![]() |
| Ilustrasi kongkalikong |
MENJUAL HARAPAN - Kota Gemilang, nama yang kontras dengan kenyataan di balik gemerlap lampunya. Di sana, Tirta, seorang jurnalis investigasi muda, merasa seperti terperangkap dalam jaring laba-laba. Bukan jaring biasa, melainkan simpul kongkalikong yang terjalin erat antara kekuatan penguasa dan pengusaha—mereka menyebutnya penguasaha.
Tirta pertama kali mencium gelagat aneh saat meliput proyek pembangunan taman kota. Anggarannya fantastis, namun hasilnya jauh dari harapan. Ia mulai menyelidiki. Perlahan, satu per satu benang kusut terurai. Ada indikasi kuat persekongkolan dalam tender proyek, di mana hanya perusahaan tertentu yang selalu memenangkan kontrak, meskipun penawaran mereka tidak efisien.
Yang lebih mengejutkan, Tirta menemukan adanya perselingkungan dalam ranah hukum. Beberapa hakim dan jaksa seolah menutup mata terhadap praktik-praktik ilegal yang dilakukan oleh para penguasa dan pengusaha ini. Bukti-bukti yang ia kumpulkan seringkali menguap di tengah jalan, atau kasusnya tiba-tiba dihentikan tanpa alasan yang jelas. Ini bukan lagi sekadar suap kecil, melainkan sistem yang terstruktur, di mana hukum tunduk pada kekuatan uang dan kekuasaan.
Di bidang politik, pengaruh para penguasaha ini semakin mencengkeram. Mereka mendanai kampanye para politisi, dan sebagai imbalannya, kebijakan-kebijakan yang lahir seringkali menguntungkan kepentingan bisnis mereka, bukan kesejahteraan rakyat. Tirta menyaksikan bagaimana peraturan-peraturan baru diciptakan untuk memuluskan monopoli, dan bagaimana izin-izin proyek besar dengan mudah didapat meski melanggar tata ruang.
Dalam dunia ekonomi, jaring ini semakin kompleks. Proyek-proyek infrastruktur dikuasai, sumber daya alam dieksploitasi dengan dalih investasi, namun keuntungan besar hanya berputar di lingkaran kecil para penguasaha ini. Rakyat kecil, yang seharusnya merasakan manfaat pembangunan, justru terpinggirkan, bahkan kehilangan lahan dan mata pencaharian.
Tirta merasa frustrasi. Setiap kali ia mencoba mengungkap kebenaran, ia selalu dihadapkan pada tembok tebal ancaman dan intimidasi. Rekan-rekan kerjanya menyarankan untuk menyerah, demi keselamatan. Namun, ia tidak bisa. Hati nuraninya menolak. Ia tahu, di balik gemerlap Kota Gemilang, ada jutaan rakyat yang haus akan keadilan. Tirta memutuskan untuk terus berjuang, meskipun ia tahu, jaring laba-laba ini sangat kuat dan rumit untuk diputus. Ia percaya, suatu hari nanti, kebenaran akan menemukan jalannya, dan cahaya akan menembus kegelapan kongkalikong yang membelit. (S_267)

Komentar