Permainan Topeng
![]() |
ilustrasi seri "Dagelan Politik |
MENJUAL HARAPAN - Panggung Nusantara kini lebih mirip karnaval topeng. Setiap tokoh mengenakan topeng yang berbeda-beda, sesuai peran yang ingin mereka mainkan. Ada topeng pahlawan berhati mulia, topeng pemimpin yang bijaksana, topeng rakyat jelata yang tertindas, bahkan topeng badut yang hanya bisa menertawakan diri sendiri.
Akan tetapi, di balik setiap topeng, tersimpan wajah asli yang penuh dengan ambisi dan perhitungan. Si Juru Bicara Berapi-api, misalnya, seringkali mengenakan topeng Singa Pemberani, mengaum lantang di hadapan publik. Padahal, di balik panggung, ia tak lebih dari seekor kucing yang meringkuk di bawah kaki Para Dalang Sesungguhnya, menunggu jatah ikan dan susu.
Si Penenun Kata-kata juga tak kalah lihai. Ia sering tampil dengan topeng Pujangga Cinta Tanah Air, merangkai kalimat-kalimat puitis tentang pengorbanan dan persatuan. Setiap kata yang keluar dari bibirnya seolah meneteskan madu, membuat para penonton terbuai dalam ilusi keindahan. Namun, di balik topeng itu, ia adalah seorang pedagang ulung yang menjual kata-kata demi keuntungan pribadi. Ia bahkan tak ragu menjual mimpi-mimpi kosong jika itu bisa menaikkan nilai sahamnya di pasar politik.
Kawanan burung pipit yang biasanya riang, kini terlihat bingung. Mereka tidak bisa lagi membedakan mana yang kawan dan mana yang lawan. Setiap kali ada yang mencoba menunjukkan keasliannya, suara-suara sumbang dari para penabuh genderang langsung memekakkan telinga, menenggelamkan kebenaran dalam riuh rendahnya kebohongan. Beberapa pipit muda bahkan mulai ikut-ikutan memakai topeng, menirukan gaya bicara dan tingkah laku para tokoh di panggung, berharap bisa mencicipi sedikit sorotan lampu.
Si Jujur, si kambing putih, pernah mencoba mendekati salah satu tokoh bertopeng. Ia mencoba mengendus-endus, berharap menemukan bau rumput segar di balik topeng itu. Akan tetapi, yang ia dapati hanyalah aroma kimiawi dari bahan pembuat topeng, dan bau keringat bercampur kebohongan. Si Jujur pun mundur, mengembik kecewa. Ia tak mengerti mengapa manusia harus bersembunyi di balik topeng, padahal kejujuran adalah harta yang paling berharga.
Para Dalang Sesungguhnya, dari balik tirai, tersenyum tipis. Mereka menikmati setiap adegan dalam permainan topeng ini. Semakin rumit dan semakin banyak topeng yang digunakan, semakin sulit bagi penonton untuk melihat kebenaran. Ini merupakan strategi lama yang selalu berhasil. Biarkan mereka saling curiga, biarkan mereka saling menyerang, asalkan benang kendali tetap ada di tangan para dalang. Mereka bahkan memiliki gudang rahasia berisi topeng-topeng cadangan, siap diganti kapan saja jika ada topeng yang rusak atau terungkap keasliannya.
Suatu kali, seorang penonton yang kritis mencoba menyingkap salah satu topeng. Ia berteriak lantang, menunjukkan kejanggalan pada topeng yang dikenakan Si Juru Bicara Berapi-api. Sebelum suaranya sampai ke seluruh penjuru panggung, segerombolan "penjaga panggung" yang bertopeng Harimau Penjaga Orde langsung menyeretnya keluar, menudingnya sebagai pengacau dan pembuat onar. Para penonton lain terdiam, ketakutan. Mereka memilih untuk tetap bungkam, menikmati sandiwara topeng yang membius.