Langsung ke konten utama

Ujian Sejati Dimulai Setelah Terpilih



MENJUAL HARAPAN - Pemilihan umum merupakan titik awal, bukan titik akhir. Ketika seorang calon legislatif terpilih menjadi anggota DPRD, ia tidak serta-merta menjadi wakil rakyat yang efektif. Justru di sanalah ujian sejati dimulai—ujian tentang integritas, keberpihakan, konsistensi, dan kemampuan untuk menjadikan demokrasi sebagai ruang yang bernapas.

Artikel ini, mengajak kita untuk melihat masa jabatan bukan sebagai masa kekuasaan, tetapi sebagai ruang pertanggungjawaban publik yang terus-menerus.

Dalam sistem demokrasi lokal, keterpilihan adalah mandat elektoral, tetapi ujian sejati adalah bagaimana mandat itu dijalankan. Max Weber (1919) menyatakan bahwa “Tanggung jawab adalah inti dari politik yang bermakna.” Maka, wakil rakyat yang terpilih harus siap diuji oleh publik, oleh etika, dan oleh dampak dari setiap keputusan yang diambil.

Itu sebabnya, fungsi-fungsi DPRD, yaitu legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Bukan sekadar tugas administratif, melainkan ruang ujian etis. Legislasi yang baik harus menjawab kebutuhan masyarakat, bukan hanya memenuhi agenda politik. Saldi Isra (2017) menegaskan bahwa “Legislasi yang berdampak lahir dari proses yang reflektif dan berpihak.” Maka, ujian sejati adalah bagaimana anggota DPRD mampu menyusun Perda yang relevan, adil, dan partisipatif.

Penganggaran merupakan ujian keberpihakan. Setiap angka dalam APBD mencerminkan prioritas politik. Wakil rakyat yang teruji adalah mereka yang mampu menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Transparency International (2022) menekankan bahwa “Integritas anggaran adalah indikator utama dari kredibilitas kelembagaan.” Maka, ujian sejati adalah bagaimana anggaran digunakan untuk memperluas akses dan keadilan sosial.

Pengawasan adalah ujian keberanian. Ketika DPRD menggunakan hak interpelasi atau angket, maka prosesnya harus didasarkan pada data, etika, dan kepentingan publik. Robert Dahl (1989) menyatakan bahwa “Demokrasi membutuhkan pengawasan yang dijalankan dengan integritas, bukan dengan kepentingan.” Maka, ujian sejati adalah bagaimana pengawasan dijalankan tanpa kompromi terhadap nilai.

Selain ujian-ujian dalam menjalankanketiga fungsi tersebut, ujian juga datang dari ruang yang paling sunyi, yaitu reses dan kunjungan kerja. Ketika wakil rakyat turun ke masyarakat, ia diuji oleh realitas. Apakah ia mendengar dengan sungguh-sungguh? Apakah ia mampu menerjemahkan aspirasi menjadi kebijakan? Amartya Sen (1999) menyatakan bahwa “Kebebasan politik harus memperluas kemampuan publik untuk berpartisipasi.” Maka, ujian sejati adalah bagaimana wakil rakyat hadir secara bermakna di tengah masyarakat.

Selanjutnya, etika kelembagaan menjadi ujian harian. Konflik kepentingan, gratifikasi, dan pelanggaran kode etik adalah tantangan nyata. Wakil rakyat yang teruji adalah mereka yang mampu menjaga integritas di tengah godaan kekuasaan. Jimly Asshiddiqie (2006) menegaskan bahwa “Etika publik adalah jantung dari demokrasi yang sehat.” Maka, ujian sejati adalah bagaimana etika dijalankan sebagai sikap, bukan sekadar aturan.

Ujiannya, juga datang dari dalam, yaitu dari fraksi, komisi, dan dinamika internal DPRD. Wakil rakyat harus mampu berdialog, bernegosiasi, dan membangun konsensus tanpa kehilangan prinsip. Keterpilihan harus dibuktikan dengan kemampuan untuk bekerja kolektif dan kolegial. Demokrasi yang sehat membutuhkan deliberasi yang dijalankan dengan nilai.

Media dan masyarakat sipil merupakan penguji eksternal yang tak pernah berhenti. Setiap keputusan, setiap sidang, setiap pernyataan publik akan dinilai. Wakil rakyat yang teruji adalah mereka yang mampu menjawab kritik dengan refleksi, data, dan perbaikan. Demokrasi yang bernapas adalah demokrasi yang terbuka terhadap evaluasi.

