Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label pelayanan

Negara dalam Cermin Retak

MENJUAL HARAPAN - Negara, dalam imajinasi kolektif, adalah rumah bersama.  Ia seharusnya menjadi ruang aman, tempat warga berlindung, tumbuh, dan bermimpi. Akan tetapi, ketika cermin negara mulai retak, yang tampak bukan lagi wajah rakyat, melainkan bayangan kekuasaan yang menjauh dari kenyataan. Retaknya cermin bukan sekadar metafora estetis, tetapi refleksi struktural.   Ia menunjukkan bahwa institusi negara tak lagi mampu memantulkan harapan rakyat. Yang tampak adalah distorsi  bahwa janji yang tak ditepati, pelayanan yang tak menyentuh, dan kebijakan yang tak berpihak. Dalam dialog atau obrolan komunitas  warga , sering muncul keluhan: “Kami tak merasa punya negara.”  Pernyataan ini bukan bentuk apatisme, melainkan ekspresi kekecewaan. Negara hadir dalam slogan, tetapi absen dalam kehidupan sehari-hari. Ia menjadi entitas jauh, tak terjangkau, dan tak peduli. Cermin retak juga berarti hilangnya transparansi.  Ketika warga tak bisa melihat proses pengamb...
Merancang Ulang Kebijakan Perberasan Khudori Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat   TAHUN 2015 segera ber lalu. Ini saatnya melakukan evaluasi.Salah satu yang bisa dievaluasi ialah pengadaan gabah/beras dalam negeri oleh Bulog. Per 16 Desember 2015, pengadaan Bulog mencapai 1,96 juta ton setara beras. Sampai akhir tahun ini diperkirakan pengadaan beras Bulog maksimal hanya 2 juta ton, 0,9 juta ton di antaranya disumbang beras premium. Pengadaan ini di bawah dari target internal 2,7 juta ton, apalagi target pemerintah sebesar 4 juta ton. Sejak awal tahun muncul keraguan Bulog bisa menyerap gabah dan beras dalam jumlah besar. Inpres Perberasan yang digadang-gadang menjadi stimulan tidak hanya telat dirilis, diktum-diktum di dalamnya juga mandul. Inpres Perberasan terakhir, Inpres No 5/2015, menggantikan Inpres No 3/2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/ Beras dan Penyaluran Beras oleh ...