Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label internasional

Politik yang Mendengar: Diplomasi Sebagai Tindakan Mendengar Yang Radikal

  “Diplomacy is the art of listening before speaking.” — Harold Nicolson, diplomat dan sejarawan Inggris MENJUAL HARAPAN - Di tengah dunia yang semakin gaduh oleh retorika kekuasaan dan kompetisi hegemonik, diplomasi yang mendengar tampak seperti jalan sunyi—tidak populer, tidak spektakuler, tetapi justru menyimpan kekuatan transformatif. Dalam dunia yang dipenuhi oleh “politik yang berbicara”, kita lupa bahwa mendengar adalah tindakan politik yang paling radikal: ia menunda penghakiman, membuka ruang pengakuan, dan memungkinkan martabat hadir tanpa syarat. “Diplomasi bukan hanya soal menyampaikan pesan, tetapi juga tentang menciptakan ruang di mana pihak lain merasa didengar dan dihargai.”  — R.P. Barston, dalam Modern Diplomacy (2006) Dalam konteks ini, diplomasi bukan sekadar alat negara untuk mencapai kepentingan nasional, tetapi juga praktik etis  yang mengakui keberadaan pihak lain sebagai subjek, bukan objek. Diplomasi yang mendengar adalah bentuk keberanian untuk...

Dari Bandung ke Jeddah: Jejak Historis Solidaritas Selatan Global dan Aktualisasinya Kini

Peta dunia (hasil tangkapan layar dari https://www.mapsofworld.com/) “Let a new Asia and a new Africa be born!” — Soekarno , P idato P embukaan Konferensi Asia-Afrika, Bandung 1955  ( suaramuda.net ) MENJUAL HARAPAN - Pada April 1955, di sebuah kota yang belum lama merdeka dari kolonialisme, para pemimpin dari 29 negara Asia dan Afrika berkumpul di Bandung. Mereka tidak datang membawa senjata atau ultimatum, melainkan harapan dan keberanian untuk menyatakan bahwa dunia tidak hanya milik dua kutub adidaya. Konferensi Asia-Afrika (KAA) menjadi titik balik: bukan hanya dalam sejarah diplomasi, tetapi dalam sejarah kesadaran geopolitik dari Selatan Global. Kini, tujuh dekade kemudian, ketika Presiden Prabowo Subianto bertemu Putra Mahkota Mohammed bin Salman di Jeddah, gema Bandung itu seolah bergetar kembali—bukan dalam bentuk seremoni, melainkan dalam semangat , bahwa negara-negara yang dahulu dianggap periferal kini menata ulang pusat-pusat pengaruh global. “KAA 1955 adalah mil...

Ketika Selatan Menatap Utara: Diplomasi Sebagai Tindakan Ontologis dan Politik Pengakuan

ilustrasi bola dunia (foto hasil tangkapan layar dari kompas.id) “Diplomacy is the art of listening before speaking.” — Harold Nicolson , diplomat dan sejarawan Inggris MENJUAL HARAPAN - Di dunia yang dipetakan oleh kekuasaan, “Selatan” dan “Utara” bukan hanya koordinat geografis, melainkan metafora tentang ketimpangan wacana, asimetri pengaruh, dan penjinakan identitas. Akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan geliat baru , yaitu munculnya kesadaran epistemik di berbagai belahan dunia Selatan yang tak lagi ingin sekadar diwakili—melainkan hadir sebagai pemakna sejarahnya sendiri. Apa makna menjadi bangsa dari Selatan dalam dunia yang masih dikonstruksi oleh lensa Utara? Pertanyaan ini menjadi titik tolak dalam membaca ulang dinamika geopolitik kontemporer. Diplomasi, yang dahulu begitu identik dengan negosiasi kuasa, kini menghadapi tantangan eksistensial: mampukah ia menjadi ruang di mana subjek kolektif dari Selatan menyatakan keberadaannya bukan dalam bahasa subo...

