Langsung ke konten utama

MENTERTAWAKAN NEGERI INI



Oleh: Silahudin

MENJUAL HARAPAN - Mentertawakan negeri ini bukan karena kita tak cinta. Justru karena cinta itu terlalu dalam, hingga luka-lukanya tak bisa lagi ditangisi. Maka tawa menjadi pelipur, menjadi peluru, menjadi peluit panjang di tengah pertandingan yang tak pernah adil. Negeri ini, seperti panggung sandiwara, di mana aktor utamanya tak pernah lulus audisi nurani.

Di ruang-ruang kekuasaan, kita menyaksikan para pemimpin berdialog dengan teleprompter, bukan dengan hati. Mereka bicara tentang rakyat, tapi tak pernah menyapa rakyat. Mereka bicara tentang pembangunan, tapi tak pernah membangun kepercayaan. Maka kita tertawa, bukan karena lucu, tapi karena getir yang terlalu lama dipendam.

Pendidikan, katanya, adalah jalan keluar. Tapi di negeri ini, sekolah adalah lorong panjang menuju penghapusan imajinasi. Anak-anak diajari menghafal, bukan memahami. Mereka diuji untuk patuh, bukan untuk berpikir. Guru-guru digaji dengan janji, sementara kurikulum berganti seperti musim, tanpa pernah tahu arah angin.

Di kampus, para akademisi sibuk menulis jurnal untuk dinilai oleh algoritma, bukan oleh masyarakat. Pengetahuan menjadi komoditas, bukan cahaya. Seminar-seminar penuh slide, tapi kosong makna. Maka kita tertawa, karena ilmu yang seharusnya membebaskan, kini terpenjara dalam birokrasi akreditasi.

Birokrasi adalah labirin, bukan jembatan. Surat menyurat lebih penting daripada suara rakyat. Meja-meja penuh stempel, tapi miskin empati. Pelayanan publik menjadi ritual administratif, bukan ruang perjumpaan. Maka kita tertawa, karena urusan KTP saja bisa menjadi drama panjang yang mengalahkan sinetron.

Di jalanan, hukum berjalan dengan kaki pincang. Polisi menilang dengan senyum, tapi lupa menegakkan keadilan. Jaksa bicara pasal, tapi lupa rasa. Pengacara menjual logika, tapi membeli pengaruh. Maka kita tertawa, karena keadilan di negeri ini sering kali tergantung pada siapa yang bicara lebih dulu.

Media massa, yang dulu menjadi lentera, kini menjadi layar kaca yang memantulkan bayangan kekuasaan. Berita menjadi komoditas, bukan kebenaran. Wartawan dibayar untuk diam, bukan untuk bertanya. Maka kita tertawa, karena headline hari ini lebih banyak menghibur daripada menggugat.

Agama, yang seharusnya menjadi pelipur, kini menjadi palu. Mimbar-mimbar dipenuhi retorika, bukan refleksi. Doa menjadi formalitas, bukan perjumpaan. Ulama dipilih karena popularitas, bukan karena kedalaman jiwa. Maka kita tertawa, karena surga pun kini bisa ditawarkan lewat paket donasi.

Di pasar, harga-harga naik seperti doa yang tak kunjung terkabul. Pedagang kecil digilas oleh ritel besar. Petani menanam harapan, tapi panen kekecewaan. Nelayan melaut dengan doa, pulang dengan utang. Maka kita tertawa, karena ekonomi rakyat hanya menjadi statistik dalam pidato tahunan.

Anak muda, katanya, adalah harapan. Tapi mereka dibentuk untuk menjadi pengikut, bukan pemimpin. Kreativitas mereka dibatasi oleh algoritma, keberanian mereka dibungkam oleh regulasi. Maka kita tertawa, karena generasi yang seharusnya mengguncang dunia, justru sibuk mencari likes.

Di ruang politik, janji adalah mata uang. Kampanye adalah teater, bukan kontrak sosial. Partai-partai berganti warna, tapi tidak pernah berganti watak. Maka kita tertawa, karena demokrasi di negeri ini lebih mirip undian berhadiah daripada proses pematangan akal publik.

Kita tertawa bukan karena kita tak peduli. Justru karena kepedulian itu sudah terlalu lama diabaikan. Tawa kita adalah bentuk perlawanan, bentuk refleksi, bentuk doa yang tak lagi bisa diucapkan dengan kata-kata. Tawa kita adalah suara yang tak bisa dibungkam.

