HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Pengerahan TNI ke Kejaksaan, Militerisasi Institusi Sipilkah?

Foto hasil tangkapan layar dari kejati-jatim.go.id

MENJUAL HARAPAN - Pengerahan personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Kejaksaan di seluruh Indonesia, telah “memakan” berbagai rekasi perdebatan pro-kontra.

Adanya pengerahan tersebut, merupakan kebijakan yang tertuang dalam Telegram Panglima TNI No TR/442/2025, yang memerintahkan dukungan pengamanan terhadap Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri.

Menurut Kapuspen TNI, langkah ini merupakan bagian dari kerja sama rutin antara TNI dan Kejaksaan yang telah diatur dalam Nota Kesepahaman sejak 2023.

Akan tetapi, berbagai pihak, termasuk akademisi dan organisasi masyarakat sipil, mengkritik kebijakan tersebut, oleh karena dinilai berpotensi mengaburkan batas antara kewenangan sipil dan militer.

Indonesia Police Watch (IPW), bahkan menyebut bahwa pengerahan ini bertentangan dengan konstitusi dan TAP MPR VII/2000, yang menegaskan bahwa TNI adalah aparat pertahanan, bukan keamanan. 

Di sisi lain, Kejaksaan Agung menegaskan bahwa kehadiran TNI hanya bertujuan untuk pengamanan fisik terhadap aset dan gedung kejaksaan, tanpa mempengaruhi proses penegakan hukum.

Selain itu, ada juga pandangan yang menyebut bahwa dukungan TNI ini merupakan bagian dari sinergi dalam pemberantasan korupsi, terutama dalam kasus-kasus besar.

Dengan demikian, pengerahan TNI ke institusi sipil, seperti Kejaksaan menimbulkan pertanyaan mendasar tentang batasan peran militer dalam kehidupan bernegara. 

Dalam konteks operasi militer selain perang (OMSP), TNI memang memiliki kewenangan untuk membantu instansi pemerintah dalam situasi tertentu. Akan tetapi, tanpa adanya ancaman nyata terhadap Kejaksaan, kebijakan ini berpotensi menciptakan preseden yang dapat memperluas peran militer di ranah sipil.

Bahkan, dari perspektif manajemen pemerintahan, kebijakan ini perlu dikaji lebih lanjut, untuk memastikan bahwa langkah ini memiliki tujuan yang jelas, mekanisme pengawasan yang ketat, serta tidak bertentangan dengan prinsip demokrasi dan supremasi hukum.

Oleh karena itu, kebijakan pengerahan TNI ke Kejaksaan perlu ditinjau kembali dalam konteks supremasi hukum, dan prinsip demokrasi. Begitu juga, dibutuhkan regulasi yang lebih jelas mengenai batas kewenangan OMSP, agar kebijakan ini tidak menciptakan preseden bagi keterlibatan militer dalam ranah sipil. (Silahudin)

Tutup Iklan