Langsung ke konten utama

Dari Bandung ke Jeddah: Jejak Historis Solidaritas Selatan Global dan Aktualisasinya Kini

Peta dunia (hasil tangkapan layar dari https://www.mapsofworld.com/)


“Let a new Asia and a new Africa be born!”
Soekarno, Pidato Pembukaan Konferensi Asia-Afrika, Bandung 1955 (suaramuda.net)


MENJUAL HARAPAN - Pada April 1955, di sebuah kota yang belum lama merdeka dari kolonialisme, para pemimpin dari 29 negara Asia dan Afrika berkumpul di Bandung. Mereka tidak datang membawa senjata atau ultimatum, melainkan harapan dan keberanian untuk menyatakan bahwa dunia tidak hanya milik dua kutub adidaya. Konferensi Asia-Afrika (KAA) menjadi titik balik: bukan hanya dalam sejarah diplomasi, tetapi dalam sejarah kesadaran geopolitik dari Selatan Global.

Kini, tujuh dekade kemudian, ketika Presiden Prabowo Subianto bertemu Putra Mahkota Mohammed bin Salman di Jeddah, gema Bandung itu seolah bergetar kembali—bukan dalam bentuk seremoni, melainkan dalam semangat, bahwa negara-negara yang dahulu dianggap periferal kini menata ulang pusat-pusat pengaruh global.

“KAA 1955 adalah milestone bagi negara-negara poskolonial untuk secara berani mengambil posisi di tengah perhelatan ideologis antara dua kekuatan adidaya.” Dra. Baiq L. S. W. Wardhani, Ph.D. (fisip.unair.ac.id)

Pertemuan bilateral Indonesia–Arab Saudi bukan sekadar agenda kenegaraan. Ia adalah tafsir kontemporer atas semangat Bandung: membangun solidaritas lintas budaya, memperkuat kedaulatan, dan menolak subordinasi dalam sistem global yang masih menyisakan kolonialisme dalam bentuk baru—ekonomi, digital, dan epistemik.

Dalam pidato pembuka KAA, Soekarno menyatakan:

“Colonialism has also its modern dress, in the form of economic control, intellectual control... It is a skilful and determined enemy, and it appears in many guises.” (www.goriau.com).

Kutipan ini tetap relevan. Ketika negara-negara Selatan kini membangun supreme coordination councils, memperluas kerja sama energi, teknologi, dan pendidikan, mereka sedang menegosiasikan ulang posisi mereka dalam arsitektur global. Bukan untuk meniru kekuatan lama, tetapi untuk menciptakan tatanan baru yang lebih setara dan beradab.

“Kita, bangsa-bangsa Asia dan Afrika, 1,4 miliar jiwa, dapat memobilisasi kekuatan moral untuk perdamaian.”
Soekarno, KAA 1955 (www.goriau.com)

Pertemuan di Jeddah, dalam konteks ini, bukan hanya diplomasi bilateral. Ia adalah bagian dari gerakan epistemik yang lebih luas: menghidupkan kembali nilai-nilai pengakuan, solidaritas, dan keberanian untuk menjadi subjek sejarah. Dari Bandung ke Jeddah, dari pidato ke perjumpaan, dari deklarasi ke institusi—kita menyaksikan bahwa geopolitik bisa menjadi ruang etis, bukan hanya arena kuasa.*

Baca juga: Ketika Selatan Menatap Utara: Diplomasi sebagai Tindakan Ontologis dan Politik Pengakuan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENTERTAWAKAN NEGERI INI

Oleh: Silahudin MENJUAL HARAPAN - Mentertawakan negeri ini bukan karena kita tak cinta. Justru karena cinta itu terlalu dalam, hingga luka-lukanya tak bisa lagi ditangisi. Maka tawa menjadi pelipur, menjadi peluru, menjadi peluit panjang di tengah pertandingan yang tak pernah adil. Negeri ini, seperti panggung sandiwara, di mana aktor utamanya tak pernah lulus audisi nurani. Di ruang-ruang kekuasaan, kita menyaksikan para pemimpin berdialog dengan teleprompter, bukan dengan hati. Mereka bicara tentang rakyat, tapi tak pernah menyapa rakyat. Mereka bicara tentang pembangunan, tapi tak pernah membangun kepercayaan. Maka kita tertawa, bukan karena lucu, tapi karena getir yang terlalu lama dipendam. Pendidikan, katanya, adalah jalan keluar. Tapi di negeri ini, sekolah adalah lorong panjang menuju penghapusan imajinasi. Anak-anak diajari menghafal, bukan memahami. Mereka diuji untuk patuh, bukan untuk berpikir. Guru-guru digaji dengan janji, sementara kurikulum berganti seperti musim, tanpa...

HUT TNI Ke-80: Transformasi, Kemanunggalan dan Visi Strategis Untuk Pembangunan Nasional

HUT TNI Ke-80 (Foto hasil tangkapan layar dari kompas-com) Oleh Silahudin Pemerhati Sosial Politik, Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - Tentara Nasional Indonesia (TNI), tanggal 5 Oktober 2025, memasuki usianya yang ke-80 tahun. HUT TNI ke-80 ini mengusung tema "TNI Prima-TNI Rakyat-Indonesia Maju". Tentu saja tema tersebut, bukan sekadar rangkaian kata yang indah, melainkan sebuah komitmen deklarasi visi strategis, dan sekaligus reflektif atas posisi dan peran TNI di tengah dinamika geopolitik global, dan tantangan domistik. Tema tersebut, secara lugas membagi fokus ke dalam tiga pilar utama yang saling menguatkan, menetapkan standar kualitas, dan menegaskan kembali jati diri historis, serta mengarahkan pada tujuan nasional jangka panjang. TNI Prima Pada frasa “TNI Prima” merupakan inti dari transformasi militer yang harus diwujudnyatakan secara fundamental dan berkelanjutan. Tentu, prima disini tidak hanya sekedar berarti terbaik, malainkan harus dite...

Dewa United Sikat PSBS Biak 3-1

  MENJUAL HARAPAN   — Dewa United kembali menunjukkan taringnya. Bermain di Banten International Stadium (BIS), mereka berhasil menggilas PSBS Biak dengan skor meyakinkan 3-1 dalam lanjutan BRI Super League pekan keenam. Kemenangan ini bukan sekadar tiga poin, melainkan bukti nyata dari efektivitas serangan Dewa United yang sangat mematikan. Pertandingan yang digelar Sabtu (20/9/2025) ini seolah menjadi panggung bagi Dewa United untuk menampilkan dominasi total. Sejak menit awal, mereka mengambil inisiatif serangan dan terus menekan pertahanan PSBS Biak. Gelombang serangan yang dilancarkan secara beruntun membuat para pemain PSBS Biak kesulitan mengembangkan permainan mereka. Pada menit ke-28, kerja keras Dewa United membuahkan hasil. Hugo Gomes dos Santos  menjadi pembuka pesta gol, melepaskan tendangan yang tak mampu dijangkau kiper lawan. Gol ini membuat mental Dewa United semakin terangkat dan serangan mereka menjadi lebih gencar. Tak perlu menunggu lama, hanya bersel...