Ujian pun,  datang dari janji politik. Ketika janji kampanye tidak diterjemahkan ke dalam kebijakan, maka kepercayaan publik menurun. Wakil rakyat yang teruji adalah mereka yang menjadikan janji sebagai komitmen, bukan sekadar retorika. Keterpilihan harus dibuktikan dengan konsistensi antara kata dan tindakan.

Setiap masa sidang adalah ruang ujian. Setiap rapat adalah ruang pembuktian. Wakil rakyat yang teruji adalah mereka yang menjadikan setiap momen sebagai ruang pembelajaran dan pengabdian. Demokrasi bukan hanya soal prosedur, tetapi soal sikap.

Itu sebabnya, ujian sejati dimulai setelah terpilih. Menjadi wakil rakyat berarti siap diuji oleh publik, oleh nilai, dan oleh dampak dari setiap keputusan. Ketika ujian ini dijalankan dengan keberanian dan refleksi, maka demokrasi tidak hanya dijalankan, tetapi dihidupkan.*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengawasan Melekat (Waskat)

silahudin Ada ragam pengawasan dalam penyelenggaraan roda pemerintahan, dan salah satunya adalah pengawasan melekat. Pengawasan melekat disingkat WASKAT merupakan salah satu kegiatan manajemen dalam mewujudkan terlaksananya tugas-tugas umum pemerintah (an) dan pembangunan. Waskat, sesungguhnya merupakan kegiatan manajemen sehari-hari yang dilakukan oleh pipinan atau atasan instandi pemerintah dalam setiap satuan unit kerjanya. Apa itu pengawasan melekat? dapat disimak pada video ini.

Menyelami Makna Peribahasa Sunda "Asa Peunggas Leungeun Katuhu"

   Ilustrasi Jenis Pakaian Adat Sunda (Foto tangkapan layer dari  https://learningsundanese.com/pakaian-adat-sunda-jenis-jenis-dan-makna-simbolik/ ) Menjual Harapan – Pergulatan pergaulan kehidupan taubahnya berdampingan antara baik dan buruk. Ragam situasi buruk perlu dihindari, karena berakibat buruk pada khususnya diri sendiri, bahkan dalam kehidupan masyarakat, dan negara. Menelusuri mencari sumber masalah yang menimbulkan situasi buruk tersebut dan menemukannya, berarti setidakanya setengah telah mengatasi situasi tersebut. Ada dalam peribahasa Sunda yang populer, yaitu “Asa peunggas leungeun katuhu” . Secara harfiah berarti “harapan di ujung tangan kanan”. Pesan filosofisnya peribahasa Sunda ini mengajarkan pentingnya mempunyai harapan dan tekad kuat dalam menghadapi berbagai situasi yang sulit. “Leungeun katuhu” (tangan kanan) disimbolkan atau dilambangkan sebagai kekuatan dan kemampuan untuk mencapai tujuan. Iman Budhi Santoso (2016: 601) menjelaskan makna dari ...

Konsistensi Cendekiawan “Memanusiakan” Peradaban

Ilustrasi gambar seorang cendekiawan (Foto hasil proses chat gpt) MENJUAL HARAPAN - Pergulatan berbagai kehidupan negara bangsa ini (nation state) , tampak nyaris tidak lepas dari sorotan kritisi cendekiawan.  Kaum cendekiawan terus bersuara dalam berbagai aspek kehidupan. Seperti dalam sosial politik, budaya, ekonomi, pendidikan, dan lain sejenisnya.  Sosok kehadiran cendekiawan di tengah pergulatan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara tak dapat ditampik, niscaya selalu berkontributif.  Kehadirannya memiliki peran dan fungsi yang strategis, oleh karena kehadirannya senantiasa hirau dan peduli terhadap permasalahan-permasalahan bangsa demi menjunjung derajat kemanusiaan. Dalam bahasa lain, seseorang yang merasa berkepentingan untuk memikirkan secara rasional dan sepanjang pengetahuannya tentang bangaimana suatu masyarakat atau kemanusiaan pada umumnya bisa hidup lebih baik.  Oleh karena, setiap bangsa dan negara secara langsung atau tidak langsung memutuhkan peran...