Langsung ke konten utama

Menjadi Wakil Rakyat Tidak Hanya Terpilih, Tapi Teruji



MENJUAL HARAPAN - Pemilihan umum merupakan gerbang masuk menuju ruang representasi, tetapi bukan jaminan bahwa seseorang telah siap menjadi wakil rakyat. Terpilih adalah pengakuan elektoral, sementara teruji adalah proses etis dan reflektif yang berlangsung sepanjang masa jabatan.

Dalam konteks DPRD, menjadi wakil rakyat yang teruji berarti menjalankan fungsi kelembagaan dengan integritas, keberpihakan, dan kesadaran akan dampak sosial dari setiap keputusan.

Demokrasi lokal membutuhkan wakil rakyat yang tidak hanya hadir secara politik, tetapi juga secara moral. Seperti dikemukakan oleh Max Weber (1919), “Politik yang bermakna adalah politik yang dijalankan dengan tanggung jawab, bukan dengan ambisi.” Maka, keterpilihan harus diikuti dengan proses pembuktian: apakah wakil rakyat mampu menjaga etika, mendengar publik, dan berpihak pada keadilan.

Fungsi DPRD mencakup legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Ketiganya menuntut kapasitas analitis, keberanian politik, dan komitmen etis. Teruji berarti mampu menjalankan fungsi ini bukan hanya dengan kecakapan teknis, tetapi dengan nurani yang hidup. Jimly Asshiddiqie (2006) menegaskan bahwa “Etika publik adalah jantung dari demokrasi yang sehat.” Maka, wakil rakyat yang teruji adalah mereka yang menjadikan etika sebagai kompas kerja.

Legislasi yang teruji lahir dari proses yang partisipatif dan reflektif. Ketika DPRD menyusun atau membahas Perda, maka keterlibatan publik, penyusunan naskah akademik, dan harmonisasi nilai harus menjadi bagian dari proses. Saldi Isra (2017) menyatakan bahwa “Legislasi yang berdampak lahir dari proses yang berpihak dan terbuka.” Maka, keterpilihan harus dibuktikan dengan legislasi yang menjawab kebutuhan masyarakat.

Penganggaran adalah ruang ujian yang paling konkret. Setiap alokasi anggaran mencerminkan prioritas politik. Wakil rakyat yang teruji adalah mereka yang mampu menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Transparency International (2022) menekankan bahwa “Integritas anggaran adalah indikator utama dari kredibilitas kelembagaan.” Maka, penganggaran harus dijalankan dengan transparansi dan keberpihakan.

Pengawasan yang teruji adalah pengawasan yang dijalankan dengan data, etika, dan keberanian. Ketika DPRD menggunakan hak interpelasi atau angket, maka prosesnya harus didasarkan pada kepentingan publik, bukan kalkulasi politik. Robert Dahl (1989) menyatakan bahwa “Demokrasi membutuhkan pengawasan yang dijalankan dengan integritas, bukan dengan kepentingan.” Maka, pengawasan harus menjadi ruang pembuktian etis.

Menjadi wakil rakyat yang teruji juga berarti mampu mendengar yang tidak terdengar. Reses, kunjungan kerja, dan forum warga harus dijalankan sebagai ruang refleksi, bukan sekadar formalitas. Wakil rakyat harus hadir di tengah masyarakat, bukan hanya di ruang sidang. Dalam kata-kata Amartya Sen (1999), “Kebebasan politik harus memperluas kemampuan publik untuk berpartisipasi.” Maka, keterpilihan harus dibuktikan dengan kehadiran yang bermakna.

Etika kelembagaan menjadi ujian harian bagi wakil rakyat. Konflik kepentingan, gratifikasi, dan pelanggaran kode etik adalah tantangan nyata. Wakil rakyat yang teruji adalah mereka yang mampu menjaga integritas di tengah godaan kekuasaan. Badan Kehormatan DPRD memiliki peran penting, tetapi ujian sejati adalah sikap pribadi. Etika bukan hanya aturan, tetapi pilihan.

Keterpilihan juga harus dibuktikan dengan kemampuan untuk berkolaborasi. Fraksi, komisi, dan badan-badan DPRD adalah ruang deliberatif yang menuntut kemampuan berdialog, bernegosiasi, dan berpikir lintas perspektif. Wakil rakyat yang teruji adalah mereka yang mampu membangun konsensus tanpa kehilangan prinsip.

