Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label birokrasi

MENTERTAWAKAN NEGERI INI

Oleh: Silahudin MENJUAL HARAPAN - Mentertawakan negeri ini bukan karena kita tak cinta. Justru karena cinta itu terlalu dalam, hingga luka-lukanya tak bisa lagi ditangisi. Maka tawa menjadi pelipur, menjadi peluru, menjadi peluit panjang di tengah pertandingan yang tak pernah adil. Negeri ini, seperti panggung sandiwara, di mana aktor utamanya tak pernah lulus audisi nurani. Di ruang-ruang kekuasaan, kita menyaksikan para pemimpin berdialog dengan teleprompter, bukan dengan hati. Mereka bicara tentang rakyat, tapi tak pernah menyapa rakyat. Mereka bicara tentang pembangunan, tapi tak pernah membangun kepercayaan. Maka kita tertawa, bukan karena lucu, tapi karena getir yang terlalu lama dipendam. Pendidikan, katanya, adalah jalan keluar. Tapi di negeri ini, sekolah adalah lorong panjang menuju penghapusan imajinasi. Anak-anak diajari menghafal, bukan memahami. Mereka diuji untuk patuh, bukan untuk berpikir. Guru-guru digaji dengan janji, sementara kurikulum berganti seperti musim, tanpa...

Digitalisasi Tanpa Jiwa

MENJUAL HARAPAN - Digitalisasi , dalam wacana pemerintahan hari ini, telah menjadi mantra.   Ia disebut dalam pidato, ditulis dalam rencana strategis, dan dipamerkan dalam bentuk aplikasi. Akan tetapi, di balik gemerlapnya, digitalisasi sering kali kehilangan jiwa—terlepas dari makna, etika, dan keberpihakan. Warga sering kali bingung di hadapan layanan digital.  Mereka diminta mengunduh aplikasi, mengisi formulir daring, dan mengikuti prosedur yang tak dijelaskan. Di desa tanpa sinyal, di komunitas tanpa literasi digital, digitalisasi menjadi tembok, bukan jembatan. Dalam dialog komunitas, muncul keluhan: “Kami lebih paham bicara langsung daripada klik-klik.”  Ini bukan penolakan terhadap teknologi, tetapi ekspresi kebutuhan akan pendekatan yang manusiawi. Digitalisasi yang tak kontekstual adalah bentuk baru dari eksklusi. Digitalisasi juga sering kali menjadi topeng birokrasi.  Layanan yang lambat dibungkus dengan antarmuka modern. Ketidakhadiran petugas digantikan...

Oligarki di Balik Bendera

MENJUAL HARAPAN - Bendera merah-putih berkibar di setiap sudut negeri menjelang 17 Agustus.  Ia menjadi simbol kebanggaan, identitas, dan kemerdekaan. Akan tetapi, di balik kibaran itu, ada bayang-bayang kekuasaan yang tak terlihat , oligarki yang menyusup ke dalam jantung negara, mengatur arah tanpa suara rakyat. Oligarki bukan sekadar dominasi ekonomi, tetapi juga dominasi narasi.  Mereka menentukan apa yang layak diberitakan, siapa yang layak dipilih, dan bagaimana sejarah ditulis. Dalam sistem demokrasi yang prosedural, oligarki menjadi penentu hasil, bukan rakyat. Di balik bendera, ada yang mendanai kampanye, mengatur regulasi, dan memonopoli sumber daya.  Mereka tak perlu duduk di kursi pemerintahan, karena mereka sudah mengendalikan tombol-tombolnya. Negara menjadi panggung, dan rakyat hanya penonton. Dalam refleksi filosofis, oligarki adalah bentuk pengkhianatan terhadap kontrak sosial.  Ia merusak prinsip keadilan distributif, mengabaikan etika publik, dan m...

Negeri Ini Lucu, Refleksi Serius tentang Kelucuan yang Tak Lucu

MENJUAL HARAPAN  - “Negeri ini lucu.”  Kalimat itu sering muncul di obrolan warung kopi, status media sosial, bahkan di ruang diskusi akademik yang mulai kehilangan kesabaran. Tapi lucu yang dimaksud bukan tentang tawa, melainkan tentang absurditas yang berulang, tentang ironi yang tak kunjung selesai. Lucu karena terlalu serius untuk ditertawakan, dan terlalu menyakitkan untuk diabaikan. Di panggung politik, kelucuan itu tampil dalam bentuk drama kekuasaan yang tak pernah kekurangan episode. Hari ini bicara soal keberpihakan rakyat, besok sibuk mengatur panggung pencitraan. Lucu, karena janji-janji kampanye sering kali lebih teatrikal daripada sinetron sore. Kita tertawa, tapi dalam hati kita tahu: ini bukan komedi, ini tragedi yang dikemas dengan humor tipis. Dalam birokrasi, kelucuan menjelma jadi prosedur yang berbelit, regulasi yang saling bertabrakan, dan pelayanan publik yang kadang lebih sibuk mengurus dokumen daripada manusia. Lucu, karena sistem yang katanya dirancan...

Pengawasan Terhadap Instansi Pemerintah

silahudin Pengawasan bersifat universal, ada dalam setiap kegiatan yang diorganisir, apalagi terhadap kegiatan-kegiatan pemerintahan. Apa saja pengawasan terhadap kegiatan pemerintahan? dapat disimak pada video di bawah ini.

Pengawasan Melekat (Waskat)

silahudin Ada ragam pengawasan dalam penyelenggaraan roda pemerintahan, dan salah satunya adalah pengawasan melekat. Pengawasan melekat disingkat WASKAT merupakan salah satu kegiatan manajemen dalam mewujudkan terlaksananya tugas-tugas umum pemerintah (an) dan pembangunan. Waskat, sesungguhnya merupakan kegiatan manajemen sehari-hari yang dilakukan oleh pipinan atau atasan instandi pemerintah dalam setiap satuan unit kerjanya. Apa itu pengawasan melekat? dapat disimak pada video ini.
Merancang Ulang Kebijakan Perberasan Khudori Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat   TAHUN 2015 segera ber lalu. Ini saatnya melakukan evaluasi.Salah satu yang bisa dievaluasi ialah pengadaan gabah/beras dalam negeri oleh Bulog. Per 16 Desember 2015, pengadaan Bulog mencapai 1,96 juta ton setara beras. Sampai akhir tahun ini diperkirakan pengadaan beras Bulog maksimal hanya 2 juta ton, 0,9 juta ton di antaranya disumbang beras premium. Pengadaan ini di bawah dari target internal 2,7 juta ton, apalagi target pemerintah sebesar 4 juta ton. Sejak awal tahun muncul keraguan Bulog bisa menyerap gabah dan beras dalam jumlah besar. Inpres Perberasan yang digadang-gadang menjadi stimulan tidak hanya telat dirilis, diktum-diktum di dalamnya juga mandul. Inpres Perberasan terakhir, Inpres No 5/2015, menggantikan Inpres No 3/2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/ Beras dan Penyaluran Beras oleh ...