Langsung ke konten utama

Oligarki di Balik Bendera



MENJUAL HARAPAN - Bendera merah-putih berkibar di setiap sudut negeri menjelang 17 Agustus. Ia menjadi simbol kebanggaan, identitas, dan kemerdekaan. Akan tetapi, di balik kibaran itu, ada bayang-bayang kekuasaan yang tak terlihat, oligarki yang menyusup ke dalam jantung negara, mengatur arah tanpa suara rakyat.

Oligarki bukan sekadar dominasi ekonomi, tetapi juga dominasi narasi. Mereka menentukan apa yang layak diberitakan, siapa yang layak dipilih, dan bagaimana sejarah ditulis. Dalam sistem demokrasi yang prosedural, oligarki menjadi penentu hasil, bukan rakyat.

Di balik bendera, ada yang mendanai kampanye, mengatur regulasi, dan memonopoli sumber daya. Mereka tak perlu duduk di kursi pemerintahan, karena mereka sudah mengendalikan tombol-tombolnya. Negara menjadi panggung, dan rakyat hanya penonton.

Dalam refleksi filosofis, oligarki adalah bentuk pengkhianatan terhadap kontrak sosial. Ia merusak prinsip keadilan distributif, mengabaikan etika publik, dan menyingkirkan partisipasi warga. Kekuasaan menjadi milik segelintir, bukan milik bersama.

Ketika kebijakan publik ditentukan oleh lobi dibalik panggung,  maka pelayanan berubah menjadi komoditas. Pendidikan dijual, kesehatan diprivatisasi, dan ruang hidup warga digusur demi investasi. Negara tak lagi melayani, tetapi menjual.

Oligarki juga menyusup ke dalam simbol nasionalisme. Mereka membungkus kepentingan dengan jargon kebangsaan. Proyek-proyek besar diberi nama patriotik, tetapi dampaknya merusak komunitas lokal. Nasionalisme menjadi alat legitimasi, bukan nilai perjuangan.

Dalam praktik politik, oligarki memanipulasi demokrasi. Mereka mendanai partai, mengatur media, dan membentuk opini publik. Pemilu menjadi ritual, bukan ruang pilihan. Warga memilih, tetapi tak menentukan. Demokrasi menjadi ilusi.

Di ruang hukum, oligarki menciptakan kekebalan. Kasus-kasus besar tak tersentuh, regulasi dibuat untuk melindungi kepentingan, dan aparat menjadi alat. Hukum tak lagi netral, tetapi berpihak pada modal. Keadilan menjadi barang mewah.

Dalam pelayanan publik, oligarki menciptakan ketimpangan akses. Warga miskin harus antre, sementara elite mendapat jalur khusus. Teknologi digunakan untuk efisiensi, tetapi hanya melayani yang punya akses. Digitalisasi menjadi alat eksklusi.

Oligarki juga mempengaruhi pendidikan. Kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan industri, bukan kebutuhan warga. Anak-anak diajarkan untuk menjadi pekerja, bukan pemikir. Pendidikan menjadi alat produksi, bukan pembebasan.

Dalam narasi sejarah, oligarki menghapus jejak perlawanan. Mereka menonjolkan tokoh-tokoh yang sesuai dengan kepentingan, dan menyingkirkan yang kritis. Sejarah menjadi selektif, bukan reflektif. Ingatan kolektif dimanipulasi.

Namun, oligarki tak selalu tampak. Mereka bekerja dalam bayang-bayang, melalui jaringan, regulasi, dan representasi. Mereka tak perlu tampil, karena sistem sudah bekerja untuk mereka. Inilah bentuk kekuasaan paling halus, dan paling berbahaya.

Dalam dialog komunitas, warga sering berkata: “Kami tak tahu siapa yang mengatur.” Ketidakjelasan ini bukan kebetulan, tetapi strategi. Ketika kekuasaan tak terlihat, maka perlawanan pun sulit diarahkan. Oligarki menciptakan kabut.

Kabut bisa diurai. Melalui partisipasi warga, transparansi kebijakan, dan pendidikan kritis, oligarki bisa dilawan. Bukan dengan amarah semata, tetapi dengan kesadaran kolektif. Advokasi menjadi alat pembongkaran.

