Suara Lembut di Balik Jendela
Ilustrasi praktik lancung (foto hasil tangkapan layar serikatnews.com) |
MENJUAL HARAPAN - Kantor Pak Dadun selalu sunyi, meskipun terletak di jantung kota yang riuh. Kesunyian itu bukan karena minimnya pekerjaan, melainkan karena minimnya suara yang berani menentang. Pak Dadun, seorang pejabat tinggi yang dihormati banyak orang, memiliki senyum menawan dan tutur kata lembut. Namun, di balik keramahannya, tersimpan bisikan-bisikan gelap yang hanya ia dan segelintir orang terdekatnya yang tahu.
Rini, staf magang baru, adalah gadis polos yang idealis. Ia datang dengan semangat membara untuk berkontribusi pada bangsa. Hari-harinya di kantor Pak Dadun awalnya dipenuhi kekaguman. Betapa cekatan Pak Dadun memimpin rapat, betapa fasih ia berbicara tentang integritas. Tetapi, perlahan, Rini mulai merasakan ada yang ganjil.
Ia melihat berkas-berkas penting menghilang tanpa jejak, proyek-proyek besar yang seharusnya transparan menjadi buram, dan dana-dana yang dialokasikan untuk kepentingan rakyat seolah menguap begitu saja. Awalnya, ia berusaha mengabaikan. "Mungkin aku salah paham," pikirnya.
Suatu sore, saat semua orang pulang, Rini tak sengaja mendengar percakapan Pak Dadun di telepon. Suara Pak Dadun yang biasanya tenang, kini terdengar tegang. "Semua sudah beres. Jangan khawatir, bagianmu akan segera dikirim," bisiknya. Kalimat itu terasa dingin, menusuk.
Rini mulai mencari tahu. Diam-diam, ia mengumpulkan potongan-potongan teka-teki. Ia menemukan bukti-bukti transfer mencurigakan, dokumen fiktif, dan nama-nama perusahaan fiktif yang terkait dengan proyek-proyek pemerintah. Setiap bukti yang ia temukan adalah pukulan telak bagi idealismenya. Dunia yang ia yakini bersih, ternyata penuh lumpur.
Hati Rini bergejolak. Antara takut dan marah, ia akhirnya membuat keputusan. Ia tak bisa diam. Ia tahu, menantang Pak Dadun berarti menantang sistem yang kuat. Tapi, suara hati kecilnya berteriak lebih kencang. Kebenaran harus terungkap.
Malam itu, di balik tirai jendela kamarnya, Rini menyelesaikan laporannya. Tangannya gemetar saat ia mengetik kata terakhir. Ia tahu, odiseinya baru saja dimulai. Odisei melawan kegelapan yang selama ini menyelimuti. Bisikan-bisikan itu kini tak lagi hanya menjadi rahasia, mereka akan menjadi teriakan yang menuntut keadilan. (S_267)