Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label pendidikan

Cuan di Atas Piring

Para siswa di Kabupaten Bandung Barat yang keracunan setelah mengkonsumsi Makanan Bergizi Gratis (Foto hasil tangkapan layar dari Kompas.id)   MENJUAL HARAPAN - “Lihatlah, Pak Guru,” ujar anak itu, tangannya memegang sebuah kotak makan berwarna mencolok. “Ini makan siang kami. Katanya, ini makanan yang penuh gizi.” “Iya, Nak,” jawab Pak Guru, matanya mengamati isi kotak itu. “Ini program dari Petinggi Negeri. Tujuannya baik, biar kalian tidak lapar dan bisa fokus belajar.” Anak itu membuka kotaknya. Di dalamnya, ada nasi, lauk, dan sepotong buah. Semuanya tampak standar. Tidak buruk, tapi juga tidak istimewa. “Tapi kenapa teman-teman saya banyak yang sakit perut, Pak Guru? Kemarin ayamnya terasa asam. Hari ini nasinya lengket, baunya agak aneh,” anak itu melanjutkan, raut wajahnya ragu. Pak Guru tidak langsung menjawab. Ia teringat percakapan di ruang guru kemarin. Banyak keluhan serupa dari guru-guru lain. Mereka sudah menyampaikannya ke “Makelar Proyek”, sebutan untuk orang-orang...

MENTERTAWAKAN NEGERI INI

Oleh: Silahudin MENJUAL HARAPAN - Mentertawakan negeri ini bukan karena kita tak cinta. Justru karena cinta itu terlalu dalam, hingga luka-lukanya tak bisa lagi ditangisi. Maka tawa menjadi pelipur, menjadi peluru, menjadi peluit panjang di tengah pertandingan yang tak pernah adil. Negeri ini, seperti panggung sandiwara, di mana aktor utamanya tak pernah lulus audisi nurani. Di ruang-ruang kekuasaan, kita menyaksikan para pemimpin berdialog dengan teleprompter, bukan dengan hati. Mereka bicara tentang rakyat, tapi tak pernah menyapa rakyat. Mereka bicara tentang pembangunan, tapi tak pernah membangun kepercayaan. Maka kita tertawa, bukan karena lucu, tapi karena getir yang terlalu lama dipendam. Pendidikan, katanya, adalah jalan keluar. Tapi di negeri ini, sekolah adalah lorong panjang menuju penghapusan imajinasi. Anak-anak diajari menghafal, bukan memahami. Mereka diuji untuk patuh, bukan untuk berpikir. Guru-guru digaji dengan janji, sementara kurikulum berganti seperti musim, tanpa...

Demokrasi Tanpa Demos

MENJUAL HARAPAN - Demokrasi   lahir dari gagasan bahwa kekuasaan berasal dari rakyat.  Ia a dalah janji bahwa setiap suara berarti, setiap warga berhak menentukan arah, dan setiap keputusan harus lahir dari partisipasi. Namun, ketika demos - rakyat   dihilangkan, demokrasi menjadi kulit tanpa isi. Dalam praktik politik hari ini, demokrasi sering kali hanya berarti pemilu.  Warga diminta memilih, tetapi tak pernah diajak bicara. Mereka diberi hak suara, tetapi tak diberi ruang tafsir. Demokrasi menjadi ritual lima tahunan, bukan proses harian. Dalam obrol-obrol dengan warga masyarakat, sering berkata: “Kami hanya dibutuhkan saat kampanye.”  Setelah itu, suara mereka tak lagi didengar, kebutuhan mereka tak lagi diprioritaskan, dan keberadaan mereka tak lagi diakui. Demokrasi menjadi mobilisasi, bukan partisipasi. Demokrasi tanpa demos juga tampak dalam sistem representasi.  Wakil rakyat tak lagi mewakili, partai politik tak lagi mendengar, dan parlemen menjad...

Pendidikan, Kemana Arahnya

MENJUAL HARAPAN - Pendidikan seharusnya menjadi cahaya peradaban.  Ia adalah ruang pembebasan, tempat anak-anak belajar berpikir, merasakan, dan bermimpi. Akan tetapi, dalam realitas kenyataan hari ini, pendidikan justru menjadi lorong gelap yang membingungkan , tanpa arah, tanpa jiwa, dan tanpa keberpihakan. Di ruang kelas yang sempit, di sekolah yang kekurangan guru, dan di desa yang tak tersentuh sinyal, pendidikan menjadi beban.  Anak-anak belajar bukan karena ingin tahu, tetapi karena takut gagal. Guru mengajar bukan karena panggilan, tetapi karena tuntutan administratif. Sistem menekan, bukan membebaskan. Kurikulum nasional terlalu seragam, terlalu teknokratis, dan terlalu jauh dari kehidupan nyata.  Anak-anak di pegunungan belajar tentang kapal laut, anak-anak di pesisir belajar tentang salju. Konteks lokal diabaikan, pengalaman komunitas disingkirkan. Pendidikan menjadi abstraksi. Dalam dialog komunitas, orang tua sering berkata: “Anak saya pintar, tapi tak tahu b...

