MENJUAL HARAPAN - Setiap tahun, ketika dedaunan mulai menguning dan angin November berbisik perlahan, ingatan bangsa ini kembali tertuju pada satu nama kota: Surabaya. Ia bukan sekadar kota, melainkan altar sakral tempat martabat dipertaruhkan dengan nyawa, tempat kemerdekaan yang baru seumur jagung diuji oleh gemuruh meriam. Tanggal Sepuluh November bukanlah sekadar tanggal; ia adalah epos yang tertulis dengan tinta darah, sumpah yang diikrarkan dalam kobaran api. Proklamasi 17 Agustus 1945 telah mengoyak tirai kegelapan, namun fajar kebebasan itu masih rapuh, diintai oleh bayangan masa lalu yang ingin kembali mencengkeram. Di sudut kota, di Hotel Yamato yang angkuh, bendera tiga warna (Merah-Putih-Biru) kembali dikibarkan, seolah mencabik-cabik harga diri yang baru saja direngkuh. Tangan-tangan perkasa rakyat Surabaya tak sudi berdiam. Insiden heroik perobekan kain biru itu, menyisakan Merah dan Putih yang berkibar gagah, adalah proklamasi kedua: bahwa ke...
Berbagi setetes info, menuai pengetahuan