Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Muharram

Hijrah, Keberanian Moral, dan Politik yang Beradab

Tahun Baru Hijriah 1447, telah tiba, dan h ijrah tak hanya catatan sejarah spiritual, namun juga lompatan etis dalam lanskap sosial-politik. Di tengah demokrasi yang kelelahan dan kekuasaan yang semakin menjauh dari nurani, Tahun Baru Hijriah 1447 H , menjadi momentum merenung dan berpindah , yaitu dari retorika menuju keberanian. Tentu bukan hanya sekedar pindah tempat, namun berpihak. Oleh karena selama ada sistem yang menjauhkan rakyat dari martabatnya, maka hijrah belum selesai. Perjalanan h ijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah bukan hanya peristiwa fisik, tetapi tindakan moral-politik. Nabi SAW meninggalkan kota kelahirannya   bukan karena lemah, melainkan karena kuat menolak tunduk pada sistem yang menindas. Madinah bukan tujuan akhir, namun ruang terbuka untuk menyusun masyarakat baru , berbasis keadaban, kontrak sosial, dan penghormatan terhadap kemanusiaan lintas keyakinan. Piagam Madinah merupakan tonggak penting peradaban sipil. Dari sana tertulis prinsip-prins...

Pintu Gerbang - Sesi 4: Hijrah yang Belum Usai

"Selama ada kuasa yang dipelihara untuk menindas,  selama itu hijrah adalah tugas, bukan kenangan" MENJUAL HARAPAN - Malam kembali turun di kota, namun kali ini tidak senyap. Bisik-bisik tentang Piagam Baru yang lahir dari kampus kecil itu mulai menjalar ke berbagai ruang: ruang guru, ruang komunitas adat, hingga sel kecil di penjara ide. Di ruang-ruang itu, para pemuda menyalin pasal-pasal etika dengan spidol lusuh di tembok kayu. Seorang petani membacakan kutipan dari Hijrah Kecil dalam rapat desa yang biasanya sunyi. Di layar ponsel, seorang jurnalis membagikan suara-suara rakyat yang tak muat di saluran televisi. Hijrah telah mengambil bentuknya sendiri—tak lagi bergerak dari kota ke kota, tapi dari kesadaran ke kesadaran. Sementara itu, mereka bertiga—si penulis, si aktivis, dan si pembela hukum—berjalan di atas jalan berbatu menuju sebuah dusun yang sedang melawan penggusuran. Mereka tak berkoar, tak memakai atribut. Tapi di pundak mereka, terbawa naskah-naskah yang be...

Pintu Gerbang - Sesi 3: Piagam di Tengah Padang Retak

  “Di atas tanah kering, pernah ditulis janji suci: bahwa kekuasaan ada untuk menegakkan, bukan menindas. Tapi hari ini, janji itu telah dikavling oleh mereka yang menyebut rakyat hanya saat pemilu.” MENJUAL HARAPAN -  Satu sore, langit kota berubah jingga kemerahan. Bukan karena senja yang indah, akan tetapi karena polusi dan api dari protes kecil di sudut alun-alun. Tiga tokoh muda kita, kini tergabung dalam sebuah forum yang mereka beri nama Madani Now . Forum itu lahir dari ketidakpuasan terhadap “perjanjian sosial” yang tak pernah ditulis rakyat, tapi ditandatangani para elite di ruang marmer dan suara mikrofon berlabel sponsor. “Piagam Madinah adalah proyek politik tertinggi,” ucap sang pemuda fanzine dalam diskusi terbuka yang disiarkan via kanal daring. “Ia bukan sekadar toleransi antaragama, tapi kontrak kolektif yang menundukkan kekuasaan pada prinsip, bukan selera pasar.” Diskusi itu menyenggol banyak hal: undang-undang yang disusun untuk korporasi, kabinet yang gem...

Pintu Gerbang - Sesi 1: Malam yang Menggugah Kalender

Muhasabah Historis — Hijrah sebagai Titik Mula Kesadaran Kolektif “Ada malam yang tak sekadar gelap, tapi mengandung jalan. Ada waktu yang tak sekadar berlalu, tapi memanggil untuk berpindah arah.” MENJUAL HARAPAN - Langit Bandung malam itu tidak riuh, tapi penuh isyarat. Hilal Muharram 1447 Hijriah menggantung di atas kota yang terus menggigil antara ingatan dan penyangkalan. Di ruang kelas tua Fakultas Ilmu Sosial, seorang dosen berambut perak menyalakan proyektor dengan suara klik yang nyaris mirip detik jam. “Ini bukan sejarah,” katanya perlahan. “Ini adalah pintu gerbang .” Ia menatap wajah-wajah muda di hadapannya, sebagian penulis alternatif, sebagian aktivis komunitas, sebagian hanya pencari makna yang tak puas dengan kotak-kotak akademik. Slide demi slide muncul: jejak hijrah Nabi SAW dalam garis-garis pasir, potongan Piagam Madinah yang telah dilupakan dalam buku teks, dan kalimat samar: “Berpindah bukan sekadar pergi. Berpindah adalah berpihak.” Seketika ruangan itu menjadi ...