Sistem Publikasi yang Mengejar Angka, Bukan Substansi

MENJUAL HARAPAN -  SERINGKALI terdengar keluh kesah, “kok kita yang menulis, kita yang harus membayar?” Itulah substansi yang dirasakan para penulis artikel ilmiah di jurnal. Memang, hal ini bukan sekadar masalah biaya, melainkan gejala dari sebuah sistem yang lebih besar dan bermasalah. Perubahan model ekonomi jurnal, pada kenyataannya, tidak serta-merta meningkatkan kualitas. Justru sebaliknya, hal itu diperparah dengan logika kutipan yang mengerdilkan makna dan hanya mengejar angka, bukan substansi.   Ketika Jurnal Menjadi Mesin Uang Tampaknya roda zaman berputar, dan model bisnis penerbitan jurnal pun ikut berubah drastis. Kini, kita disuguhkan dengan pemandangan yang terbalik 180 derajat, penulis, alih-alih dibayar, justru diwajibkan membayar sejumlah biaya publikasi yang dikenal sebagai Article Processing Charges (APC). Hal ini memunculkan pertanyaan mendasar, mengapa penulis sekarang harus merogoh kocek demi karyanya sendiri? Pergeseran ini tidak datang tiba-tiba tanpa ...

Dr. Sazli Rais Raih Gelar Doktor Perdana ASN Lombok Utara, AKBIL Beri Apresiasi

LOMBOK UTARA, MENJUAL HARAPAN - Capaian akademik membanggakan kembali ditorehkan oleh putra daerah Nusa Tenggara Barat. Dr. Sazli Rais, M.M., yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Perhubungan Kabupaten Lombok Utara, resmi menyandang gelar Doktor Pendidikan Agama Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram. Ia menjadi lulusan Doktoral pertama dari Lombok Utara, sebuah kabupaten terbilang masih dalam usia muda dengan dimekarkan sejak tahun 2008. Sidang Promosi Doktoral berlangsung di Aula Sidang Pascasarjana UIN Mataram. Selasa, (1/7/2025). Prestasi ini tidak hanya menjadi tonggak sejarah bagi pribadi Dr. Sazli Rais, tetapi juga menandai babak baru kemajuan sumber daya manusia di wilayah tersebut. Menempuh pendidikan tingkat doktoral di tengah kesibukan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) bukanlah perkara mudah, namun Dr. Sazli membuktikan bahwa komitmen terhadap ilmu pengetahuan tetap dapat diwujudkan dengan ketekunan dan integritas. Sebagai bentu...

Menulis untuk Dunia, Melupakan Bangsa Sendiri?

MENJUAL HARAPAN -  MENULIS,  tampak tidak bisa dihindari menjadi tuntutan profesional seseorang sebagai tenaga pengajar atau dosen. Dan "kegilaannya" jurnal Scopus menjadi penanda keunggulan akademik, namun kita perlu bertanya ulang: apakah publikasi kita masih berbicara tentang masyarakat kita sendiri? Tak terbayangkan, misalnya seorang akademisi muda dari pelosok Nusantara yang meneliti kearifan lokal tentang pengelolaan air oleh komunitas adat. Penelitian tersebut, kaya makna dan relevansi. Akan tetapi, manakalah ia hendak menerbitkannya, muncul tuntutan agar ditulis dalam bahasa Inggris, dengan gaya akademik Barat, dan fokus pada “novelty”, bukan keberlanjutan pengetahuan, atau dampaknya bagi masyarakat. Selanjutnya, substansi isi penelitian dirombak demi menyesuaikan dengan selera jurnal internasional. Yang tersisa hanyalah jejak data kering, tak lagi mengandung denyut hidup lokal. Fenomena tersebut, tentu saja bukan kasus tunggal. Di berbagai kampus, orientasi "pub...

Menjual Harapan dalam Kebijakan Pendidikan Indonesia, dan Perbandingan Global

  MENJUAL HARAPAN - Pendidikan, merupakan salah satu sektor yang paling sering dijadikan alat politik, dan ekonomi untuk "menjual harapan."  Pemerintah di berbagai lapisan negara, merancang sistem pendidikan dengan janji mobilitas sosial, penciptaan sumber daya manusia berkualitas, dan kemajuan ekonomi. Akan tetapi, ada banyak kebijakan, yang–alih-alih menjadi solusi–justru menciptakan tantangan baru. Indonesia, negara dengan sistem pendidikan yang terus berkembang, tidak terhindar dari menghadapi berbagai polemik, utamanya terkait kebijakan pendidikannya. Sementara, di belahan negara lain seperti Finlandia, Amerika Serikat, dan Singapura memiliki pendekatan yang berbeda dalam menjual harapan melalui sistem pendidikan mereka. Artikel ini, mencoba mengulas kebijakan pendidikan di Indonesia, dan  membandingkannya dengan negara lain, serta mengeksplorasi keberhasilan, kegagalan, dan perdebatan yang muncul. Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Harapan dan Realitas 1. Wajib Bel...

Menjual Harapan: Antara Kebutuhan dan Manipulasi

  MENJUAL HARAPAN - Harapan merupakan bahan bakar utama kehidupan manusia. Tanpa harapan, roda peradaban tidak berputar (akan berhenti berputar), kreativitas akan kehilangan makna, dan perubahan tidak akan pernah terjadi. Namun, dalam dunia yang semakin kompleks ini, harapan telah menjadi sesuatu yang bisa dikemas, dipasarkan, dan-dengan berbagai cara-dijual. Siapa yang menjual harapan? Pemimpin menjual harapan akan masa depan yang lebih baik. Merek menjual harapan melalui produk yang menjanjikan kepuasan. Pendidik menjual harapan melalui janji kesuksesan akademik. Bahkan dalam hubungan sosial, seseorang bisa menjual harapan akan cinta, persahabatan, atau kehidupan yang lebih bermakna. Akan tetapi, pertanyaan yang muncul, dalam perputaran harapan yang menjadi komoditas: Apakah menjual harapan selalu etis? Apakah ia sekadar strategi atau manipulasi? Harapan Sebagai Mata Uang Sosial Dalam sejarah peradaban, harapan merupakan alat yang digunakan untuk membangun kekuasaan dan legitimas...