Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label pembangunan

Janji Di Panggung Kehidupan

  ilustrasi istimewa MENJUAL HARAPAN - Di negeri bernama Indonesia, janji bukan sekadar kata. Ia adalah mata uang sosial yang diperdagangkan di pasar harapan. Dari lorong kekuasaan hingga ruang kelas, dari mimbar spiritual hingga meja makan rakyat, janji berseliweran seperti angin: kadang menyejukkan, kadang menyesakkan. Politik adalah panggung utama janji. Setiap musim pemilu, aktor-aktor politik tampil dengan naskah penuh janji: membangun, menyejahterakan, memberantas korupsi. Akan tetapi, setelah tirai ditutup, banyak janji yang tertinggal di panggung, tak pernah turun ke bumi. Rakyat pun belajar satu hal: janji politik adalah retorika, bukan komitmen. Di ruang pendidikan, janji hadir dalam bentuk konstitusi dan kurikulum. Negara menjanjikan pendidikan yang merata dan bermutu. Namun, anak-anak di pelosok masih belajar di bawah atap bocor, dengan guru yang datang seminggu sekali. Janji pendidikan menjadi puisi yang indah, tapi tak terbaca oleh mereka yang paling membutuhkannya. ...

Dana Mengendap, Pembangunan Tertunda

Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - Ketika dana publik yang seharusnya menggerakkan pembangunan justru mengendap di bank, kita tidak sedang membicarakan angka semata. Kita sedang menghadapi krisis kepercayaan, disfungsi fiskal, dan ketidakadilan struktural dalam tata kelola negara. Hingga kuartal III tahun 2025, lebih dari Rp 234 triliun dana pemerintah daerah (Pemda) tercatat tidak terserap dan tertahan di rekening bank. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut ini sebagai akibat dari rendahnya serapan belanja APBD, meski transfer dari pusat telah dilakukan tepat waktu. Pernyataan ini memicu ketegangan antarlembaga, memperlihatkan bahwa koordinasi fiskal kita belum sehat. Akar masalahnya lebih dalam. Banyak daerah menyusun anggaran tanpa mempertimbangkan kapasitas eksekusi. Proyek dirancang tanpa kesiapan lahan, SDM, atau dokumen pendukung. Sistem pengadaan yang berbelit, birokrasi yang lamban, dan minimnya partisipasi publik memperparah situasi....

HUT TNI Ke-80: Transformasi, Kemanunggalan dan Visi Strategis Untuk Pembangunan Nasional

HUT TNI Ke-80 (Foto hasil tangkapan layar dari kompas-com) Oleh Silahudin Pemerhati Sosial Politik, Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - Tentara Nasional Indonesia (TNI), tanggal 5 Oktober 2025, memasuki usianya yang ke-80 tahun. HUT TNI ke-80 ini mengusung tema "TNI Prima-TNI Rakyat-Indonesia Maju". Tentu saja tema tersebut, bukan sekadar rangkaian kata yang indah, melainkan sebuah komitmen deklarasi visi strategis, dan sekaligus reflektif atas posisi dan peran TNI di tengah dinamika geopolitik global, dan tantangan domistik. Tema tersebut, secara lugas membagi fokus ke dalam tiga pilar utama yang saling menguatkan, menetapkan standar kualitas, dan menegaskan kembali jati diri historis, serta mengarahkan pada tujuan nasional jangka panjang. TNI Prima Pada frasa “TNI Prima” merupakan inti dari transformasi militer yang harus diwujudnyatakan secara fundamental dan berkelanjutan. Tentu, prima disini tidak hanya sekedar berarti terbaik, malainkan harus dite...

Keadilan dan Surutnya Keserakahan

  MENJUAL HARAPAN - Retakan   di fondasi Kebun Raya Nusantara kini telah menyebabkan "Banjir Keadilan". Banjir ini bukan berasal dari air hujan, melainkan dari air mata penderitaan yang selama ini tertahan, kini tumpah ruah membanjiri seluruh Kebun Raya. Air mata itu membawa serta lumpur-lumpur kebohongan, puing-puing ketidakadilan, dan sisa-sisa keserakahan yang selama ini menumpuk. Banjir Keadilan ini menyapu bersih semua akar-akar hisap, merobek jaring-jaring laba-laba, dan menghanyutkan Timbangan Curang. Gudang Raksasa yang berisi Harta Kekayaan pun ikut terendam, dan isinya mulai terbawa arus, menyebar ke seluruh penjuru Kebun Raya. Topeng Pembangunan dan Lubang-lubang Kemiskinan pun ikut hanyut, tak bersisa. Si Kecil, si semut pekerja, menyaksikan semua ini dengan takjub. Ia melihat bagaimana air mata penderitaan yang selama ini ia saksikan, kini menjadi kekuatan yang membersihkan segalanya. Ia melihat bagaimana Kebun Raya yang dulunya kotor dan penuh nestapa, kini per...

