Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2025

Topeng Pahlawan, Jubah Penindas

Ilustrasi sesi 6 dari "Dagelan Politik" MENJUAL HARAPAN - Panggung   Nusantara , kini penuh dengan paradoks. Mereka yang kemarin mengenakan topeng pahlawan, kini tampil dengan jubah penindas. Mereka yang dulu mengumandangkan janji kebebasan, kini menjadi sipir penjara kebebasan. Si Juru Bicara Berapi-api, yang dulu lantang menyerukan reformasi, kini menjadi penjaga setia status quo. Kata-katanya yang dulu membakar semangat, kini menjadi dingin dan hampa, seperti abu yang tertinggal setelah api padam. Si Penenun Kata-kata, yang dulu piawai merangkai mimpi-mimpi indah, kini menggunakan kata-katanya untuk membenarkan penindasan dan menutupi kebobrokan. Ia tak ragu memutarbalikkan fakta, mengubah hitam menjadi putih, dan putih menjadi abu-abu. Ia adalah seorang penyihir kata yang mampu membuat kebohongan terdengar seperti kebenaran, dan kebenaran terdengar seperti dongeng belaka. Para penonton yang dulu mengelu-elukan mereka, kini merasa dikhianati. Mereka seperti anak-anak kecil...

Pasar Kekuasaan, Tawar-Menawar Jiwa

Ilustrasi "Pasar Kekuasaan, Tawar Menawar Jiwa MENJUAL HARAPAN - Panggung Nusantara kini berubah menjadi pasar gelap yang ramai. Bukan pasar tempat jual beli rempah atau kain, melainkan pasar tempat tawar-menawar kekuasaan dan jiwa. Setiap kursi di panggung, setiap jabatan, setiap janji, memiliki harga. Dan harga itu tidak dibayar dengan uang, melainkan dengan integritas, moralitas, dan kesetiaan. Para Pengatur Irama, Si Juru Bicara Berapi-api, dan Si Penenun Kata-kata, adalah para pedagang utama di pasar ini. Mereka saling berlomba menawarkan "produk" terbaik mereka kepada Para Dalang Sesungguhnya. Ada yang menawarkan kesetiaan buta, ada yang menawarkan kemampuan mengendalikan massa, ada yang menawarkan data dan informasi rahasia. Setiap penawaran disajikan dengan gembar-gembor yang meriah, seolah-olah mereka adalah pahlawan yang sedang berjuang demi kepentingan rakyat. Padahal, mereka hanya berebut posisi, berebut kue kekuasaan yang semakin mengecil. Si Jujur, si kambi...

Para Penari Bayangan

Ilustrasi dari sesi "Dagelan Politik" MENJUAL HARAPAN - Panggung   Nusantara , dipenuhi penari-penari bayangan. Mereka bergerak di antara cahaya dan kegelapan, seringkali tak terlihat jelas , namun selalu ada di setiap sudut panggung. Mereka adalah para "operator" yang tak memiliki nama, tak punya wajah, akan tetapi  setiap langkah nya mampu mengubah arah panggung. Si Juru Bicara Berapi-api dan Si Penenun Kata-kata hanyalah boneka yang menari di atas benang kendali para penari bayangan itu. Para penari bayangan , memiliki keahlian khusus , yaitu mengaburkan fakta dan menyebarkan desas-desus. Mereka seperti para pesulap ulung yang mampu menghilangkan kebenaran di depan mata, lalu menggantinya dengan ilusi yang lebih menarik. Mereka menyebarkan gosip-gosip panas, menyulut api permusuhan antar sesama penonton, dan mengalihkan perhatian dari masalah-masalah utama. Mereka bekerja di balik layar, tidak terlihat oleh mata telanjang, namun dampaknya terasa di seluruh penjur...

Budaya Organisasi, Bukan Sekadar Logo

  Diadaptasi dari:  Edgar H. Schein (2010). Organizational Culture and Leadership , 4th Edition. Oleh: Silahudin MENJUAL HARAPAN - Kita sering bicara soal budaya organisasi seolah itu hanya soal “nilai-nilai” di dinding kantor. Tapi menurut Edgar H. Schein, itu baru permukaan. Dalam bukunya yang legendaris, Organizational Culture and Leadership , Schein menjelaskan bahwa budaya adalah “asumsi bawah sadar” yang membentuk cara kita bekerja, berpikir, dan berinteraksi. Tidak kelihatan, tapi terasa. Schein membagi budaya organisasi ke dalam tiga lapisan: artefak  (yang terlihat), nilai yang diungkapkan , dan asumsi dasar yang tidak disadari . Artefak bisa berupa seragam, ruang kerja terbuka, atau jargon perusahaan. Nilai yang diungkapkan adalah slogan seperti “pelayanan terbaik untuk pelanggan.” Tapi yang paling menentukan adalah asumsi dasar: apakah orang percaya bahwa pelanggan harus dilayani dengan sepenuh hati—atau hanya saat bos melihat. Budaya itu tidak lahir tiba-tiba....