Mentertawakan negeri ini merupakan cara kita menjaga kewarasan. Di tengah absurditas yang terus dipelihara, kita memilih tertawa agar tak gila. Kita tertawa sambil menulis, sambil merancang, sambil membangun ruang-ruang kecil yang masih bisa dipercaya. Kita tertawa sambil berharap, bahwa suatu hari, negeri ini akan tertawa bersama kita—bukan karena luka, tapi karena sembuh.

Dan jika suatu hari tawa itu berubah menjadi tangis kemenangan, maka kita tahu: kita pernah tertawa bukan untuk mengolok, tapi untuk mengingatkan. Kita pernah tertawa bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk membangunkan. Kita pernah tertawa karena kita terlalu cinta untuk diam.

Mentertawakan negeri ini adalah puisi yang belum selesai. Ia akan terus ditulis oleh mereka yang tak menyerah. Oleh guru yang tetap mengajar dengan hati. Oleh jurnalis yang tetap menulis dengan nurani. Oleh rakyat yang tetap berjalan meski jalanan penuh lubang. Dan oleh kita—yang memilih tertawa, agar negeri ini tak kehilangan harapan. 

*) Silahudin, Pemerhati Sosial Politik, dan Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung, Prodi Ilmu Administrasi Negara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tata Cara dan Tahapan RPJPD, RPJMD, dan RKPD dalam Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia: Kajian Normatif dan Partisipatif

Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - PERENCANAAN pembangunan daerah merupakan instrumen strategis dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui tata kelola pemerintahan yang demokratis, efisien, dan berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, sistem ini diatur secara normatif melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan diperinci dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa perencanaan pembangunan daerah terdiri atas tiga dokumen utama: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Ketiganya disusun secara berjenjang, partisipatif, dan berorientasi hasil (UU No. 23/2014, Pasal 258). RPJPD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 tahun. Ia berfungsi sebagai arah strategis pembangunan daerah yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). RPJPD d...

Persita Tangerang Gulingkan Trend Positif PSIM Yogyakarta

  MENJUAL HARAPAN - Pekan kedelapan BRI Super League 2025/2026, menjadi momen keberuntungan Persita Tangerang saat menjamu tim PSIM Yogyakarta yang berlangsung di Stadion Indomilk Arena, Tangerang, Jumat (17/10/2025). Pendekar Cisadane menggulingkan trend positif PSIM Yogyakarta dengan kemenangan 4-0. Eber Bessa menggolkan gol pembuka atas operan pemain setimnya Rayco Rodriguez   pada menit ke 23. K edudukan 1-0 ini tidak alami perubahan lagi hingga pertandingan turun minum. U sai istirahat, kedua kesebelasan kembali ke lapangan, tuan rumah Persita Tangerang yang sementara sudah unggul 1-0 atas PSIM Yogayarkta, tampak aksi-aksi serangannya terus menekan pertahanan tim lawan. S erangan demi serangan para pemain Pendekar Cisadane ini akhirnya kembali membobol gawang kiper PSIM pada meint ke-70 yang dicetak oleh Rayco Rodriguez . S udah unggul 2 gol, Persita Tangerang makin agresif melakukan serangan demi serangannya, kendati para pemain PSIM berusaha menghadangnya, namun hadanga...

Arema FC Sukses Bawa Pulang Tiga Poin dari Markas PSM Makasar

  MENJUAL HARAPAN - PSM Makasar di pekan kedelapan BRI Super League musim 2025/2026 menjamu Arema FC yang berlangsung tanding di Stadion Gelora BJ Habibie, pare-pare, Minggu (19/10/2025). K ick off babak pertama dimulai, PSM Makasar langsung tancap gas menekan pertahanan Arema FC, dan tekanan ke pertahanan Arema FC terus terjadi sehingga membuat para pemain Arema FC kewalahan menghadang gerakan para pemain PSM Makasar. S erangan demi serangan pemain tuan rumah yang terus terjadi di awal babak pertama ke pertahanan Singo Edan, akhirnya pertahanannya bobol juga pada menit ke-5. T uan rumah berhasil menggetarkan gawang kiper Arema FC yang dicetak oleh Victor Luiz. U nggul lebih dahulu, PSM Makasar tampak makin gereget untuk terus mencipta gol dengan aksi-aksi serangannya ke pertahanan Arema FC, namun hadangan demi hadangan para pemain Arema FC juga tidak kalah hebatnya menggagagalkannya. K edudukan 1-0 masih belum berubah hingga akhirnya babak pertama berakhir. B abak kedua dimulai, k...