Langsung ke konten utama

Politik Kekuasaan dan Panglima-Panglima Politik

 


Oleh Silahudin

Kekuasaan adalah medan tarik-menarik yang nyaris tak pernah sepi dari drama. Setiap jengkal peristiwa politik menyisakan jejak perebutan pengaruh. Dari ruang istana hingga ruang pengadilan, dari parlemen hingga panggung media sosial, politik kekuasaan tidak hanya hidup, tetapi tumbuh subur dalam berbagai bentuk yang kadang halus, kadang kasar, bahkan kadang melampaui batas logika demokrasi.

Hari-hari ini, sebagai salah satu contoh mutakhir,  adalah bagaimana sejumlah aktor politik, dalam tulisan ini saya sebut sebagai panglima-panglima politik, bermain di balik layar terkait putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang berhubungan dengan  pemisahan pemilu nasional (presiden, DPR, DPD) dan pemilu lokal (pilkada, DPRD). Putusan MK tersebut sebagai produk hukum yang mengikat, mesti dihormati sebagai produk institusi independen, akan tetapi, para panglima, justru terkesan memelintir, mengaburkan, bahkan melemahkan legitimasi MK demi kalkulasi kekuasaan.

Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan jadwal nasional (DPR, DPD dan Presiden) dan pemilu lokal (Pilkada dan DPRD Provinsi dan kabupaten/kota) merupakan langkah penting untuk menata sistem pemilu yang selama ini timpang secara beban logistik dan tata kelola. Akan tetapi, keputusan tersebut langsung dipertanyakan oleh berbagai kalangan, utamanya tokoh-tokoh partai politik dan elite eksekutif.

Pertanyaannya, apa yang sedang dimainkan para panglima tersebut? Tidak lain adalah politik kuasa atas waktu. Mengendalikan jadwal pemilu berarti mengendalikan peta kekuatan. Pilkada yang ditunda atau disinkronkan ulang dapat dimanfaatkan untuk memperpanjang masa pengaruh penjabat kepala daerah atau menyesuaikan dengan hasil pemilu nasional.

Di sinilah kita melihat bahwa kekuasaan tidak hanya diperebutkan lewat kotak suara, tapi juga melalui pengaruh atas proses hukum dan kebijakan publik. Dalam kerangka Foucaultian, kekuasaan menyebar melalui institusi, wacana, dan bahkan melalui manipulasi makna atas hukum.

Panglima-panglima politik dalam konteks ini bukan hanya mereka yang memegang jabatan formal seperti presiden, ketua partai, atau ketua DPR. Mereka juga bisa berupa figur informal yang memiliki kuasa wacana, kuasa jaringan, dan kuasa sumber daya.

Mereka yang punya akses lintas institusi—parlemen, istana, partai, media, bahkan lembaga peradilan—adalah mereka yang menggerakkan bidak kekuasaan tanpa harus terlihat di permukaan.

Mereka memainkan retorika publik, menebar keraguan terhadap putusan hukum, dan mengklaim seolah mewakili suara rakyat padahal tengah melindungi kepentingan kekuasaan mereka sendiri.

Dalam banyak narasi publik, politik kekuasaan sering digambarkan sebagai konflik antara pemerintah dan oposisi. Namun dalam realitasnya, dalam sistem multipartai dan budaya patronase yang kuat, oposisi pun bisa menjadi bagian dari kekuasaan, asal diberi ruang dan insentif. Oleh karena itu, yang sedang kita hadapi bukan oposisi vs pemerintah, melainkan rakyat vs kartel kekuasaan.

Kartel itu, memiliki satu kesamaan, yaitu ketakutan terhadap kehilangan pengaruh. Sehingga, putusan MK pun bisa dianggap ancaman, jika mengganggu arsitektur kekuasaan yang telah dirancang dengan cermat.

Oleh karena itu, jika kekuasaan bisa mengabaikan putusan hukum, maka hukum telah kehilangan maknanya. Demokrasi tanpa supremasi hukum hanya akan menjadi topeng dari oligarki yang disepakati. Jika narasi elite lebih dipercaya daripada argumen hukum, maka yang menang bukan konstitusi, melainkan strategi politik jangka pendek.

