sawit ileg...

Digitalisasi Tanpa Jiwa

MENJUAL HARAPAN - Digitalisasi , dalam wacana pemerintahan hari ini, telah menjadi mantra.   Ia disebut dalam pidato, ditulis dalam rencana strategis, dan dipamerkan dalam bentuk aplikasi. Akan tetapi, di balik gemerlapnya, digitalisasi sering kali kehilangan jiwa—terlepas dari makna, etika, dan keberpihakan. Warga sering kali bingung di hadapan layanan digital.  Mereka diminta mengunduh aplikasi, mengisi formulir daring, dan mengikuti prosedur yang tak dijelaskan. Di desa tanpa sinyal, di komunitas tanpa literasi digital, digitalisasi menjadi tembok, bukan jembatan. Dalam dialog komunitas, muncul keluhan: “Kami lebih paham bicara langsung daripada klik-klik.”  Ini bukan penolakan terhadap teknologi, tetapi ekspresi kebutuhan akan pendekatan yang manusiawi. Digitalisasi yang tak kontekstual adalah bentuk baru dari eksklusi. Digitalisasi juga sering kali menjadi topeng birokrasi.  Layanan yang lambat dibungkus dengan antarmuka modern. Ketidakhadiran petugas digantikan...

Kewenangan Gubernur dalam Penetapn Pergub tentang Penjabaran, dan Perubahan APBD

MENJUAL HARAPAN - Peraturan Gubernur (Pergub) berperan penting sebagai instrumen teknis dalam implementasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).  Apakah Peraturan Gubernur yang memuat perubahan penjabaran APBD dapat ditetapkan tanpa adanya Perda Perubahan APBD? Bagaimana kedudukan hukum Pergub dalam sistem perencanaan dan penganggaran daerah? Dasar Hukumnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Permendagri No. 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Seiring dengan itu, Pergub hanya dapat ditetapkan berdasarkan Perda APBD atau Perda Perubahan APBD. Pasal 140 Permendagri 77/2020 menyatakan Pergub Penjabaran APBD atau Perubahan hanya dapat berubah jika telah ditetapkan Perda perubahan APBD, kecuali untuk penyesuaian teknis administratif yang tidak memengaruhi substansi. Pergub tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengubah postur anggaran yang telah disetujui DPRD melalui Perda. Dengan demi...