MENJUAL HARAPAN - Setiap bulan Agustus, negeri ini dipenuhi warna merah-putih. Bendera dikibarkan, lagu kebangsaan dinyanyikan, dan upacara digelar dengan khidmat. Namun di balik gegap gempita itu, muncul pertanyaan yang tak terucap: nasionalisme untuk siapa? Nasionalisme yang sejati seharusnya lahir dari kesadaran kolektif. Ia tumbuh dari pengalaman bersama, dari perjuangan warga, dan dari komitmen terhadap keadilan. Melainkan , yang kita saksikan hari ini adalah seremoni tanpa substansi—ritual yang kehilangan ruh. Jangan sampai rakyat, disuruh hormat bendera, namun tidak pernah dihormati oleh negara. Nasionalisme menjadi tuntutan, bukan pengakuan. Ritual nasionalisme ( kosong ) tampak dalam upacara yang formal, tetapi tak menyentuh hati. Anak-anak berdiri berjam-jam, guru membaca teks, dan pejabat memberi pidato. Akan tetapi, tidak ada ruang refleksi, tak ada dialog, tak ada makna yang dibangun bersama. Nasionalisme juga dijadikan alat kontrol. ...
Berbagi setetes info, menuai pengetahuan