Langsung ke konten utama

Pasar Bayangan dan Anak-anak yang Kehilangan Kompas



MENJUAL HARAPAN - Di sebuah negeri yang dahulu dibangun dari cerita, petuah, dan nyanyian para leluhur, berdirilah sebuah pasar bayangan. Pasar ini tidak menjual barang, melainkan menjual arah. Setiap kios menawarkan jalan pintas menuju sukses: gelar instan, jabatan kilat, dan pengakuan yang bisa dibeli dengan klik dan koneksi. Anak-anak muda berbondong-bondong ke sana, membawa harapan yang dibungkus dalam algoritma dan ambisi yang dibentuk dari iklan.

Di tengah pasar itu, berdiri sebuah cermin raksasa. Siapa pun yang menatapnya akan melihat versi diri yang paling diinginkan dunia: penuh prestasi, tanpa cela, dan selalu tersenyum. Namun, cermin itu tidak memantulkan kenyataan, melainkan ilusi yang dibentuk dari statistik dan standar eksternal. Anak-anak muda mulai percaya bahwa nilai hidup mereka bergantung pada seberapa sering mereka dilihat, bukan seberapa dalam mereka memahami.

Di sudut pasar, seorang penjaga tua duduk di bawah pohon yang hampir mati. Ia membawa buku-buku usang berisi cerita tentang keberanian, kesetiaan, dan makna hidup yang tidak bisa diukur dengan angka. Ia menawarkan cerita itu kepada siapa pun yang mau mendengar, tapi suara pasar terlalu bising. Anak-anak muda melewatinya tanpa menoleh, mengira bahwa waktu mereka terlalu berharga untuk dongeng.

Suatu hari, seorang anak muda bernama Arka merasa lelah. Ia telah membeli semua arah yang ditawarkan pasar, namun tetap merasa kosong. Ia kembali ke penjaga tua dan bertanya, “Apa yang hilang dari kami?” Penjaga itu menjawab, “Kalian kehilangan kompas. Bukan yang menunjukkan utara, tapi yang menunjukkan makna.” Arka mulai membaca cerita-cerita tua itu, dan perlahan ia melihat bahwa hidup bukanlah soal cepat sampai, tapi soal tahu ke mana dan mengapa berjalan.

Arka mencoba membawa cerita itu ke pasar. Ia mendirikan kios kecil yang menawarkan refleksi, bukan solusi instan. Beberapa anak muda tertarik, tapi banyak yang mencibir. “Itu tidak menghasilkan apa-apa,” kata mereka. “Kami butuh hasil, bukan hikmah.” Arka tidak menyerah. Ia tahu bahwa akar butuh waktu untuk tumbuh, dan bahwa makna tidak bisa diburu seperti diskon.

Pasar mulai berubah. Beberapa kios mulai menawarkan ruang diskusi, bukan hanya produk. Anak-anak muda mulai bertanya, bukan hanya membeli. Mereka mulai menulis ulang cerita mereka, bukan hanya mengikuti skrip yang diberikan. Cermin raksasa mulai retak, dan dari retakan itu tumbuh pohon-pohon kecil yang membawa kembali bayangan nilai-nilai lama.

Namun, tidak semua berubah. Di pinggir pasar, masih banyak yang berlari tanpa arah, mengejar bayangan yang terus bergeser. Mereka takut berhenti, karena diam dianggap gagal. Tapi di antara mereka, ada yang mulai melambat, mulai mendengar, dan mulai bertanya: “Apa arti dari semua ini?”

Penjaga tua itu kini tidak sendiri. Arka dan beberapa anak muda lain menjadi penjaga baru. Mereka tidak menawarkan jalan pintas, tapi menawarkan perjalanan. Mereka tidak menjual arah, tapi mengajak berjalan bersama. Dan pasar bayangan, perlahan, menjadi pasar makna. (S-267)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengawasan Melekat (Waskat)

silahudin Ada ragam pengawasan dalam penyelenggaraan roda pemerintahan, dan salah satunya adalah pengawasan melekat. Pengawasan melekat disingkat WASKAT merupakan salah satu kegiatan manajemen dalam mewujudkan terlaksananya tugas-tugas umum pemerintah (an) dan pembangunan. Waskat, sesungguhnya merupakan kegiatan manajemen sehari-hari yang dilakukan oleh pipinan atau atasan instandi pemerintah dalam setiap satuan unit kerjanya. Apa itu pengawasan melekat? dapat disimak pada video ini.

Menyelami Makna Peribahasa Sunda "Asa Peunggas Leungeun Katuhu"

   Ilustrasi Jenis Pakaian Adat Sunda (Foto tangkapan layer dari  https://learningsundanese.com/pakaian-adat-sunda-jenis-jenis-dan-makna-simbolik/ ) Menjual Harapan – Pergulatan pergaulan kehidupan taubahnya berdampingan antara baik dan buruk. Ragam situasi buruk perlu dihindari, karena berakibat buruk pada khususnya diri sendiri, bahkan dalam kehidupan masyarakat, dan negara. Menelusuri mencari sumber masalah yang menimbulkan situasi buruk tersebut dan menemukannya, berarti setidakanya setengah telah mengatasi situasi tersebut. Ada dalam peribahasa Sunda yang populer, yaitu “Asa peunggas leungeun katuhu” . Secara harfiah berarti “harapan di ujung tangan kanan”. Pesan filosofisnya peribahasa Sunda ini mengajarkan pentingnya mempunyai harapan dan tekad kuat dalam menghadapi berbagai situasi yang sulit. “Leungeun katuhu” (tangan kanan) disimbolkan atau dilambangkan sebagai kekuatan dan kemampuan untuk mencapai tujuan. Iman Budhi Santoso (2016: 601) menjelaskan makna dari ...

Konsistensi Cendekiawan “Memanusiakan” Peradaban

Ilustrasi gambar seorang cendekiawan (Foto hasil proses chat gpt) MENJUAL HARAPAN - Pergulatan berbagai kehidupan negara bangsa ini (nation state) , tampak nyaris tidak lepas dari sorotan kritisi cendekiawan.  Kaum cendekiawan terus bersuara dalam berbagai aspek kehidupan. Seperti dalam sosial politik, budaya, ekonomi, pendidikan, dan lain sejenisnya.  Sosok kehadiran cendekiawan di tengah pergulatan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara tak dapat ditampik, niscaya selalu berkontributif.  Kehadirannya memiliki peran dan fungsi yang strategis, oleh karena kehadirannya senantiasa hirau dan peduli terhadap permasalahan-permasalahan bangsa demi menjunjung derajat kemanusiaan. Dalam bahasa lain, seseorang yang merasa berkepentingan untuk memikirkan secara rasional dan sepanjang pengetahuannya tentang bangaimana suatu masyarakat atau kemanusiaan pada umumnya bisa hidup lebih baik.  Oleh karena, setiap bangsa dan negara secara langsung atau tidak langsung memutuhkan peran...