Belajar dari yang Baik: Reformasi Birokrasi Jangan Asal Salin
Oleh Silahudin
MENJUAL HARAPAN - Setiap kali kita bicara soal birokrasi di Afrika—termasuk di Ghana—stereotip yang muncul selalu negatif: korup, lamban, tidak efisien. Tapi benarkah semua begitu?
Francis Owusu, akademisi dari Iowa State University, justru mengajak kita untuk menengok organisasi-organisasi publik yang berkinerja baik di tengah situasi yang sama sulitnya.
Dan dari situlah muncul satu gagasan kunci yang terasa menyegarkan: Alih-alih mengutuki yang buruk, kenapa kita tidak belajar dari yang sudah baik?
Dari Ghana, Pelajaran untuk Dunia
Owusu meneliti berbagai lembaga negara di Ghana—dari kementerian hingga badan daerah—lalu mengklasifikasikannya berdasarkan reputasi dan kinerjanya. Hasilnya mengejutkan: meskipun berada di dalam sistem yang sama, ada yang tampil unggul dan ada yang gagal total.
Apa yang membedakan? Dua hal mencolok:
1. Sistem insentif yang adil dan menarik. Pegawai di lembaga baik mendapat imbalan yang memadai.
2. Rekrutmen ketat dan pelatihan serius. Tidak asal tunjuk. Ada proses seleksi dan pembinaan awal yang kuat.
Reformasi Itu Budaya, Bukan Struktur
Sering kali reformasi birokrasi difokuskan pada pembentukan lembaga baru, perampingan struktur, atau adopsi sistem TI mutakhir. Akan tetapi, Owusu menyentil poin mendasar: “Organisasi yang efektif bukan hanya soal aturan, tapi soal cara berpikir dan berperilaku.”
Dengan kata lain: budaya organisasi.
Bagaimana nilai, norma, dan ekspektasi terbentuk di dalam lembaga.
Bagaimana pemimpin menginspirasi.
Bagaimana pegawai melihat makna pekerjaannya.
Kenapa Kita Gagal?
Owusu juga mengkritik Washington Consensus dan bahkan Post-Washington Consensus—dua gelombang kebijakan reformasi yang kerap meniru resep negara maju. Ia menyebutnya terlalu seragam, terlalu dari luar.
Reformasi yang sukses harus kontekstual. Harus lahir dari pemahaman terhadap pengalaman lokal.
Menuju Reformasi yang Relevan
Dengan demikian, jika kita ingin birokrasi yang benar-benar melayani dan efektif:
1. Lihat ke dalam, bukan ke luar.
2. Bangun budaya, bukan hanya struktur.
3. Dan yang paling penting: belajar dari mereka yang sudah bekerja dengan baik.
Catatan penutup: Saatnya Pindah Fokus
Kita sudah terlalu lama fokus pada yang rusak. Mungkin kini saatnya mulai fokus pada yang berfungsi.
Karena seperti kata Owusu—dan saya setuju—reformasi paling ampuh bukan dimulai dari kebijakan, tapi dari teladan nyata yang sudah hidup di lapangan.
Kalau Anda tertarik baca artikelnya langsung, ini referensinya: