Langsung ke konten utama

Dinamika Perebutan Klasemen di La Liga Pekan ke-17

MENJUAL HARAPAN Pekan ke-17 La Liga atau Liga Spanyol musim 2025/2026 makin menggambarkan peraturan antar klub ketat dan sengit. Utamanya pada klasemen papan atas, sementara pada papan tengah relatif selisih poin tidak terlalu domplang.  

Denyut nadi sepak bola Spanyol, melihat pekan ke-17 La Liga musim 2025/2026 ini bukan sekadar rutinitas jadwal, melainkan sebuah pernyataan kuasa dari para raksasa.

Angin musim dingin di Semenanjung Iberia terasa semakin menggigit, namun persaingan di lapangan justru membara, menciptakan polarisasi yang jelas antara mereka yang berambisi meraih takhta dan mereka yang sekadar bertahan di tengah kepungan badai kompetisi.

Barcelona, yang berdiri gagah di puncak, seolah sedang menulis ulang buku taktik sepak bola modern dengan efektivitas yang mengerikan.

Hingga pekan ini, Blaugrana telah menjelma menjadi mesin gol yang tak terbendung, mengoleksi 51 gol—sebuah angka yang jauh melampaui rival-rival terdekatnya.

Dengan raihan 46 poin, tim asuhan Hansi Flick (atau suksesornya yang mempertahankan filosofi serupa) menunjukkan bahwa penguasaan bola kini harus berbanding lurus dengan ketajaman di depan gawang. Kemenangan demi kemenangan yang mereka raih bukan sekadar soal angka, melainkan dominasi mental yang membuat lawan-lawan mereka seringkali sudah merasa kalah sebelum peluit pertama dibunyikan.

Mesti demikian, di bayang-bayang kejayaan Catalan, Real Madrid tetap setia menguntit dengan ketenangan seorang pemburu yang sabar. Mengoleksi 42 poin, Los Blancos memang tertinggal empat angka, namun sejarah mencatat bahwa Madrid adalah tim yang paling tahu cara mengelola tekanan di paruh kedua musim.

Meski produktivitas mereka tidak semeledak Barcelona, pertahanan mereka yang solid dengan hanya kebobolan 16 gol menunjukkan bahwa stabilitas adalah kunci utama yang mereka pegang untuk tetap menjaga asa mempertahankan gelar atau merebutnya kembali.

Selanjutnya, bergeser ke posisi ketiga, Atletico Madrid masih setia dengan identitas "penderitaan" yang membawa berkah. Dengan 37 poin, mereka berada di zona nyaman namun sekaligus berbahaya.

Pasukan Diego Simeone ini tampaknya sedang dalam fase transisi, di mana mereka mencoba tetap pragmatis namun sesekali meledak dengan serangan balik cepat. Meski jarak poin ke puncak mulai merenggang, kehadiran mereka tetap menjadi gangguan konstan bagi dua kutub utama di atasnya, memastikan bahwa perburuan gelar juara bukan hanya urusan dua kuda pacu.

Cerita yang paling menarik di pekan ke-17 ini justru datang dari tim "Kapal Selam Kuning", Villarreal. Meski berada di posisi keempat, mereka memiliki keuntungan yang tidak dimiliki tim lain: tabungan pertandingan. Dengan baru memainkan 16 laga namun sudah mengantongi 35 poin, Villarreal secara virtual adalah ancaman nyata bagi Atletico bahkan Real Madrid. Jika mereka mampu memaksimalkan laga tunda tersebut, peta persaingan papan atas akan berubah drastis, membuktikan bahwa konsistensi mereka musim ini bukanlah sebuah kebetulan semata.

Kejutan terbesar musim ini tak pelak lagi adalah Espanyol yang bercokol di peringkat kelima. Sebagai tim yang sering dianggap sebagai bayang-bayang tetangga sekotanya, keberhasilan mereka meraih 33 poin hingga pekan ke-17 adalah sebuah anomali yang indah.

Mereka bermain dengan semangat kolektivitas yang luar biasa, membuktikan bahwa uang dan nama besar bukan segalanya di La Liga. Espanyol kini menjadi simbol harapan bagi tim-tim menengah bahwa menembus zona Eropa bukanlah mimpi di siang bolong.

Memasuki zona papan tengah, Real Betis tampak sedang berusaha menemukan kembali ritme permainan mereka yang sempat hilang. Berada di posisi keenam dengan 28 poin, mereka seolah terjepit dalam "tanah tak bertuan"—terlalu jauh untuk mengejar lima besar, namun cukup aman dari kejaran tim-tim di bawahnya.

Hasil imbang yang terlalu sering (7 kali) menjadi batu sandungan utama yang mencegah mereka terbang lebih tinggi, sebuah pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh sang pelatih jika tidak ingin musim mereka berakhir medioker.

Celta Vigo dan Athletic Bilbao yang sama-sama mengoleksi 23 poin menyajikan drama yang berbeda di pekan ini. Celta mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan dengan performa yang lebih stabil, sementara Bilbao justru sedang mengalami tren penurunan yang mengkhawatirkan.

Bagi publik San Mames, melihat timnya menelan kekalahan beruntun dalam beberapa laga terakhir adalah pil pahit yang sulit ditelan, terutama dengan lini serang yang baru menghasilkan 16 gol dari 18 laga—sebuah statistik yang sangat minim untuk tim sekaliber mereka.

Di sisi lain, Elche muncul sebagai tim yang gigih bertahan di papan tengah dengan 22 poin. Keberhasilan mereka berada di posisi kesembilan menunjukkan bahwa strategi bermain efektif dan disiplin organisasi bisa menutupi keterbatasan sumber daya pemain.

