MENJUAL HARAPAN - Menjadi wakil rakyat bukan sekadar menjalankan mandat elektoral, melainkan mengemban amanah publik yang menuntut kejujuran, keberpihakan, dan refleksi. Di tengah kompleksitas demokrasi lokal, fungsi DPRD harus dijalankan bukan hanya dengan kecakapan teknis, tetapi dengan nurani yang hidup. Karenanya, bagi anggota DPRD agar fungsi representatif tidak kehilangan makna, dan demokrasi tetap bernapas melalui sikap yang bertanggung jawab.
Fungsi DPRD mencakup legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Ketiganya adalah instrumen konstitusional yang memberi kekuatan kepada wakil rakyat untuk mengarahkan jalannya pemerintahan daerah. Kekuatan ini harus dijalankan dengan kesadaran bahwa setiap keputusan menyentuh kehidupan nyata masyarakat. Seperti dikemukakan oleh Amartya Sen (1999), “Keadilan bukan hanya soal institusi, tetapi soal bagaimana keputusan memengaruhi kehidupan orang lain.” Maka, fungsi kelembagaan harus dijalankan dengan keberpihakan sosial.
Etika menjadi fondasi dari fungsi yang bermakna. Tanpa etika, legislasi menjadi prosedural, penganggaran menjadi transaksional, dan pengawasan menjadi politis. Jimly Asshiddiqie (2006) menegaskan bahwa “Etika publik adalah jantung dari demokrasi yang sehat.” Maka, menjalankan fungsi dengan nurani berarti menjadikan etika sebagai kompas dalam setiap proses kelembagaan.
Legislasi yang baik bukan hanya soal menyusun pasal, tetapi soal menyusun harapan. Ketika DPRD mengusulkan atau membahas Perda, maka prosesnya harus melibatkan publik, menyerap aspirasi, dan menjawab kebutuhan riil. Saldi Isra (2017) menyatakan bahwa “Legislasi yang berdampak lahir dari proses yang reflektif dan partisipatif.” Maka, fungsi legislasi harus dijalankan dengan keberanian untuk berpihak pada keadilan.
Penganggaran adalah ruang keberpihakan yang paling konkret. Setiap angka dalam APBD mencerminkan prioritas politik. Ketika DPRD membahas anggaran, maka nurani harus hadir dalam setiap alokasi. Anggaran bukan sekadar angka, tetapi cermin dari nilai. Transparency International (2022) menekankan bahwa “Transparansi anggaran adalah indikator utama dari integritas kelembagaan.” Maka, fungsi penganggaran harus dijalankan dengan keterbukaan dan tanggung jawab.
Pengawasan adalah fungsi yang menuntut keberanian. Ketika DPRD menjalankan hak interpelasi atau angket, maka prosesnya harus didasarkan pada data, etika, dan keberpihakan publik. Pengawasan yang dijalankan dengan motif politik akan merusak kepercayaan. Robert Dahl (1989) menyatakan bahwa “Demokrasi membutuhkan pengawasan yang dijalankan dengan integritas, bukan dengan kepentingan.” Maka, fungsi pengawasan harus dijalankan dengan keberanian moral.
Menjalankan fungsi dengan nurani juga berarti mendengar yang tidak terdengar. Wakil rakyat harus menjadi jembatan antara suara yang lemah dan kebijakan yang kuat. Reses, kunjungan kerja, dan forum warga harus dijalankan bukan sebagai formalitas, tetapi sebagai ruang refleksi dan penyemaian harapan. Nurani legislatif lahir dari perjumpaan dengan realitas sosial.
Etika kelembagaan tidak cukup dijaga oleh aturan, tetapi harus dijalankan sebagai sikap. Badan Kehormatan DPRD memiliki peran penting dalam menjaga integritas, namun setiap anggota harus menjadi penjaga etika bagi dirinya sendiri. Dalam kata-kata Max Weber (1919), “Politik yang bermakna adalah politik yang dijalankan dengan tanggung jawab, bukan dengan ambisi.” Maka, fungsi kelembagaan harus dijalankan dengan kesadaran akan dampaknya.
Jadi, DPRD harus membangun budaya evaluasi, pelaporan kinerja, dan audit publik. Ketika kelembagaan berani menilai dirinya sendiri, maka demokrasi menjadi ruang pembelajaran. Demokrasi yang bernapas adalah demokrasi yang berani berubah.
Menjalankan fungsi dengan nurani berarti menjadikan kelembagaan sebagai ruang nilai. Fraksi, komisi, dan badan-badan DPRD harus menjadi ruang deliberatif yang menjunjung keberpihakan, bukan sekadar ruang kompromi. Ketika keputusan diambil dengan refleksi, maka fungsi kelembagaan menjadi jalan etis menuju perubahan sosial.
Kelembagaan yang dijalankan dengan nurani akan menghasilkan kebijakan yang berdampak. Ketika DPRD menyusun Perda, menetapkan anggaran, dan mengawasi eksekutif dengan etika, maka masyarakat merasakan kehadiran demokrasi. Demokrasi yang dirasakan adalah demokrasi yang dijalankan dengan nilai.
Oleh karena itu, bukan hanya untuk memahami fungsi, tetapi untuk menghidupkan maknanya. Menjadi wakil rakyat berarti menjadi penjaga harapan. Fungsi kelembagaan harus dijalankan dengan keberanian untuk mendengar, berpikir, dan bertindak. Ketika nurani hadir dalam setiap proses, maka demokrasi tidak hanya dijalankan, tetapi dihidupkan. (Sjs_267)
Komentar