Sishankamrata dan Geopolitik

MENJUAL HARAPAN - Dalam Sidang Tahunan MPR 15 Agustus 2025, Presiden Prabowo menegaskan bahwa Indonesia “menegakkan kedaulatan di panggung dunia” dengan bergabung dalam   BRICS , memperkuat diplomasi internasional, mendukung Palestina, dan sekaligus memperluas struktur militer dengan penambahan kodam, pangkalan laut, pasukan udara, hingga unit pasukan khusus. Pidato tersebut, memperlihatkan sebuah narasi ganda , yaitu : negara hadir dalam diplomasi global , dan juga menyiapkan pertahanan domestik  yang lebih kuat. Dalam perspektif sosiologi politik, ini merupakan upaya negara membangun legitimasi eksternal (pengakuan internasional) , dan legitimasi internal (perlindungan rakyat). Bergabung dengan BRICS  diproyeksikan sebagai strategi keluar dari dominasi Barat,  sekaligus memperluas jejaring ekonomi-politik global. Hal ini selaras dengan pandangan Immanuel Wallerstein (2004) tentang sistem dunia, bahwa negara-negara semi-periferi , seperti Indonesia berupaya memperku...

BRICS dan Pergeseran Arsitektur Ekonomi Global

  BRICS (foto hasil tangkapan layar dari  kemhan.go.id ) MENJUAL HARAPAN  - ALIANSI BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) tampak tengah berkembang menjadi alternatif poros  baru sebagai kekuatan ekonomi global, dan menyaingi yang selama ini didominasi negara-negara G7. Pada 2025, keberadaan BRICS mencakup lebih dari 35% PDB dunia berdasarkan paritas daya beli, melampaui G7 yang hanya 30%. Dengan ekspansi ke negara-negara seperti Ethiopia, Iran, dan Indonesia, BRICS kini mencakup separuh populasi dunia dan sepertiga produksi minyak global  (Lihat: cianjur.viva.co.id ). “Negara-negara G7 pernah dua kali lebih besar dari BRICS pada 1990-an. Sekarang situasinya terbalik. BRICS telah melampaui G7 dalam volume PDB,”   — Maxim Oreshkin, Wakil Kepala Administrasi Kepresidenan Rusia  (Lihat: ekbis.sindonews.com ). Proyeksi Pertumbuhan   BRICS Ungguli G7 Antara 2025–2028, pertumbuhan volume PDB tahunan negara-negara BRICS diproyeksikan ber...

Ketegangan Geopolitik Timur Tengah: Konflik Iran vs. Israel dan Amerika Serikat

MENJUAL HARAPAN - Ketegangan geopolitik di Temur Tengah, semakin kompleks, utamanya usai adu serangan Israel, Iran, dan diperumit oleh serangan AS ke Iran. Inilah ringkasan konflik Iran versus Israel dan AS. 1. Latar Belakang dan Akar Sejarah Hubungan Awal : Sebelum Revolusi Islam 1979, Iran (di bawah dinasti Pahlavi) adalah sekutu Israel dan AS dengan kerja sama militer dan ekonomi. Perubahan Pasca-Revolusi : Revolusi 1979 mengubah Iran menjadi Republik Islam yang anti-Israel dan anti-AS, memutus hubungan diplomatik dengan Israel, mendukung kelompok anti-Israel (Hizbullah, Hamas), dan memandang Israel sebagai "setan kecil" serta AS sebagai "setan besar". Pandangan Israel : Israel menganggap Iran sebagai ancaman eksistensial karena program nuklir dan dukungan terhadap milisi. 2. Program Nuklir Iran Kontroversi Nuklir : Iran mengklaim program nuklirnya untuk tujuan damai, tetapi Israel dan AS mencurigai ambisi senjata nuklir. JCPOA 2015 : Perjanjian nuklir membatasi ...