Pilkada Langsung, Tegakkan Prinsip Kedaulatan Rakyat
Gambar hasil Canva ChatGPT |
MENJUAL HARAPAN - Wacana pemilihan kepala
daerah dikembalikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), kembali mencuat
ke permukaan belakangan ini. Utamanya, wacana itu usai dilontarkan Presiden
Prabowo Subianto pada puncak Hari Ulang Tahun Partai Golkar ke-60, Kamis
(12/12/2024).
Pelaksanaan
penyelenggeraan pemilihan kepala daerah (tingkat provinsi, dan kabupaten/kota)
langsung adalah merupakan langkah reformasi politik pasca Orde Baru. Dengan
pilkada langsung, merupakan bagian manifestasi dari kedaulatan rakyat dalam
sistem demokrasi. Masyarakat dapat menggunakan hak-haknya secara langsung
menentukan pilihan pemimpinnya di tingkat lokal.
Pilkada langsung memberi
ruang sebesar-besarnya bagi rakyat secara aktif ikutserta menentukan pilihan
pemimpinnnya. Mekanisme pilkada langsung, rakyat mempunyai kesempatan untuk
memilih kandidat yang menurutnya layak dan memiliki kemampuan merepresentasikan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Selain itu, kepala daerah
yang terpilih dalam pilkada langsung, memiliki kewajiban politik dan moral
menjalankan program-program yang dijanjikannya. Transparansi dan akuntablitas
program-programnya untuk dijalankan.
Dalam pilkada langusng,
adanya persaingan yang sehat antara para calon dengan menyuguhkan tawaran
program-programnya kepada masyarakat di daerah bersangkutan. Hal ini mendorong
kepala daerah melakukan inovasi pembangunan yang terukur dan terencana.
Selama penyelenggaraan
pilkada langsung hingga yang terakhir November 2024, tidak lepas dari berbagai
persoalan, seperti adanya politik uang, biaya politik tinggi, dan polarisasi
sosial, serta lain sejenisnya.
Permasalahan politik uang
(money politics) ini mengancam integrasi proses demokrasi, atau menjadi
proses pilkada langsung pun berjalan dalam kondisi tidak fair atau sportif.
Ketika politik uang ini merajalela dalam pilkada langsung, sudah barang tentu
berdampak terhadap tingginya biaya politik.
Biaya politik tersebut,
tentu tidak saja memberatkan para calon atau kandidat, bahkan memiliki potensi
yang rentan adanya perilaku korupsi usai terpilih, yang bisa mungkin karena
untuk mengembalikan “modal politik.
Persoalan pilkada
langsung, kadang memicu konflik horizontal yang dipicu seperti isu identitas
agama, suku, dan lainnya yang secara langsung atau tidak langsung ciptakan
keretakan sosial (harmoni sosial).
Tantangannya, sejatinya
tidak dijawab dengan mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Mengembalikan pilkada
kepada DPRD, bukan merupakan jawaban yang bijak, toh, dikembalikan ke
DPRD pun tidak ada jaminan bebas dari money politics dan biaya politik
yang tinggi.
Bila memang, kalau yang
menjadi persoalan krusial seputar money politics, dan biaya politik
tinggi, jalan pemecahan persoalannya, bukan bersifat memperkosa prinsip
kedaulan rakyat dengan mengembalikan pilkada kepada DPRD. Justru harus
melangkah dengan menguatkan pilkada langsung sebagai perwujudan kadaulatan
rakyat.
Persoalan-persoalan money
politics, biaya politik tinggi, netralitas aparatur sipil negara (ASN), dan
institusi-institusi lainnya menjadi bagian pembenahan evaluasi pilkada langsung
agar berjalan dengan fair, dan sportif. Tidak dicacati oleh adanya keterlibatan
seperti ASN, dan aparat-aparat tertentu yang tidak netral.
Dengan demikian, persoalan-persoalan
yang menyelimuti pilkada langsung, menjadi tantangan untuk dievaluasi
pembehanannya, utamanya mengikis politik uang, biaya politik tinggi, dan
sterilisasi dari ketidaknetralan ASN, dan aparat-aparat institusi lainnya,
termasuk pentingnya mengedukasi politik masyarakat menjadi pemilih yang kritis
atas program-program kandidat, bukan sebaliknya diiming-imingi uang atau materi
bentuk lainnya.
Pilkada langsung telah
memberi kontirbusi yang besar dalam proses penguatan demokrasi di Indonesia.
Oleh karena itu, komitmen bersama pemerintah, masyarakat, dan pemangku
kepentingan lainnya dalam menjaga dan menerapkan kedaulatan rakyat.
Tantangan yang ada perlu diatasi, agar pilkada langsung semakin efektif dalam menghasilkan pemimpin yang memiliki kapabilitas dan integritas dalam membangun dan memberdayakan daerah dan masyarakat dalam setiap kebijakannya.*
*Silahudin, Pemerihati Sosial Politik