Langsung ke konten utama

Ritual Nasionalisme

 


MENJUAL HARAPAN - Setiap bulan Agustus, negeri ini dipenuhi warna merah-putih. Bendera dikibarkan, lagu kebangsaan dinyanyikan, dan upacara digelar dengan khidmat. Namun di balik gegap gempita itu, muncul pertanyaan yang tak terucap: nasionalisme untuk siapa?

Nasionalisme yang sejati seharusnya lahir dari kesadaran kolektif. Ia tumbuh dari pengalaman bersama, dari perjuangan warga, dan dari komitmen terhadap keadilan. Melainkan, yang kita saksikan hari ini adalah seremoni tanpa substansi—ritual yang kehilangan ruh.

Jangan sampai rakyat, disuruh hormat bendera, namun tidak pernah dihormati oleh negara. Nasionalisme menjadi tuntutan, bukan pengakuan.

Ritual nasionalisme (kosong) tampak dalam upacara yang formal, tetapi tak menyentuh hati. Anak-anak berdiri berjam-jam, guru membaca teks, dan pejabat memberi pidato. Akan tetapi, tidak ada ruang refleksi, tak ada dialog, tak ada makna yang dibangun bersama.

Nasionalisme juga dijadikan alat kontrol. Warga yang kritis dianggap tak cinta negara, komunitas yang menolak proyek dianggap anti pembangunan, dan suara minoritas dianggap ancaman. Nasionalisme menjadi senjata, bukan pelindung.

Dalam refleksi filosofis, nasionalisme adalah cinta yang kritis. Ia bukan sekadar loyalitas, tetapi keberanian untuk menggugat demi kebaikan bersama. Namun, nasionalisme kita terlalu sempit—diukur dari simbol, bukan dari keberpihakan.

Nasionalisme kosong juga tampak dalam narasi sejarah yang selektif. Tokoh-tokoh yang sesuai dengan narasi resmi ditonjolkan, sementara gerakan rakyat dilupakan. Sejarah menjadi alat pembentukan identitas yang seragam, bukan ruang keberagaman.

Dalam sistem pendidikan, nasionalisme diajarkan sebagai hafalan. Anak-anak diminta mengingat tanggal, menyanyikan lagu, dan mengikuti upacara. Namun mereka tak diajak memahami makna, menggali konteks, atau membangun refleksi. Nasionalisme menjadi formalitas.

Nasionalisme juga dijadikan alat promosi proyek negara. Pembangunan infrastruktur diberi nama patriotik, program pemerintah dibungkus dengan jargon kebangsaan. Padahal, dampaknya sering kali merugikan warga. Simbol digunakan untuk menutupi luka.

Dalam pelayanan publik, nasionalisme tak tampak. Warga dipersulit, hak diabaikan, dan suara tak didengar. Padahal, cinta negara seharusnya berarti melayani warga dengan adil. Nasionalisme tanpa pelayanan adalah kemunafikan.

Ritual nasionalisme kosong juga tampak dalam media. Tayangan penuh bendera, iklan penuh lagu kebangsaan, dan konten penuh simbol. Namun tak ada ruang untuk kritik, tak ada sorotan pada ketimpangan, dan tak ada suara warga. Nasionalisme menjadi konsumsi.

Namun, nasionalisme bisa dimaknai ulang. Ia harus dibangun dari bawah, dari pengalaman komunitas, dari perjuangan lokal, dan dari suara yang selama ini diabaikan. Nasionalisme harus menjadi ruang inklusi, bukan eksklusi.

Di sana, simbol bisa ditafsir ulang, narasi bisa dibangun bersama, dan kebijakan bisa lahir dari cinta yang kritis. Nasionalisme menjadi praksis.

Dalam pendekatan visual, nasionalisme bisa divisualisasikan sebagai keberpihakan. Poster yang menggambarkan perjuangan warga, infografis tentang ketimpangan, dan booklet tentang sejarah lokal bisa menjadi alat pendidikan kebangsaan yang bermakna.

