Aksi demo Agustus 2025 (Foto hasil tangkapan layar dari tirto.id) |
MENJUAL HARAPAN - Demo besar-besar yang terjadi beberapa hari belakangan ini di Indonesia, tidak terhindarkan spanduk dan poster menjadi hiasan yang menyertainya.
Dalam setiap demo, tentu spanduk dan poster tidak pernah terlupakan-alias selalu menyertainya. Spanduk dan poster menjadi pesan juru bicara senyap yang paling lantang. Keberadaannya, bukan hanya sekadar media penyampai pesan, melainkan manifestasi kolektif dari keresahan.
Spanduk dengan tulisan tangan yang sederhana seringkali lebih kuat daripada poster cetakan karena mengandung keaslian dan kejujuran. Warna-warna yang dipilih juga sarat makna, merah seringkali melambangkan keberanian dan perlawanan, sementara hitam dapat merepresentasikan duka atau kemarahan atas ketidakadilan.
Ketika ribuan spanduk serupa diangkat, mereka membentuk satu suara visual yang tak terbantahkan, menunjukkan bahwa isu yang diusung adalah masalah bersama.
Refleksi Jiwa Massa
Gestur tubuh dan ekspresi wajah para demonstran adalah bagian integral dari bahasa visual. Jari yang diacungkan ke atas, kepalan tangan yang mengepal, atau bahkan air mata yang menetes, semuanya refleksi langsung dari jiwa massa. Gestur mengepal tangan, misalnya, adalah simbol universal perlawanan dan solidaritas.
Sementara itu, ekspresi wajah yang penuh amarah atau kekecewaan dapat menyampaikan pesan tentang penderitaan dan ketidakpuasan yang tak terungkapkan. Bahasa tubuh ini membangun empati dan ikatan emosional, tidak hanya di antara para demonstran, tetapi juga dengan audiens yang menyaksikannya dari layar.
Bahkan, keragaman seragam sebagai identitas, juga menggambarkan dalam kesatuan. Dalam demonstrasi, tidak jarang kita melihat seragam yang dikenakan oleh kelompok-kelompok tertentu. Mahasiswa dengan almamaternya, buruh dengan jaket serikatnya, atau petani dengan atribut topi kerjanya.
Seragam-seragam tersebut, bukan hanya identitas, melainkan perayaan keberagaman dalam kesatuan perjuangan. Mereka menunjukkan bahwa protes ini bukanlah milik satu kelompok saja, melainkan gabungan dari berbagai lapisan masyarakat dengan kepentingan yang beragam, yang bersatu di bawah satu tujuan yang sama. Identitas visual ini memperkuat legitimasi gerakan dan menegaskan bahwa ini adalah perlawanan rakyat dari berbagai sektor.
Barikade dan Garis Depan
Barikade yang dibangun oleh demonstran atau garis depan yang dijaga oleh aparat keamanan, merupakan bagian dari bahasa visual yang kaya makna.
Barikade seringkali menjadi simbol perlawanan dan penolakan untuk mundur, sementara garis depan aparat melambangkan kekuasaan dan kontrol dari negara. Pertemuan visual antara kedua kekuatan ini seringkali menjadi momen paling dramatis dalam sebuah demo, menceritakan narasi yang lebih besar tentang konflik antara rakyat dan negara, antara keadilan dan otoritas.
Jadi, bahasa visual demo menjadi sebuah narasi yang hidup dan bergerak. Ia adalah cara paling efektif untuk mengkomunikasikan keresahan struktural, membangun solidaritas, dan menuntut pengakuan dari mereka yang berkuasa.
Dengan membaca bahasa ini, kita dapat memahami bahwa sebuah protes tidak pernah sekadar tentang keramaian di jalan, melainkan sebuah pernyataan politik yang mendalam dan penuh makna. (Silahudin, Pemerhati Sosial Politik, Dosen FISIP Universitas Nurtanio Bandung)
Komentar