Bisikan Angin dan Racun Janji

  MENJUAL HARAPAN - Angin di Nusantara mulai berbisik, membawa serpihan-serpihan janji yang beterbangan. Janji-janji itu tak ubahnya permen kapas, terlihat manis dan mengembang besar, tetapi ( akan )  meleleh dan lenyap dalam sekejap begitu bersentuhan dengan lidah kenyataan. Si Penenun Kata-kata adalah master dari semua bisikan ini. Ia tahu persis bagaimana merangkai kata-kata agar terdengar merdu di telinga rakyat, bagaimana menjanjikan bulan dan bintang agar mereka terlena. Ia berjanji akan membangun jembatan emas, mencetak uang dari daun kering, bahkan mengubah air mata menjadi berlian. Para pendukungnya, yang kini lebih mirip kawanan lebah yang mengerumuni madu, bersorak riang setiap kali janji itu terlontar. Mereka tak peduli apakah janji itu masuk akal atau tidak, yang penting terdengar indah dan memberi harapan. Beberapa di antaranya bahkan mulai saling berebut, berharap bisa mencicipi tetesan madu pertama dari janji-janji manis itu. Mereka bahkan rela berdesakan, sali...

Belajar dari yang Baik: Reformasi Birokrasi Jangan Asal Salin

Oleh  Silahudin MENJUAL HARAPAN - Setiap kali kita bicara soal birokrasi di Afrika—termasuk di Ghana—stereotip yang muncul selalu negatif: korup, lamban, tidak efisien. Tapi benarkah semua begitu? Francis Owusu, akademisi dari Iowa State University, justru mengajak kita untuk menengok organisasi-organisasi publik yang berkinerja baik di tengah situasi yang sama sulitnya. Dan dari situlah muncul satu gagasan kunci yang terasa menyegarkan:  Alih-alih mengutuki yang buruk, kenapa kita tidak belajar dari yang sudah baik? Dari Ghana, Pelajaran untuk Dunia Owusu meneliti berbagai lembaga negara di Ghana—dari kementerian hingga badan daerah—lalu mengklasifikasikannya berdasarkan reputasi dan kinerjanya. Hasilnya mengejutkan: meskipun berada di dalam sistem yang sama, ada yang tampil unggul dan ada yang gagal total. Apa yang membedakan?  Dua hal mencolok:   1.  Sistem insentif yang adil dan menarik.  Pegawai di lembaga baik mendapat imbalan yang memadai. 2.  R...

Permainan Topeng

ilustrasi seri "Dagelan Politik MENJUAL HARAPAN  -  Panggung Nusantara kini lebih mirip karnaval topeng. Setiap tokoh mengenakan topeng yang berbeda-beda, sesuai peran yang ingin mereka mainkan. Ada topeng pahlawan berhati mulia, topeng pemimpin yang bijaksana, topeng rakyat jelata yang tertindas, bahkan topeng badut yang hanya bisa menertawakan diri sendiri. Akan tetapi,  di balik setiap topeng, tersimpan wajah asli yang penuh dengan ambisi dan perhitungan. Si Juru Bicara Berapi-api, misalnya, seringkali mengenakan topeng Singa Pemberani, mengaum lantang di hadapan publik. Padahal, di balik panggung, ia tak lebih dari seekor kucing yang meringkuk di bawah kaki Para Dalang Sesungguhnya, menunggu jatah ikan dan susu. Si Penenun Kata-kata juga tak kalah lihai. Ia sering tampil dengan topeng Pujangga Cinta Tanah Air, merangkai kalimat-kalimat puitis tentang pengorbanan dan persatuan. Setiap kata yang keluar dari bibirnya seolah meneteskan madu, membuat para penonton terbuai ...

