MENJUAL HARAPAN - Pekan ke-13 BRI Super League 2025-2026 ini terasa sangat menyengat. Kita baru saja melewati sepertiga musim yang melelahkan, di mana tabel klasemen mulai memisahkan mana tim yang memiliki mental juara dan mana yang sekadar menjadi pelengkap jadwal.
Angka-angka yang tertera di papan skor bukan sekadar statistik, melainkan narasi tentang keringat, air mata, dan ambisi yang membuncah dari setiap sudut stadion di Indonesia.
Borneo FC Samarinda masih berdiri kokoh di puncak menara dengan 33 poin, memandang rendah lawan-lawannya dengan keangkuhan yang didasari oleh konsistensi luar biasa.
Dengan 11 kemenangan dari 13 laga, "Pesut Etam" bukan lagi sekadar kuda hitam, melainkan predator utama di liga musim ini. Namun, dua kekalahan beruntun di penghujung pekan ini menjadi alarm keras bahwa takhta mereka tidaklah imun terhadap guncangan. Di sepak bola, kenyamanan adalah awal dari kejatuhan, dan Borneo harus segera membasuh luka jika tak ingin momentum ini dicuri oleh para pemburu di bawahnya.
Tepat di belakang mereka, Persija Jakarta mulai menunjukkan taring "Macan Kemayoran" yang sesungguhnya dengan raihan 29 poin. Gaya bermain yang pragmatis namun mematikan membuat mereka mencatatkan empat kemenangan beruntun dalam lima laga terakhir. Ada aura kepercayaan diri yang kembali ke skuad ibu kota; mereka bermain seolah-olah kemenangan adalah hak milik yang sudah seharusnya mereka genggam.
Persija kini hanya terpaut empat angka dari puncak, sebuah jarak yang sangat tipis jika kita melihat bagaimana dinamisnya grafik performa tim-tim papan atas saat ini.
Persib Bandung, sang juara bertahan, tetap menjaga martabatnya di posisi ketiga dengan koleksi 28 poin. Meski sempat tersandung di laga terakhir, "Maung Bandung" tetaplah tim dengan kedalaman skuad yang paling menakutkan. Saya melihat ada kedewasaan dalam cara mereka mengelola tekanan, meskipun ketergantungan pada beberapa pilar asing terkadang menjadi celah yang bisa dieksploitasi lawan.
Bagi Persib, pekan-pekan mendatang adalah ajang pembuktian apakah mereka masih memiliki rasa lapar yang sama untuk mempertahankan gelar.
Kejutan terbesar musim ini tidak diragukan lagi datang dari Malut United yang bertengger di posisi keempat. Sebagai pendatang baru yang ambisius, mereka membuktikan bahwa uang dan manajemen yang rapi bisa membeli stabilitas di lapangan.
Mengoleksi 25 poin dengan catatan pertahanan yang cukup solid, Malut United telah menjelma menjadi unit tempur yang disegani. Mereka tidak hanya bermain untuk sekadar bertahan di kasta tertinggi, melainkan berani menantang hegemoni klub-klub tradisional yang selama ini mendominasi papan atas.
Sementara itu, PSIM Yogyakarta di posisi kelima menjadi representasi gairah sepak bola rakyat yang kembali membara. Dengan 22 poin, "Laskar Mataram" menunjukkan bahwa mereka memiliki napas panjang untuk bersaing di level elit. Meski hasil terakhir mereka berakhir dengan kekalahan, semangat juang di lapangan seringkali melampaui logika taktik di atas kertas.
Dukungan suporter yang militan menjadi pemain ke-12 yang seringkali mengintimidasi lawan saat bertandang ke markas mereka, membuat PSIM menjadi tim yang sangat sulit ditaklukkan di kandang.
Beranjak ke papan tengah, kita melihat kemacetan poin yang sangat ketat antara Persita, Bhayangkara FC, dan PSM Makassar yang sama-sama mengantongi 19 poin. Persita Tangerang tampak sedang kehilangan kompas setelah gagal meraih kemenangan dalam lima laga terakhirnya, sebuah tren negatif yang harus segera diputus oleh sang pelatih.
Di sisi lain, PSM Makassar yang dikenal dengan karakter "Ewako"-nya justru seringkali terjebak dalam hasil imbang yang merugikan. Tujuh hasil seri adalah catatan terbanyak di liga, menunjukkan bahwa mereka tangguh untuk dikalahkan namun kesulitan untuk menyudahi perlawanan lawan.
Bhayangkara FC, yang berada di peringkat ketujuh, masih mencari bentuk konsistensi yang hilang. Meskipun secara teknis mereka memiliki kualitas individu yang mumpuni, koordinasi antar lini seringkali terlihat rapuh di saat-saat krusial. Selisih gol mereka yang tipis (12-9) mencerminkan filosofi permainan yang sangat berhati-hati, mungkin terlalu berhati-hati untuk tim yang ingin merangsek ke zona Asia. Mereka berada di persimpangan jalan: apakah akan berani tampil lebih ofensif atau tetap bertahan dengan pola yang ada.
Persebaya Surabaya di posisi kesembilan dengan 18 poin adalah teka-teki besar musim ini. "Bajul Ijo" yang biasanya tampil meledak-ledak, kini terlihat lebih sering bermain aman dengan catatan enam hasil imbang. Bagi klub dengan sejarah sebesar Persebaya, posisi tengah klasemen tentu bukanlah tempat yang membanggakan. Ada kerinduan dari para Bonek untuk melihat permainan determinasi tinggi dan cepat yang menjadi identitas asli Surabaya, yang sejauh ini baru muncul secara sporadis di beberapa pertandingan saja.
Menutup sepuluh besar, Arema FC mengoleksi 17 poin setelah melewati masa-masa yang sangat fluktuatif. Kekalahan di laga terakhir menambah beban mental bagi tim "Singo Edan" yang masih berjuang untuk konsisten secara performa dan psikologis. Mereka memiliki produktivitas gol yang lumayan (19 gol), namun lubang di lini belakang (18 gol kebobolan) adalah masalah klasik yang belum kunjung menemukan solusinya. Arema harus berhati-hati, karena selisih poin dengan tim di bawah mereka sangatlah tipis dan ancaman degradasi bisa mengintai kapan saja jika mereka lengah.
Dengan demikian, pekan ke-13 ini menegaskan bahwa BRI Super League 2025-2026 adalah liga yang sangat kompetitif dan sulit diprediksi. Tidak ada tim yang benar-benar dominan tanpa cela, dan tidak ada tim papan bawah yang menyerah begitu saja. Sebagai jurnalis, saya melihat paruh kedua musim nanti akan menjadi medan pertempuran yang lebih brutal. Strategi transfer di jeda paruh musim akan menjadi kunci bagi klub-klub untuk menambal lubang yang terlihat selama 13 pekan ini. (S_267)
Komentar