Nasionalisme juga harus masuk dalam kurikulum partisipatif. Anak-anak harus diajak berdialog, menggali sejarah komunitas, dan membangun makna bersama. Pendidikan kebangsaan harus membentuk warga aktif, bukan hanya patriot pasif.

Dan mungkin, nasionalisme yang sejati adalah ketika warga bisa berkata: Saya mencintai negeri ini, maka saya menggugatnya. Ketika cinta berarti keberanian, ketika simbol berarti komitmen, dan ketika seremoni berarti refleksi.

Episode ini merupakan ajakan untuk membebaskan nasionalisme dari ritual kosong. Agar ia kembali menjadi semangat kolektif, ruang keberpihakan, dan komitmen terhadap keadilan. Karena cinta tanah air bukan soal bendera—tetapi soal keberanian berpihak pada rakyat. (Episode-9 dari Serial Refleksi Kemerdekaan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tata Cara dan Tahapan RPJPD, RPJMD, dan RKPD dalam Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia: Kajian Normatif dan Partisipatif

Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - PERENCANAAN pembangunan daerah merupakan instrumen strategis dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui tata kelola pemerintahan yang demokratis, efisien, dan berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, sistem ini diatur secara normatif melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan diperinci dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa perencanaan pembangunan daerah terdiri atas tiga dokumen utama: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Ketiganya disusun secara berjenjang, partisipatif, dan berorientasi hasil (UU No. 23/2014, Pasal 258). RPJPD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 tahun. Ia berfungsi sebagai arah strategis pembangunan daerah yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). RPJPD d...

Persita Tangerang Gulingkan Trend Positif PSIM Yogyakarta

  MENJUAL HARAPAN - Pekan kedelapan BRI Super League 2025/2026, menjadi momen keberuntungan Persita Tangerang saat menjamu tim PSIM Yogyakarta yang berlangsung di Stadion Indomilk Arena, Tangerang, Jumat (17/10/2025). Pendekar Cisadane menggulingkan trend positif PSIM Yogyakarta dengan kemenangan 4-0. Eber Bessa menggolkan gol pembuka atas operan pemain setimnya Rayco Rodriguez   pada menit ke 23. K edudukan 1-0 ini tidak alami perubahan lagi hingga pertandingan turun minum. U sai istirahat, kedua kesebelasan kembali ke lapangan, tuan rumah Persita Tangerang yang sementara sudah unggul 1-0 atas PSIM Yogayarkta, tampak aksi-aksi serangannya terus menekan pertahanan tim lawan. S erangan demi serangan para pemain Pendekar Cisadane ini akhirnya kembali membobol gawang kiper PSIM pada meint ke-70 yang dicetak oleh Rayco Rodriguez . S udah unggul 2 gol, Persita Tangerang makin agresif melakukan serangan demi serangannya, kendati para pemain PSIM berusaha menghadangnya, namun hadanga...

Potret 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Antara Harapan dan Keraguan Publik

Sumber: setneg.go.id Oleh Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - Satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran telah menjadi panggung dinamis bagi eksperimen kebijakan, diplomasi global, dan pertarungan persepsi publik. Laporan INDEF bertajuk “Rapor Netizen” mengungkapkan lanskap digital yang penuh sorotan, kritik, dan harapan. Dari reshuffle kabinet hingga program makan bergizi gratis, netizen menjadi aktor penting dalam menilai efektivitas dan etika pemerintahan. Presiden Prabowo menunjukkan orientasi geopolitik yang berbeda dari pendahulunya. Hampir 70% kunjungannya adalah lawatan ke luar negeri, berbanding terbalik dengan Jokowi yang 75% kunjungannya fokus ke dalam negeri. Prabowo tampak ingin menegaskan posisi Indonesia sebagai pemain strategis di tiga benua: Asia, Eropa, dan Amerika. Namun, di dalam negeri, dinamika politik tak kalah intens. Tiga kali reshuffle kabinet dalam satu tahun, melibatkan 10 pejabat setingkat menteri, menjadikan Prabowo sebagai pr...