Jaringan Laba-Laba di Balik Tirai

Ilustrasi kongkalikong MENJUAL HARAPAN - Kota Gemilang, nama yang kontras dengan kenyataan di balik gemerlap lampunya. Di sana, Tirta, seorang jurnalis investigasi muda, merasa seperti terperangkap dalam jaring laba-laba. Bukan jaring biasa, melainkan simpul kongkalikong yang terjalin erat antara kekuatan penguasa dan pengusaha—mereka menyebutnya penguasaha. Tirta pertama kali mencium gelagat aneh saat meliput proyek pembangunan taman kota. Anggarannya fantastis, namun hasilnya jauh dari harapan. Ia mulai menyelidiki. Perlahan, satu per satu benang kusut terurai. Ada indikasi kuat persekongkolan dalam tender proyek, di mana hanya perusahaan tertentu yang selalu memenangkan kontrak, meskipun penawaran mereka tidak efisien. Yang lebih mengejutkan, Tirta menemukan adanya perselingkungan dalam ranah hukum. Beberapa hakim dan jaksa seolah menutup mata terhadap praktik-praktik ilegal yang dilakukan oleh para penguasa dan pengusaha ini. Bukti-bukti yang ia kumpulkan seringkali menguap di ten...

China Open 2025: Jafar/Felisha dan Fajar/Fikri Melaju ke Semifinal

Jafar Hidayatullah/Felisha Alberta Nathaniel Pasaribu, Ganda campuran Indonesia, China Open 2025 (Foto hasil tangkapan layar dari pbsi.id) MENUAL HARAPAN - Turnamen China Open 2025 sudah memasuki babak semifinal, dan Sabtu 26 Juli 2025, dua pasangan ganda putra dan ganda campuran Indonesia berhadapan dengan tuan rumah China. A da dua wakil Indonesia yang melaju ke semfinal setelah mengalahkan lawannya di perempat final. Mereka adalah pasangan ganda putra Fajar Alfian/Muhammad Shohubul Fikri, dan ganda campuran Jafar Hidayatullah/Felisha Alberta Nathaniel Pasaribu. Pasangan Fajar/Fikri pada pertandingan perempat final BWF World Tour Super 1000 China Open 2025, berhasil mengalahkan pasangan ganda putra unggulan ketiga asal Korea Selatan, yaitu Kim Won Ho/Seo Seung Jae. F ajar/Fikri langsung taklukkan dua gim dengan skor 21-19, 21-14. Fajar Alfian/Muhammah Shohubul Fikri, Ganda putra Indonesia, China Open 2025 (Foto hasil tangkapan layar dari website pbsi.id) S edangkan pasangan ganda cam...

Nyanyian Sunyi di Ujung Kota

Ilustrasi kesenjangan MENJUAL HARAPAN - Di sudut kota yang ramai, tersembunyi sebuah permukiman padat yang dijuluki "Kampung Angin". Di sana, mimpi-mimpi terhalang oleh tembok kesenjangan  yang menjulang tinggi. Amir, seorang pemuda dengan mata tajam dan semangat membara, merasakan betul bagaimana impiannya terkekang. Sejak kecil, ia bercita-cita menjadi seorang insinyur, namun akses pendidikan  berkualitas seperti jauh panggang dari api. Sekolah di Kampung Angin kekurangan fasilitas, dan guru-gurunya seringkali tak semangat. Ekonomi  di Kampung Angin berputar di lingkaran yang sama: buruh harian dengan upah minim. Sementara itu, di pusat kota, gedung-gedung pencakar langit menjulang, simbol kemewahan kaum oligarki  yang menggenggam erat roda politik . Mereka yang berkuasa, seolah tak acuh pada penderitaan di ujung kota. Keadilan  terasa seperti fatamorgana, sebuah kata indah yang hanya ada di buku-buku pelajaran. Amir sering duduk di bawah pohon beringin tua, m...

Selembar Bendera Kekuasaan

MENJUAL HARAPAN - Pentas besar bernama Nusantara tiba-tiba berguncang. Bukan gempa bumi yang menggetarkan, melainkan irama genderang yang ditabuh serentak, memekakkan telinga para penghuni. Seolah-olah, para dalang di balik layar sepakat memainkan lakon yang sama, lakon yang sudah usang namun selalu berhasil menguras emosi penonton. Dahulu kala, Nusantara merupakan taman yang subur, tempat beragam bunga mekar berdampingan, saling berbagi sari dan aroma. Namun, belakangan, tanahnya terasa kering kerontang, tak lagi mampu menumbuhkan tunas-tunas harapan. Angin pun tak lagi berembus sejuk, melainkan membawa debu-debu perpecahan yang menyesakkan. Di pojok panggung, seekor kambing jantan berbulu putih bersih, yang dipanggil Si Jujur, mengembik  risau. Ia tak mengerti mengapa padang rumput yang biasa ia jelajahi kini penuh duri dan ranjau. Dulu, ia hanya perlu menunduk untuk memakan rumput segar, kini ia harus waspada agar kakinya tidak terluka. Para penghuni lain, seperti kawanan burung...