Langsung ke konten utama

Negeri Para Jubah Bayangan



MENJUAL HARAPAN - Di sebuah negeri yang konon menjunjung tinggi hukum, berdiri sebuah gedung megah bernama Istana Keadilan. Pilar-pilarnya menjulang, dihiasi patung dewi bermata tertutup, tangan menggenggam timbangan. Tapi di balik tirai marmer itu, suara rakyat tak selalu bergema.

Di lorong-lorong kampung, rakyat menyebutnya “Negeri Para Jubah Bayangan.” Sebab di sana, hukum bukanlah cahaya yang menerangi, melainkan bayangan yang menari mengikuti arah kekuasaan. Vonis bisa dijatuhkan, tapi tak selalu dijalankan. Ada yang sudah incrah, tapi tetap melenggang bebas, seolah hukum hanya aksesoris dalam pesta elite.

Di warung kopi, Pak Raji, pensiunan guru, mengeluh lirih. “Dulu saya ajarkan anak-anak tentang keadilan. Tapi sekarang, saya bingung menjelaskan kenapa koruptor bisa selfie di mall setelah vonis.” Ia menatap layar televisi yang menampilkan wajah tersenyum seorang terpidana, lengkap dengan caption: “Menunggu eksekusi.”

Di sisi lain, Bu Sari, penjual sayur, pernah ditahan karena salah paham soal pajak kiosnya. Ia tak punya pengacara, tak paham prosedur, hanya tahu bahwa malam itu ia tidur di balik jeruji. “Saya bukan maling, cuma salah hitung. Tapi kenapa saya yang ditangkap, bukan mereka yang mencuri masa depan anak-anak kita?”

Di balik layar sistem hukum, ada ruang-ruang gelap bernama “diskresi.” Di sana, keputusan bisa ditunda, surat eksekusi bisa menguap, dan status “incrah” menjadi sekadar stempel tanpa makna. Hukum menjadi lentur, bukan karena keadilan, tapi karena kedekatan.

Seorang jaksa muda, yang masih idealis, menulis di jurnal pribadinya: “Saya bingung. Vonis sudah inkrah, tapi surat eksekusi tak kunjung turun. Atasan bilang tunggu koordinasi. Tapi koordinasi dengan siapa? Dengan nurani atau dengan jaringan?”

Di kampus hukum, mahasiswa berdiskusi tentang asas equality before the law. Tapi mereka tahu, itu hanya kalimat pembuka dalam buku teks. Di lapangan, hukum punya kasta. Ada yang bisa menunda eksekusi dengan surat sakit, ada yang tak bisa menunda walau anaknya belum sempat menyusu.

Di media sosial, rakyat bersuara. Meme-meme bermunculan: “Vonis inkrah, tapi belum inkrah di hati pejabat.” “Penjara itu untuk rakyat biasa, bukan untuk yang punya koneksi.” Satire menjadi senjata terakhir ketika logika tak lagi mampu menembus tembok birokrasi.

Di ruang sidang, hakim mengetuk palu. “Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara.” Tapi setelah itu, terdakwa pulang ke rumah, makan malam bersama keluarga, dan besoknya menghadiri seminar tentang integritas.

Di lorong penjara, napi kasus kecil merenung. “Saya curi ayam karena lapar. Saya dihukum dua tahun. Tapi dia curi uang negara, divonis lima tahun, dan masih bisa jalan-jalan.” Ia menatap langit-langit sel, bertanya-tanya apakah keadilan hanya berlaku bagi yang tak punya kuasa.

Di ruang rapat kementerian, ada diskusi tentang reformasi hukum. Tapi reformasi itu sering terjebak dalam seminar, bukan dalam eksekusi. “Kita perlu sistem yang transparan,” kata pejabat. Tapi transparansi itu tak pernah menyentuh proses eksekusi vonis.

Di komunitas warga, muncul gerakan “Eksekusi Itu Kewajiban.” Mereka membuat mural, poster, dan booklet tentang pentingnya menindaklanjuti vonis. “Inkrah bukan akhir, tapi awal dari keadilan yang nyata,” tulis mereka di dinding kampung.