Sebagai warga negara, kita harus waspada. Harus mampu melihat bahwa frasa “untuk rakyat” bisa jadi hanya kosmetik dari “untuk kekuasaan.”

Kekuasaan merupakan amanah, bukan warisan; ia harus diuji oleh hukum, dikontrol oleh publik, dan diarahkan untuk kesejahteraan bersama. Namun, selama kekuasaan dikendalikan oleh segelintir panglima politik yang merasa lebih tinggi dari hukum, maka demokrasi akan tetap menjadi proyek yang belum selesai.

Tugas kita bukan menolak kekuasaan, tetapi membongkar manipulasi atasnya, agar kekuasaan kembali ke tempat asalnya, yaitu rakyat.*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tata Cara dan Tahapan RPJPD, RPJMD, dan RKPD dalam Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia: Kajian Normatif dan Partisipatif

Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - PERENCANAAN pembangunan daerah merupakan instrumen strategis dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui tata kelola pemerintahan yang demokratis, efisien, dan berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, sistem ini diatur secara normatif melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan diperinci dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa perencanaan pembangunan daerah terdiri atas tiga dokumen utama: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Ketiganya disusun secara berjenjang, partisipatif, dan berorientasi hasil (UU No. 23/2014, Pasal 258). RPJPD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 tahun. Ia berfungsi sebagai arah strategis pembangunan daerah yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). RPJPD d...

Persita Tangerang Gulingkan Trend Positif PSIM Yogyakarta

  MENJUAL HARAPAN - Pekan kedelapan BRI Super League 2025/2026, menjadi momen keberuntungan Persita Tangerang saat menjamu tim PSIM Yogyakarta yang berlangsung di Stadion Indomilk Arena, Tangerang, Jumat (17/10/2025). Pendekar Cisadane menggulingkan trend positif PSIM Yogyakarta dengan kemenangan 4-0. Eber Bessa menggolkan gol pembuka atas operan pemain setimnya Rayco Rodriguez   pada menit ke 23. K edudukan 1-0 ini tidak alami perubahan lagi hingga pertandingan turun minum. U sai istirahat, kedua kesebelasan kembali ke lapangan, tuan rumah Persita Tangerang yang sementara sudah unggul 1-0 atas PSIM Yogayarkta, tampak aksi-aksi serangannya terus menekan pertahanan tim lawan. S erangan demi serangan para pemain Pendekar Cisadane ini akhirnya kembali membobol gawang kiper PSIM pada meint ke-70 yang dicetak oleh Rayco Rodriguez . S udah unggul 2 gol, Persita Tangerang makin agresif melakukan serangan demi serangannya, kendati para pemain PSIM berusaha menghadangnya, namun hadanga...

Potret 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Antara Harapan dan Keraguan Publik

Sumber: setneg.go.id Oleh Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - Satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran telah menjadi panggung dinamis bagi eksperimen kebijakan, diplomasi global, dan pertarungan persepsi publik. Laporan INDEF bertajuk “Rapor Netizen” mengungkapkan lanskap digital yang penuh sorotan, kritik, dan harapan. Dari reshuffle kabinet hingga program makan bergizi gratis, netizen menjadi aktor penting dalam menilai efektivitas dan etika pemerintahan. Presiden Prabowo menunjukkan orientasi geopolitik yang berbeda dari pendahulunya. Hampir 70% kunjungannya adalah lawatan ke luar negeri, berbanding terbalik dengan Jokowi yang 75% kunjungannya fokus ke dalam negeri. Prabowo tampak ingin menegaskan posisi Indonesia sebagai pemain strategis di tiga benua: Asia, Eropa, dan Amerika. Namun, di dalam negeri, dinamika politik tak kalah intens. Tiga kali reshuffle kabinet dalam satu tahun, melibatkan 10 pejabat setingkat menteri, menjadikan Prabowo sebagai pr...