Ruang pembongkaran narasi oligarki harus dibongkar. Dengan mengangkat suara warga, memvisualisasikan ketimpangan, dan menyusun ulang kebijakan, kita bisa merebut kembali ruang negara. Bendera harus kembali menjadi milik rakyat.

Dalam tafsir simbolik, merah-putih bukan milik elite, tetapi milik semua. Merah adalah keberanian warga, putih adalah ketulusan perjuangan. Ketika bendera dikibarkan, ia harus memantulkan wajah rakyat, bukan wajah kekuasaan.

Episode ini merupakan ajakan untuk menggugat kekuasaan yang bersembunyi. Untuk membuka tabir oligarki, dan menyusun ulang negara dari bawah. Karena kemerdekaan sejati adalah ketika rakyat bukan hanya memilih, tetapi menentukan. Dan bendera bukan hanya dikibarkan, tetapi dimaknai. (Episode-3 dari Serial Refleksi Kemerdekaan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tata Cara dan Tahapan RPJPD, RPJMD, dan RKPD dalam Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia: Kajian Normatif dan Partisipatif

Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - PERENCANAAN pembangunan daerah merupakan instrumen strategis dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui tata kelola pemerintahan yang demokratis, efisien, dan berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, sistem ini diatur secara normatif melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan diperinci dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa perencanaan pembangunan daerah terdiri atas tiga dokumen utama: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Ketiganya disusun secara berjenjang, partisipatif, dan berorientasi hasil (UU No. 23/2014, Pasal 258). RPJPD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 tahun. Ia berfungsi sebagai arah strategis pembangunan daerah yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). RPJPD d...

Persita Tangerang Gulingkan Trend Positif PSIM Yogyakarta

  MENJUAL HARAPAN - Pekan kedelapan BRI Super League 2025/2026, menjadi momen keberuntungan Persita Tangerang saat menjamu tim PSIM Yogyakarta yang berlangsung di Stadion Indomilk Arena, Tangerang, Jumat (17/10/2025). Pendekar Cisadane menggulingkan trend positif PSIM Yogyakarta dengan kemenangan 4-0. Eber Bessa menggolkan gol pembuka atas operan pemain setimnya Rayco Rodriguez   pada menit ke 23. K edudukan 1-0 ini tidak alami perubahan lagi hingga pertandingan turun minum. U sai istirahat, kedua kesebelasan kembali ke lapangan, tuan rumah Persita Tangerang yang sementara sudah unggul 1-0 atas PSIM Yogayarkta, tampak aksi-aksi serangannya terus menekan pertahanan tim lawan. S erangan demi serangan para pemain Pendekar Cisadane ini akhirnya kembali membobol gawang kiper PSIM pada meint ke-70 yang dicetak oleh Rayco Rodriguez . S udah unggul 2 gol, Persita Tangerang makin agresif melakukan serangan demi serangannya, kendati para pemain PSIM berusaha menghadangnya, namun hadanga...

Potret 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Antara Harapan dan Keraguan Publik

Sumber: setneg.go.id Oleh Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - Satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran telah menjadi panggung dinamis bagi eksperimen kebijakan, diplomasi global, dan pertarungan persepsi publik. Laporan INDEF bertajuk “Rapor Netizen” mengungkapkan lanskap digital yang penuh sorotan, kritik, dan harapan. Dari reshuffle kabinet hingga program makan bergizi gratis, netizen menjadi aktor penting dalam menilai efektivitas dan etika pemerintahan. Presiden Prabowo menunjukkan orientasi geopolitik yang berbeda dari pendahulunya. Hampir 70% kunjungannya adalah lawatan ke luar negeri, berbanding terbalik dengan Jokowi yang 75% kunjungannya fokus ke dalam negeri. Prabowo tampak ingin menegaskan posisi Indonesia sebagai pemain strategis di tiga benua: Asia, Eropa, dan Amerika. Namun, di dalam negeri, dinamika politik tak kalah intens. Tiga kali reshuffle kabinet dalam satu tahun, melibatkan 10 pejabat setingkat menteri, menjadikan Prabowo sebagai pr...