Langsung ke konten utama

Pintu Gerbang - Sesi 4: Hijrah yang Belum Usai

"Selama ada kuasa yang dipelihara untuk menindas, 

selama itu hijrah adalah tugas, bukan kenangan"


MENJUAL HARAPAN - Malam kembali turun di kota, namun kali ini tidak senyap. Bisik-bisik tentang Piagam Baru yang lahir dari kampus kecil itu mulai menjalar ke berbagai ruang: ruang guru, ruang komunitas adat, hingga sel kecil di penjara ide.

Di ruang-ruang itu, para pemuda menyalin pasal-pasal etika dengan spidol lusuh di tembok kayu. Seorang petani membacakan kutipan dari Hijrah Kecil dalam rapat desa yang biasanya sunyi. Di layar ponsel, seorang jurnalis membagikan suara-suara rakyat yang tak muat di saluran televisi. Hijrah telah mengambil bentuknya sendiri—tak lagi bergerak dari kota ke kota, tapi dari kesadaran ke kesadaran.

Sementara itu, mereka bertiga—si penulis, si aktivis, dan si pembela hukum—berjalan di atas jalan berbatu menuju sebuah dusun yang sedang melawan penggusuran. Mereka tak berkoar, tak memakai atribut. Tapi di pundak mereka, terbawa naskah-naskah yang belum selesai, dan di hati mereka, tertanam satu kalimat:

“Hijrah bukan tujuan, tapi kompas yang menjaga kita dari diam.”

Sang dosen sepuh, kini tidak lagi mengajar secara formal, memilih menjadi penulis sunyi yang meletakkan naskah-naskahnya di laci-laci pustaka rakyat. Ia tahu, ia tidak akan melihat perubahan besar itu sekarang. Tapi ia juga tahu, tak ada perubahan besar yang lahir dari ambisi. Semuanya dari kesetiaan pada makna.

“Tahun 1447 Hijriah akan berlalu seperti waktu lainnya.

Tapi jika hijrah dipahami sebagai tekad untuk terus menolak tunduk pada yang zalim,

maka waktu tak lagi berjalan, ia bersekutu.”

tamat


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan RUU Perampasan Aset, Menata Hak Publik

Oleh Silahudin SALAH  satu poin krusial tuntutan unjuk rasa sejak 25 Agustus 2025 yang lalu, adalah soal Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. RUU ini, memang sudah jauh-jauh hari diusulkan pemerintah, namun tampaknya masih belum menjadi prioritas prolegnas. Di tengah meningkatnya tuntutan publik seperti dalam 17+8 tuntutan rakyat, RUU ini menjadi salah satu poin tuntutannya yang harus dijawab sungguh-sungguh oleh pemerintah dan DPR. RUU Perampasan Aset dalam tuntutan tersebut diberi tenggang waktu target penyelesaaiannya dalam kurun waktu satu tahun, paling lambat 31 Agustus 2026 (Kompas.id, 3/9/2025). RUU Perampasan Aset, tentu merupakan bagian integral yang menjanjikan reformasi struktural dalam penegakan hukum yang berkeadilan. Selama ini, aset hasil kejahatan, terutama korupsi dan kejahatan ekonomi, tidak jelas rimbanya. RUU ini tampak visioner dimana menawarkan mekanisme perampasan aset tanpa pemidanaan, sebuah pendekatan yang lebih progresif dan berpihak pada kepentingan ...

MENTERTAWAKAN NEGERI INI

Oleh: Silahudin MENJUAL HARAPAN - Mentertawakan negeri ini bukan karena kita tak cinta. Justru karena cinta itu terlalu dalam, hingga luka-lukanya tak bisa lagi ditangisi. Maka tawa menjadi pelipur, menjadi peluru, menjadi peluit panjang di tengah pertandingan yang tak pernah adil. Negeri ini, seperti panggung sandiwara, di mana aktor utamanya tak pernah lulus audisi nurani. Di ruang-ruang kekuasaan, kita menyaksikan para pemimpin berdialog dengan teleprompter, bukan dengan hati. Mereka bicara tentang rakyat, tapi tak pernah menyapa rakyat. Mereka bicara tentang pembangunan, tapi tak pernah membangun kepercayaan. Maka kita tertawa, bukan karena lucu, tapi karena getir yang terlalu lama dipendam. Pendidikan, katanya, adalah jalan keluar. Tapi di negeri ini, sekolah adalah lorong panjang menuju penghapusan imajinasi. Anak-anak diajari menghafal, bukan memahami. Mereka diuji untuk patuh, bukan untuk berpikir. Guru-guru digaji dengan janji, sementara kurikulum berganti seperti musim, tanpa...

Menjadi Wakil Rakyat Tidak Hanya Terpilih, Tapi Teruji

MENJUAL HARAPAN - Pemilihan umum merupakan gerbang masuk menuju ruang representasi, tetapi bukan jaminan bahwa seseorang telah siap menjadi wakil rakyat. Terpilih adalah pengakuan elektoral, sementara teruji adalah proses etis dan reflektif yang berlangsung sepanjang masa jabatan. Dalam konteks DPRD, menjadi wakil rakyat yang teruji berarti menjalankan fungsi kelembagaan dengan integritas, keberpihakan, dan kesadaran akan dampak sosial dari setiap keputusan. Demokrasi lokal membutuhkan wakil rakyat yang tidak hanya hadir secara politik, tetapi juga secara moral. Seperti dikemukakan oleh Max Weber (1919), “Politik yang bermakna adalah politik yang dijalankan dengan tanggung jawab, bukan dengan ambisi.” Maka, keterpilihan harus diikuti dengan proses pembuktian: apakah wakil rakyat mampu menjaga etika, mendengar publik, dan berpihak pada keadilan. Fungsi DPRD mencakup legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Ketiganya menuntut kapasitas analitis, keberanian politik, dan komitmen etis. Ter...