Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Mahkamah Konstitusi

Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal, Sekedar Jeda Waktu Atau Demokrasi Substantif

Oleh Silahudin MENJUAL-HARAPAN - DI tengah kebisuan yang acapkali mengendap dalam tubuh demokrasi elektoral Indonesia, Mahkamah Konstitusi (MK), mengetuk nurani berbangsa dan bernegara melalui putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024. Lewat putusan tersebut, pemilu nasional dan lokal dipisahkan secara formal (teknis waktu). Tentu ini sebuah keputusan yang bisa mungkin dianggap terasa administratif di satu sisi, akan tetapi di sisi lain, menyentuh urat nadi konstitusionalitas dan makna mendalam dalam demokrasi partisipatoris, dalam semangat kehadiran negara terhadap warganya. Dua dasawarsa terakhir, kita dihadapkan pada realitas "pemilu lima kotak". Dalam tarikan napas lima kotak itu, pemilih diminta me n entukan pilihan presiden-wakil presiden, DPR dan DPD RI, serta DPRD Provinsi dan Kabupaten/kota. Pada posisi ini narasi suara nasional dan lokal bersaing, yang tidak menutup kemungkinan mengaburkan kebutuhan komunitas lokal. Dan tampak disinilah filosofis keputusan MK menjadi menarik...

Politik Kekuasaan dan Panglima-Panglima Politik

  Oleh Silahudin K ekuasaan adalah medan tarik-menarik yang nyaris tak pernah sepi dari drama. Setiap jengkal peristiwa politik menyisakan jejak perebutan pengaruh. Dari ruang istana hingga ruang pengadilan, dari parlemen hingga panggung media sosial , politik kekuasaan tidak hanya hidup, te tapi tumbuh subur dalam berbagai bentuk yang kadang halus, kadang kasar, bahkan kadang melampaui batas logika demokrasi. Hari-hari ini, sebagai s alah satu contoh mutakhir ,  adalah bagaimana sejumlah aktor politik , dalam tulisan ini saya sebut sebagai panglima-panglima politik , bermain di balik layar terkait putusan Mahkamah Konstitusi   Nomor 135/PUU-XXII/2024  yang berhubungan dengan  pemisahan pemilu nasional (presiden, DPR, DPD) dan pemilu lokal (pilkada, DPRD) . Putusan MK tersebut sebagai produk hukum yang mengikat, mesti dihormati sebagai produk institusi independen , akan tetapi, para panglima , justru terkesan memelintir, mengaburkan, bahkan melemahkan legitimasi...

Mengkritisi Hasil Putusan MK Soal Pendidikan Dasar Negeri-Swasta Gratis

Oleh Silahudin MENJUAL HARAPAN - NYARIS , tiada tertinggal hampir semua media massa online maupun cetak hari-hari ini, memberitakan putusan Mahkamah Konstitusi terkait putusan pendidikan dasar baik negeri maupun swasta gratis.  Memang, krusial soal pendidikan yang inklusif dan bebas dari diskriminasi, sehingga Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dianggap sebagai langkah menuju pemerataan pendidikan. Rantai persoalannya, implementasi kebijakan pendidikan dasar gratis tersebut, terutama tantangan dalam penerapannya bagi sekolah swasta, seperti apa? Oleh karena itu, Pemerintah melalui Kemendikdasmen akan melakukan kajian terhadap implikasi kebijakan pendidikan gratis di sekolah swasta. Hal ini sangat mendasar penting dilakukan utamanya soal skema mekanisme penganggarannya. Bahkan, Putusan MK menekankan bahwa kebijakan ini harus dilakukan secara bertahap dengan pendekatan selektif dan afirmatif. Persoalan kemampuan pemerintah terkait dengan fiskal, memang harus digaris bawahi, hal ini sa...

MK Wajibkan Pendidikan Dasar Gratis di Sekolah Negeri dan Swasta

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (Foto: istimewa) MENJUAL HARAPAN - Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini memutuskan bahwa pemerintah pusat dan daerah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar gratis, alias tanpa pungutan biaya. Putusan itu, tidak hanya untuk sekolah negeri, namun juga di sekolah dan madrasah swasta.  Putusan ini diambil dalam sidang pengujian materi Pasal 34 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yang diputuskan Selasa (27/5/2025). Putusan MK Nomor 3/PUU-XXIII/2025 tersebut, mengabulkan sebagian permohonan uji materi yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga warga sipil, dengan alasan bahwa frasa “tanpa memungut biaya” selama ini hanya berlaku bagi satuan pendidikan negeri dan telah menimbulkan diskriminasi terhadap siswa di sekolah swasta. “Negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan bahwa tidak ada peserta didik yang terhambat memperoleh pendidikan dasar hanya...