Elche, mungkin tidak bermain cantik, namun mereka tahu cara mencuri poin di saat-saat krusial, membuat mereka menjadi tim yang paling dihindari oleh tim-tim besar yang sedang mencari poin mudah.

Nasib paling tragis di pekan ke-17 ini mungkin menimpa Sevilla. Menempati posisi ke-10 dengan selisih gol minus dua adalah pemandangan yang asing bagi pemenang multipiala Liga Europa ini.

Krisis identitas tampaknya sedang melanda Ramon Sanchez Pizjuan, di mana pertahanan mereka terlihat rapuh saat menghadapi tekanan. Kekalahan di pekan ini semakin mempertegas bahwa Sevilla perlu melakukan perombakan besar atau setidaknya perubahan mentalitas jika tidak ingin semakin terperosok ke papan bawah yang gelap.

Secara komprehensif, pekan ke-17 ini memperlihatkan adanya jurang yang mulai melebar antara kelompok lima besar dengan sisa liga lainnya. Selisih lima poin antara peringkat lima dan enam adalah indikator bahwa kompetisi mulai terbagi menjadi beberapa kasta internal. Tim-tim di papan tengah kini lebih fokus untuk saling sikut demi memperbaiki posisi, sementara tim-tim di empat besar sudah mulai fokus pada kalkulasi poin untuk mengamankan tiket Liga Champions musim depan.

Memang, secara teknis, tren permainan di pekan ini menunjukkan bahwa La Liga 2025/2026 adalah musimnya para penyerang. Total gol yang tercipta di papan atas sangat tinggi, menandakan pergeseran dari sepak bola defensif yang membosankan menuju permainan terbuka yang lebih menghibur.

Barcelona memimpin revolusi ini, namun tim-tim seperti Villarreal dan Espanyol mengikuti di belakang dengan gaya mereka sendiri yang tak kalah menarik untuk ditonton oleh para pecinta sepak bola dunia.

Kini, saat pekan ke-18 mulai bergulir, hasil-hasil dari pekan ke-17 ini akan menjadi fondasi psikologis bagi setiap klub. Apakah Barcelona akan terus melaju tanpa rem? Ataukah Real Madrid akan menemukan momentum untuk memangkas jarak? Yang pasti, La Liga musim ini menjanjikan drama hingga pekan terakhir. (S_267)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hegemoni Ekologis

Oleh Silahudin MENJUAL HARAPAN -  RETORITKA pembangunan berkelanjutan, dan jargon hijau tampak kian populer di ruang-ruang kebijakan, akan tetapi, di balik itu juga tersembunyi satu paradoks besar, yaitu alam terus mengalami kerusakan struktural, walau keberlanjutannya digembar-gemborkan.  Pergulatan hidup kita, dalam realitasnya dikonstruksi oleh bahasa, dan narasi yang seolah peduli terhadap lingkungan, namun, secara praksis terus-menerus melegitimasi eksploitasi. Pada titik simpul inilah, letak hegemoni ekologis, bukan hanya dominasi atas alam, tetapi juga dominasi atas cara berpikir tentang alam. Memang, hegemonis ekologis bekerja secara halus melalui wacana yang kita anggap netral, seperti istilah "pemanfaatan sumber daya", "optimalisasi kawasan", atau "efisiensi energi", dan lain sejenisnya. Dalam tataran kerangka tersebut, alam dikonstruksi sebagai objek pasif yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan manusia. Kepentingan ekonomi diselubungi bahasa sa...

Fiorentina Vs Verona, Udinese Vs Napoli, dan Milan Imbang Lawan Sassuolo

  MENJUAL HARAPAN - Tuan rumah Fieorentina alami kekalahan dari Verona dengan skor gol 1-2 pada pekan ke-15. Fiorentina berada di zona degradasi dengan koleksi 6 poin, sedangkan Verona berada di urutan ke-18 dengan koleksi 12 poin pada klasemenn sementara Serie A pekan kelima belas. Adapun pada pertandingan lainnya, Udinese mengalahkan Napoli dengan skor gol 1-0. Gol semata wayang Udinese dicetak Jurgen Ekkelenkamp, dan kini Udinese berada di urutan ke-10 dengan 21 poin, sementara Napoli sendiri masih bertengger di papan atas urutan ke-3 dengan koleksi 31 poin pada klasemen sementara Serie A pekan ke-15. Sedangakn, Milan menjamu Sassuolo berakhir dengan skor gol 2-2. Masing-masing dua gol itu, AC Milan terlebih dahulu kecolongan gawangnya pada menit ke-13 lewat tendangan Ismael Kone. Namun, tuan rumah AC Milan berhasil menyamakan kedudukan gol 1-1 pada menit ke-34 lewat tusukan Devide Bartesaghi. Selanjutny,a pada menit ke-47, tuan rumah AC Milan berhasil unggul lebih dahulu yang d...

Tata Cara dan Tahapan RPJPD, RPJMD, dan RKPD dalam Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia: Kajian Normatif dan Partisipatif

Silahudin Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung MENJUAL HARAPAN - PERENCANAAN pembangunan daerah merupakan instrumen strategis dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui tata kelola pemerintahan yang demokratis, efisien, dan berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, sistem ini diatur secara normatif melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan diperinci dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa perencanaan pembangunan daerah terdiri atas tiga dokumen utama: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Ketiganya disusun secara berjenjang, partisipatif, dan berorientasi hasil (UU No. 23/2014, Pasal 258). RPJPD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 tahun. Ia berfungsi sebagai arah strategis pembangunan daerah yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). RPJPD d...