Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label kampanye

MENTERTAWAKAN NEGERI INI

Oleh: Silahudin MENJUAL HARAPAN - Mentertawakan negeri ini bukan karena kita tak cinta. Justru karena cinta itu terlalu dalam, hingga luka-lukanya tak bisa lagi ditangisi. Maka tawa menjadi pelipur, menjadi peluru, menjadi peluit panjang di tengah pertandingan yang tak pernah adil. Negeri ini, seperti panggung sandiwara, di mana aktor utamanya tak pernah lulus audisi nurani. Di ruang-ruang kekuasaan, kita menyaksikan para pemimpin berdialog dengan teleprompter, bukan dengan hati. Mereka bicara tentang rakyat, tapi tak pernah menyapa rakyat. Mereka bicara tentang pembangunan, tapi tak pernah membangun kepercayaan. Maka kita tertawa, bukan karena lucu, tapi karena getir yang terlalu lama dipendam. Pendidikan, katanya, adalah jalan keluar. Tapi di negeri ini, sekolah adalah lorong panjang menuju penghapusan imajinasi. Anak-anak diajari menghafal, bukan memahami. Mereka diuji untuk patuh, bukan untuk berpikir. Guru-guru digaji dengan janji, sementara kurikulum berganti seperti musim, tanpa...

Oligarki di Balik Bendera

MENJUAL HARAPAN - Bendera merah-putih berkibar di setiap sudut negeri menjelang 17 Agustus.  Ia menjadi simbol kebanggaan, identitas, dan kemerdekaan. Akan tetapi, di balik kibaran itu, ada bayang-bayang kekuasaan yang tak terlihat , oligarki yang menyusup ke dalam jantung negara, mengatur arah tanpa suara rakyat. Oligarki bukan sekadar dominasi ekonomi, tetapi juga dominasi narasi.  Mereka menentukan apa yang layak diberitakan, siapa yang layak dipilih, dan bagaimana sejarah ditulis. Dalam sistem demokrasi yang prosedural, oligarki menjadi penentu hasil, bukan rakyat. Di balik bendera, ada yang mendanai kampanye, mengatur regulasi, dan memonopoli sumber daya.  Mereka tak perlu duduk di kursi pemerintahan, karena mereka sudah mengendalikan tombol-tombolnya. Negara menjadi panggung, dan rakyat hanya penonton. Dalam refleksi filosofis, oligarki adalah bentuk pengkhianatan terhadap kontrak sosial.  Ia merusak prinsip keadilan distributif, mengabaikan etika publik, dan m...