Di tengah semua itu, anak-anak tumbuh dengan pelajaran yang ambigu. Mereka belajar bahwa hukum itu penting, tapi juga belajar bahwa hukum bisa dinegosiasikan. Mereka melihat bahwa kejujuran tak selalu dihargai, dan pelanggaran bisa dinegosiasikan asal punya akses.

Di mimbar-mimbar agama, para pemuka bicara tentang amanah dan tanggung jawab. Tapi mereka juga tahu, bahwa di luar sana, ada yang bisa menghindari hukuman dengan dalih “prosedur belum lengkap.” Seolah hukum adalah labirin, bukan jalan lurus.

Dan di tengah semua absurditas itu, rakyat tetap berharap. Bahwa suatu hari, jubah bayangan akan digantikan oleh cahaya keadilan. Bahwa vonis bukan sekadar teks, tapi tindakan. Bahwa hukum bukan hanya milik mereka yang punya kuasa, tapi milik semua yang percaya pada kebenaran. (S_267)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tata Cara dan Tahapan RPJPD, RPJMD, dan RKPD dalam Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia: Kajian Normatif dan Partisipatif

Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - PERENCANAAN pembangunan daerah merupakan instrumen strategis dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui tata kelola pemerintahan yang demokratis, efisien, dan berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, sistem ini diatur secara normatif melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan diperinci dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa perencanaan pembangunan daerah terdiri atas tiga dokumen utama: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Ketiganya disusun secara berjenjang, partisipatif, dan berorientasi hasil (UU No. 23/2014, Pasal 258). RPJPD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 tahun. Ia berfungsi sebagai arah strategis pembangunan daerah yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). RPJPD d...

Persita Tangerang Gulingkan Trend Positif PSIM Yogyakarta

  MENJUAL HARAPAN - Pekan kedelapan BRI Super League 2025/2026, menjadi momen keberuntungan Persita Tangerang saat menjamu tim PSIM Yogyakarta yang berlangsung di Stadion Indomilk Arena, Tangerang, Jumat (17/10/2025). Pendekar Cisadane menggulingkan trend positif PSIM Yogyakarta dengan kemenangan 4-0. Eber Bessa menggolkan gol pembuka atas operan pemain setimnya Rayco Rodriguez   pada menit ke 23. K edudukan 1-0 ini tidak alami perubahan lagi hingga pertandingan turun minum. U sai istirahat, kedua kesebelasan kembali ke lapangan, tuan rumah Persita Tangerang yang sementara sudah unggul 1-0 atas PSIM Yogayarkta, tampak aksi-aksi serangannya terus menekan pertahanan tim lawan. S erangan demi serangan para pemain Pendekar Cisadane ini akhirnya kembali membobol gawang kiper PSIM pada meint ke-70 yang dicetak oleh Rayco Rodriguez . S udah unggul 2 gol, Persita Tangerang makin agresif melakukan serangan demi serangannya, kendati para pemain PSIM berusaha menghadangnya, namun hadanga...

Potret 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Antara Harapan dan Keraguan Publik

Sumber: setneg.go.id Oleh Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - Satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran telah menjadi panggung dinamis bagi eksperimen kebijakan, diplomasi global, dan pertarungan persepsi publik. Laporan INDEF bertajuk “Rapor Netizen” mengungkapkan lanskap digital yang penuh sorotan, kritik, dan harapan. Dari reshuffle kabinet hingga program makan bergizi gratis, netizen menjadi aktor penting dalam menilai efektivitas dan etika pemerintahan. Presiden Prabowo menunjukkan orientasi geopolitik yang berbeda dari pendahulunya. Hampir 70% kunjungannya adalah lawatan ke luar negeri, berbanding terbalik dengan Jokowi yang 75% kunjungannya fokus ke dalam negeri. Prabowo tampak ingin menegaskan posisi Indonesia sebagai pemain strategis di tiga benua: Asia, Eropa, dan Amerika. Namun, di dalam negeri, dinamika politik tak kalah intens. Tiga kali reshuffle kabinet dalam satu tahun, melibatkan 10 pejabat setingkat menteri, menjadikan Prabowo sebagai pr...