Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label parlemen

Budaya Politik, dan Jalan Panjang Keadilan Sosial

Oleh Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN  - KETIMPANGAN  di Indonesia tidak hanya terlihat dalam angka statistik,  melainkan  dalam praktik budaya politik sehari-hari. Akses terhadap layanan publik, representasi politik, hingga martabat sosial kerap bergantung pada siapa yang kita kenal, bukan pada hak yang seharusnya dijamin negara. Sering kali kita mengira bahwa politik hanyalah urusan partai, parlemen, atau pemilu. Padahal, politik juga hidup di ruang sehari-hari, dalam cara kita berinteraksi, dalam norma yang kita anggap wajar, bahkan dalam cara kita mendefinisikan siapa yang berhak mendapat keadilan.  Oleh karena itu, d i sinilah konsep kebudayaan politik menjadi penting ,  ia bukan sekadar “hiasan,” melainkan fondasi dari bagaimana masyarakat memahami dan memperjuangkan hak-haknya. Keadilan sosial, yang kita kenal sebagai sila kelima Pancasila, bukan hanya soal pembagian ekonomi yang merata. Filsuf politik Nancy Fra...

Ujian Sejati Dimulai Setelah Terpilih

MENJUAL HARAPAN - Pemilihan   umum  merupakan  titik awal, bukan titik akhir. Ketika seorang calon legislatif terpilih menjadi anggota DPRD, ia tidak serta-merta menjadi wakil rakyat yang efektif. Justru di sanalah ujian sejati dimulai—ujian tentang integritas, keberpihakan, konsistensi, dan kemampuan untuk menjadikan demokrasi sebagai ruang yang bernapas. Artikel ini , mengajak kita untuk melihat masa jabatan bukan sebagai masa kekuasaan, tetapi sebagai ruang pertanggungjawaban publik yang terus-menerus. Dalam sistem demokrasi lokal, keterpilihan adalah mandat elektoral, tetapi ujian sejati adalah bagaimana mandat itu dijalankan. Max Weber (1919) menyatakan bahwa “Tanggung jawab adalah inti dari politik yang bermakna.” Maka, wakil rakyat yang terpilih harus siap diuji oleh publik, oleh etika, dan oleh dampak dari setiap keputusan yang diambil. Itu sebabnya, f ungsi -fungsi DPRD , yaitu legislasi, penganggaran, dan pengawasan. B ukan sekadar tugas administratif, melainkan...

Pintu Gerbang - Sesi 3: Piagam di Tengah Padang Retak

  “Di atas tanah kering, pernah ditulis janji suci: bahwa kekuasaan ada untuk menegakkan, bukan menindas. Tapi hari ini, janji itu telah dikavling oleh mereka yang menyebut rakyat hanya saat pemilu.” MENJUAL HARAPAN -  Satu sore, langit kota berubah jingga kemerahan. Bukan karena senja yang indah, akan tetapi karena polusi dan api dari protes kecil di sudut alun-alun. Tiga tokoh muda kita, kini tergabung dalam sebuah forum yang mereka beri nama Madani Now . Forum itu lahir dari ketidakpuasan terhadap “perjanjian sosial” yang tak pernah ditulis rakyat, tapi ditandatangani para elite di ruang marmer dan suara mikrofon berlabel sponsor. “Piagam Madinah adalah proyek politik tertinggi,” ucap sang pemuda fanzine dalam diskusi terbuka yang disiarkan via kanal daring. “Ia bukan sekadar toleransi antaragama, tapi kontrak kolektif yang menundukkan kekuasaan pada prinsip, bukan selera pasar.” Diskusi itu menyenggol banyak hal: undang-undang yang disusun untuk korporasi, kabinet yang gem...