Ujian juga datang dari publik. Media, masyarakat sipil, dan pemilih merupakan aktor yang terus menilai kinerja DPRD. Wakil rakyat yang teruji adalah mereka yang mampu menjawab kritik dengan data, refleksi, dan perbaikan. Demokrasi yang sehat membutuhkan wakil rakyat yang terbuka terhadap evaluasi.

Menjadi teruji berarti mampu menjaga konsistensi antara janji politik dan tindakan kelembagaan. Ketika janji kampanye tidak diterjemahkan ke dalam kebijakan, maka kepercayaan publik menurun. Wakil rakyat yang teruji adalah mereka yang menjadikan janji sebagai komitmen, bukan sekadar retorika.

Keterpilihan merupakan awal, tetapi ujian sejati berlangsung setiap hari. Setiap keputusan, setiap sidang, setiap interaksi dengan publik adalah ruang ujian. Wakil rakyat yang teruji adalah mereka yang mampu menjadikan setiap momen sebagai ruang pembelajaran dan pengabdian.

Dengan demikian, menjadi wakil rakyat yang teruji merupakan tentang menjadikan demokrasi sebagai ruang nilai. Fungsi kelembagaan harus dijalankan dengan keberanian untuk mendengar, berpikir, dan bertindak. Ketika keterpilihan dibuktikan dengan sikap, maka demokrasi tidak hanya dijalankan, tetapi dihidupkan. (Silahudin)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengawasan Melekat (Waskat)

silahudin Ada ragam pengawasan dalam penyelenggaraan roda pemerintahan, dan salah satunya adalah pengawasan melekat. Pengawasan melekat disingkat WASKAT merupakan salah satu kegiatan manajemen dalam mewujudkan terlaksananya tugas-tugas umum pemerintah (an) dan pembangunan. Waskat, sesungguhnya merupakan kegiatan manajemen sehari-hari yang dilakukan oleh pipinan atau atasan instandi pemerintah dalam setiap satuan unit kerjanya. Apa itu pengawasan melekat? dapat disimak pada video ini.

Menyelami Makna Peribahasa Sunda "Asa Peunggas Leungeun Katuhu"

   Ilustrasi Jenis Pakaian Adat Sunda (Foto tangkapan layer dari  https://learningsundanese.com/pakaian-adat-sunda-jenis-jenis-dan-makna-simbolik/ ) Menjual Harapan – Pergulatan pergaulan kehidupan taubahnya berdampingan antara baik dan buruk. Ragam situasi buruk perlu dihindari, karena berakibat buruk pada khususnya diri sendiri, bahkan dalam kehidupan masyarakat, dan negara. Menelusuri mencari sumber masalah yang menimbulkan situasi buruk tersebut dan menemukannya, berarti setidakanya setengah telah mengatasi situasi tersebut. Ada dalam peribahasa Sunda yang populer, yaitu “Asa peunggas leungeun katuhu” . Secara harfiah berarti “harapan di ujung tangan kanan”. Pesan filosofisnya peribahasa Sunda ini mengajarkan pentingnya mempunyai harapan dan tekad kuat dalam menghadapi berbagai situasi yang sulit. “Leungeun katuhu” (tangan kanan) disimbolkan atau dilambangkan sebagai kekuatan dan kemampuan untuk mencapai tujuan. Iman Budhi Santoso (2016: 601) menjelaskan makna dari ...

Konsistensi Cendekiawan “Memanusiakan” Peradaban

Ilustrasi gambar seorang cendekiawan (Foto hasil proses chat gpt) MENJUAL HARAPAN - Pergulatan berbagai kehidupan negara bangsa ini (nation state) , tampak nyaris tidak lepas dari sorotan kritisi cendekiawan.  Kaum cendekiawan terus bersuara dalam berbagai aspek kehidupan. Seperti dalam sosial politik, budaya, ekonomi, pendidikan, dan lain sejenisnya.  Sosok kehadiran cendekiawan di tengah pergulatan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara tak dapat ditampik, niscaya selalu berkontributif.  Kehadirannya memiliki peran dan fungsi yang strategis, oleh karena kehadirannya senantiasa hirau dan peduli terhadap permasalahan-permasalahan bangsa demi menjunjung derajat kemanusiaan. Dalam bahasa lain, seseorang yang merasa berkepentingan untuk memikirkan secara rasional dan sepanjang pengetahuannya tentang bangaimana suatu masyarakat atau kemanusiaan pada umumnya bisa hidup lebih baik.  Oleh karena, setiap bangsa dan negara secara langsung atau tidak langsung memutuhkan peran...