Refleksi Historis, dan Legitimasi Kepemimpinan

MENJUAL HARAPAN - Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya dihadapan Sidang Tahunan MPR RI, 15 Agustus 2025, menjahit masa lalu, masa kini, dan aspirasi masa depan sebagai benang legitimiasi. Presiden dalam pidatonya membuka ruang historis, yaitu Proklamasi 17 Agustus 1945 diposisikan sebagai “momen penting dalam perjuangan panjang bangsa ini…,” titik asal yang terus “menggali” tugas-tugas kenegaraan yang belum tuntas. Dengan begitu, sejarah bukan sekadar arsip, melainkan sumber daya simbolik yang ditarik ke masa kini untuk meneguhkan mandat (ingat, mandat tak hanya lahir dari suara, tetapi juga dari narasi). Dalam kerangka sosiologi politik, ini serupa dengan apa yang Benedict Anderson sebut sebagai komunitas imajiner   ke-kitaan   yang diproduksi oleh kisah bersama dan ritus kebangsaan, tempat Proklamasi berfungsi sebagai “mitos pendiri” yang mempersatukan (Anderson, 2016). Lapisan kedua legitimasi dibangun melalui klaim kontinuitas , yaitu  penghormatan kepada para p...

Kota yang Menelan Desa

MENJUAL HARAPAN -- Kota   tumbuh, desa menyusut.  Di balik gemerlap gedung, jalan tol, dan pusat perbelanjaan, ada jejak-jejak desa yang hilang -- tanah   yang digusur, sawah yang dikeringkan, dan komunitas yang dipindahkan. Kota tak sekadar berkembang, ia menelan. Urbanisasi seringkali dianggap kemajuan.  Namun, dalam praktiknya, ia adalah proses pemusnahan ruang hidup lokal. Desa tak lagi dilihat sebagai sumber kehidupan, tetapi sebagai lahan kosong yang siap diubah. Pembangunan menjadi penghapusan. Desa, bukan sekedar objek proyek, yang hanya diminta menerima. Tidak diajak bicara. Kota yang menelan desa juga berarti hilangnya pengetahuan lokal.  Sistem pertanian tradisional, ritual komunitas, dan relasi ekologis digantikan oleh logika produksi. Pengetahuan yang diwariskan turun-temurun dianggap usang, tak ilmiah, tak relevan. Dalam refleksi filosofis, desa adalah ruang kontemplatif.  Ia bukan hanya tempat tinggal, tetapi tempat tumbuhnya nilai, relasi, d...

Hegemoni Ekologis

Oleh Silahudin MENJUAL HARAPAN -  RETORITKA pembangunan berkelanjutan, dan jargon hijau tampak kian populer di ruang-ruang kebijakan, akan tetapi, di balik itu juga tersembunyi satu paradoks besar, yaitu alam terus mengalami kerusakan struktural, walau keberlanjutannya digembar-gemborkan.  Pergulatan hidup kita, dalam realitasnya dikonstruksi oleh bahasa, dan narasi yang seolah peduli terhadap lingkungan, namun, secara praksis terus-menerus melegitimasi eksploitasi. Pada titik simpul inilah, letak hegemoni ekologis, bukan hanya dominasi atas alam, tetapi juga dominasi atas cara berpikir tentang alam. Memang, hegemonis ekologis bekerja secara halus melalui wacana yang kita anggap netral, seperti istilah "pemanfaatan sumber daya", "optimalisasi kawasan", atau "efisiensi energi", dan lain sejenisnya. Dalam tataran kerangka tersebut, alam dikonstruksi sebagai objek pasif yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan manusia. Kepentingan ekonomi diselubungi bahasa sa...

Menyeimbangkan Ekosistem di Bumi Pertiwi

MENJUAL HARAPAN - Di tengah riuhnya peringatan Hari Hutan Sedunia (22 Juni), dan sorotan akan laju deforestasi yang mengkhawatirkan, kita patut merenungkan subuah pendekatan yang melampau sekedar konservasi hutanisasi. Bukan hanya tentang menanam kembali pohon, melainkan sebuah filosofi mendalam tentang pemulihan keseimbangan, menata ulang tatanan ekologis yang terenggut, dan merajut kembali simfoni alam yang terdistorsi.  Di Indonesia, sebuah negeri yang diberkahi dengan keanekaragaman hayati melimpah, konsep hutanisasi menjadi sebuah keniscayaan, bukan hanya impian utopis. Ini adalah perjalanan empirik yang menuntut kebijaksanaan, kesabaran, dan kearifan kolektif. Secara filosofis, hutanisasi merupakan tindakan rekonsiliasi manusia dengan alam. Kita telah terlalu lama memandang hutan sebagai sumber daya yang harus dieksploitasi, melupakan bahwa ia adalah entitas hidup yang memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang. Pendekatan ini, mengajak kita untuk mengembalikan peran hutan seba...

Menjual Harapan dalam Kebijakan Publik: Berhasil dan Gagal

MENJUAL HARAPAN - Kebijakan publik merupakan bagian yang tidak bisa diingkari dalam realitas pengelolaan kehidupan bernegara. Kebijakan publik hadir acapkali dikemas sebagai janji perubahan, solusi atas persoalan sosial. Akan tetapi, ada kalanya kebijakan tersebut lebih merupakan upaya menjual harapan daripada penyelesaian masalah yang konkret. Sebagai catatan sejarah politik dan pemerintahan di belahan dunia, telah menunjukkan berbagai contoh di mana harapan yang dijual berhasil menggerakkan masyarakat menuju perubahan nyata, numum, ada pula kebijakan yang justru berujung pada kekecewaan dan krisis. Tulisan ini, akan mengeksplorasi bagaimana harapan dijual dalam kebijakan publik, dengan beberapa contoh kebijakan baik yang relatif berhasil, maupun yang mengalami kegagalan, termasuk kontroversi yang menyertainya. Kebijakan yang Berhasil, Harapan yang Menjadi Kenyataan 1. Program Marshall (Marshall Plan) – Amerika Serikat & Eropa Pasca Perang Dunia II, Amerika Serikat meluncurkan Ma...