Langsung ke konten utama

Demokrasi Tanpa Demos



MENJUAL HARAPAN - Demokrasi lahir dari gagasan bahwa kekuasaan berasal dari rakyat. Ia adalah janji bahwa setiap suara berarti, setiap warga berhak menentukan arah, dan setiap keputusan harus lahir dari partisipasi. Namun, ketika demos-rakyat dihilangkan, demokrasi menjadi kulit tanpa isi.

Dalam praktik politik hari ini, demokrasi sering kali hanya berarti pemilu. Warga diminta memilih, tetapi tak pernah diajak bicara. Mereka diberi hak suara, tetapi tak diberi ruang tafsir. Demokrasi menjadi ritual lima tahunan, bukan proses harian.

Dalam obrol-obrol dengan warga masyarakat, sering berkata: “Kami hanya dibutuhkan saat kampanye.” Setelah itu, suara mereka tak lagi didengar, kebutuhan mereka tak lagi diprioritaskan, dan keberadaan mereka tak lagi diakui. Demokrasi menjadi mobilisasi, bukan partisipasi.

Demokrasi tanpa demos juga tampak dalam sistem representasi. Wakil rakyat tak lagi mewakili, partai politik tak lagi mendengar, dan parlemen menjadi ruang elite. Warga kehilangan saluran, kehilangan harapan, dan kehilangan kendali.

Dalam refleksi filosofis, demokrasi adalah ruang deliberatif. Ia bukan hanya soal memilih, tetapi soal berdialog, berdebat, dan membangun konsensus. Namun, sistem kita terlalu prosedural-mengutamakan mekanisme, mengabaikan makna.

Demokrasi juga dikendalikan oleh modal. Kampanye membutuhkan dana besar, partai dikuasai oleh oligarki, dan kebijakan ditentukan oleh lobi. Warga tak punya akses, tak punya pengaruh, dan tak punya posisi. Demokrasi menjadi pasar.

Dalam sistem hukum, warga tak punya ruang untuk menggugat. Judicial review sulit diakses, forum publik tak tersedia, dan mekanisme pengaduan tak efektif. Hukum menjadi alat negara, bukan alat warga. Demokrasi kehilangan kontrol.

Demokrasi juga gagal merangkul keragaman. Kelompok minoritas, komunitas adat, dan warga marginal tak diberi ruang. Representasi menjadi seragam, narasi menjadi tunggal, dan kebijakan menjadi homogen. Demokrasi menjadi eksklusi.

Dalam pelayanan publik, warga tak diajak merancang. Program dibuat dari atas, evaluasi dilakukan secara teknokratis, dan partisipasi hanya formalitas. Demokrasi menjadi prosedur, bukan proses. Pelayanan kehilangan ruh.

Media pun memperkuat demokrasi tanpa demos. Tayangan politik penuh retorika, debat publik penuh gimmick, dan berita penuh framing. Warga tak diberi ruang untuk memahami, hanya untuk menonton. Demokrasi menjadi tontonan.

Namun, demokrasi bisa dihidupkan kembali. Ia harus dimulai dari bawah, dari ruang komunitas, dari suara warga, dan dari pengalaman lokal. Demokrasi harus dibangun, bukan hanya dijalankan.

Ruang demokrasi yang sejati. Di sana, warga bisa bicara, kebijakan bisa diuji, dan keputusan bisa dibangun bersama. Demokrasi menjadi praksis, bukan hanya prosedur.

Dalam pendekatan visual, demokrasi bisa divisualisasikan sebagai ruang partisipasi. Peta suara warga, infografis deliberatif, dan booklet komunitas bisa menjadi alat pendidikan politik. Visual menjadi alat pemberdayaan.

Demokrasi juga harus masuk dalam kurikulum partisipatif. Anak-anak harus belajar tentang hak warga, tentang proses pengambilan keputusan, dan tentang keberanian bicara. Pendidikan harus membentuk warga aktif.

Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang mendengar. Yang memberi ruang untuk gugatan, untuk tafsir, dan untuk negosiasi. Demokrasi bukan soal mayoritas, tetapi soal keberpihakan pada yang terpinggirkan.

Dan mungkin, demokrasi yang sejati adalah ketika warga bisa berkata: “Saya tak hanya memilih, saya menentukan.” Ketika mereka punya suara, punya ruang, dan punya pengaruh. Demokrasi harus berpihak pada demos.

Episode ini merupakan ajakan untuk mengembalikan rakyat ke dalam demokrasi. Agar sistem tak lagi berjalan sendiri, agar kebijakan tak lagi eksklusif, dan agar politik menjadi ruang hidup bersama. Karena demokrasi tanpa demos adalah demokrasi yang kehilangan jiwa. (Serie-12 dari Refleksi Kemerdekaan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tata Cara dan Tahapan RPJPD, RPJMD, dan RKPD dalam Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia: Kajian Normatif dan Partisipatif

Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - PERENCANAAN pembangunan daerah merupakan instrumen strategis dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui tata kelola pemerintahan yang demokratis, efisien, dan berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, sistem ini diatur secara normatif melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan diperinci dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa perencanaan pembangunan daerah terdiri atas tiga dokumen utama: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Ketiganya disusun secara berjenjang, partisipatif, dan berorientasi hasil (UU No. 23/2014, Pasal 258). RPJPD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 tahun. Ia berfungsi sebagai arah strategis pembangunan daerah yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). RPJPD d...

Persita Tangerang Gulingkan Trend Positif PSIM Yogyakarta

  MENJUAL HARAPAN - Pekan kedelapan BRI Super League 2025/2026, menjadi momen keberuntungan Persita Tangerang saat menjamu tim PSIM Yogyakarta yang berlangsung di Stadion Indomilk Arena, Tangerang, Jumat (17/10/2025). Pendekar Cisadane menggulingkan trend positif PSIM Yogyakarta dengan kemenangan 4-0. Eber Bessa menggolkan gol pembuka atas operan pemain setimnya Rayco Rodriguez   pada menit ke 23. K edudukan 1-0 ini tidak alami perubahan lagi hingga pertandingan turun minum. U sai istirahat, kedua kesebelasan kembali ke lapangan, tuan rumah Persita Tangerang yang sementara sudah unggul 1-0 atas PSIM Yogayarkta, tampak aksi-aksi serangannya terus menekan pertahanan tim lawan. S erangan demi serangan para pemain Pendekar Cisadane ini akhirnya kembali membobol gawang kiper PSIM pada meint ke-70 yang dicetak oleh Rayco Rodriguez . S udah unggul 2 gol, Persita Tangerang makin agresif melakukan serangan demi serangannya, kendati para pemain PSIM berusaha menghadangnya, namun hadanga...

Potret 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Antara Harapan dan Keraguan Publik

Sumber: setneg.go.id Oleh Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - Satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran telah menjadi panggung dinamis bagi eksperimen kebijakan, diplomasi global, dan pertarungan persepsi publik. Laporan INDEF bertajuk “Rapor Netizen” mengungkapkan lanskap digital yang penuh sorotan, kritik, dan harapan. Dari reshuffle kabinet hingga program makan bergizi gratis, netizen menjadi aktor penting dalam menilai efektivitas dan etika pemerintahan. Presiden Prabowo menunjukkan orientasi geopolitik yang berbeda dari pendahulunya. Hampir 70% kunjungannya adalah lawatan ke luar negeri, berbanding terbalik dengan Jokowi yang 75% kunjungannya fokus ke dalam negeri. Prabowo tampak ingin menegaskan posisi Indonesia sebagai pemain strategis di tiga benua: Asia, Eropa, dan Amerika. Namun, di dalam negeri, dinamika politik tak kalah intens. Tiga kali reshuffle kabinet dalam satu tahun, melibatkan 10 pejabat setingkat menteri, menjadikan Prabowo sebagai pr...