Langsung ke konten utama

Negeri yang Belum Bernama



MENJUAL HARAPAN - Ada negeri yang kita tinggali, tetapi belum sepenuhnya kita miliki. Ia punya bendera, punya lagu kebangsaan, punya konstitusi. Tapi ia belum punya nama yang benar-benar lahir dari suara warga. Ia belum punya wajah yang memantulkan semua keberagaman. Ia adalah negeri yang belum bernama.

Negeri ini berdiri di atas sejarah panjang, tetapi sering lupa pada akar. Ia dibangun dari perjuangan, tetapi sering mengabaikan luka. Ia bicara tentang persatuan, tetapi sering menyingkirkan perbedaan. Nama yang kita ucapkan belum sepenuhnya mencerminkan jiwa yang kita perjuangkan.

Bahkan, dalam bahasa dialog warga acap terdengar kata-kata “Kami tinggal di sini, tapi tak merasa dimiliki.” Mereka merasa asing di tanah sendiri, tak diundang dalam kebijakan, tak diakui dalam narasi. Negeri ini berjalan, tetapi tak menoleh.

Negeri yang belum bernama adalah negeri yang belum selesai. Ia masih mencari arah, masih menggugat makna, masih merajut harapan. Ia bukan kegagalan, tetapi proses. Ia bukan akhir, tetapi awal yang terus diperbarui.

Dalam refleksi filosofis, nama adalah pengakuan. Ia bukan sekadar identitas, tetapi ruang eksistensi. Ketika negeri belum bernama, maka warga belum sepenuhnya diakui. Kita hidup dalam bayang-bayang, bukan dalam cahaya.

Negeri ini punya simbol, tetapi belum punya makna yang hidup. Garuda terbang, tetapi tak membawa suara rakyat. Merah-putih berkibar, tetapi tak memantulkan keberpihakan. Pancasila dibaca, tetapi tak dijalankan. Simbol menjadi kulit, bukan jiwa.

Negeri ini punya hukum, tetapi belum punya keadilan. Pasal-pasal ditulis, tetapi tak melindungi yang lemah. Prosedur dijalankan, tetapi tak menyentuh kemanusiaan. Hukum menjadi pagar, bukan pelindung.

Negeri ini punya pendidikan, tetapi belum punya pembebasan. Anak-anak belajar, tetapi tak tumbuh. Mereka diuji, tetapi tak diberdayakan. Pendidikan menjadi beban, bukan ruang harapan.

Negeri ini punya digitalisasi, tetapi belum punya jiwa. Teknologi dibangun, tetapi tak menyentuh warga. Aplikasi dibuat, tetapi tak mendengar. Digitalisasi menjadi jargon, bukan alat transformasi.

Negeri ini punya demokrasi, tetapi belum punya demos. Warga memilih, tetapi tak menentukan. Mereka bicara, tetapi tak didengar. Demokrasi menjadi prosedur, bukan partisipasi.

Negeri ini punya pembangunan, tetapi belum punya keberlanjutan. Kota tumbuh, desa menyusut. Proyek dibangun, ruang hidup hilang. Pembangunan menjadi penelanan, bukan perawatan.

Negeri ini punya nasionalisme, tetapi belum punya cinta yang kritis. Simbol diagungkan, suara warga dibungkam. Seremoni digelar, refleksi diabaikan. Nasionalisme menjadi ritual, bukan komitmen.

Namun, negeri yang belum bernama bukan negeri yang putus asa. Ia adalah ruang kemungkinan. Ia adalah tempat di mana warga bisa bicara, bisa menggugat, bisa membangun ulang. Ia adalah negeri yang sedang diperjuangkan.

Karenanya, di sana, warga diberi suara, kebijakan diberi makna, dan simbol diberi tafsir. Negeri ini bisa diberi nama baru—nama yang lahir dari keberpihakan.

Dalam pendekatan visual, negeri yang belum bernama bisa divisualisasikan sebagai mosaik. Potongan-potongan pengalaman warga, narasi komunitas, dan simbol lokal bisa dirajut menjadi wajah baru. Visual menjadi ruang penamaan.

Dan mungkin, negeri yang sejati adalah ketika warga bisa berkata: “Ini negeri kami, dan kami menamainya dengan harapan.” Ketika nama bukan hanya kata, tetapi komitmen. Ketika identitas bukan hanya simbol, tetapi keberpihakan.

Episode ini adalah penutup yang membuka. Ia mengajak kita untuk menamai ulang negeri ini—dengan keadilan, dengan keberanian, dan dengan cinta yang kritis. Karena negeri yang belum bernama adalah negeri yang sedang kita bangun bersama. (Serie-penutup dari “Refleksi Kemerdekaan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengawasan Melekat (Waskat)

silahudin Ada ragam pengawasan dalam penyelenggaraan roda pemerintahan, dan salah satunya adalah pengawasan melekat. Pengawasan melekat disingkat WASKAT merupakan salah satu kegiatan manajemen dalam mewujudkan terlaksananya tugas-tugas umum pemerintah (an) dan pembangunan. Waskat, sesungguhnya merupakan kegiatan manajemen sehari-hari yang dilakukan oleh pipinan atau atasan instandi pemerintah dalam setiap satuan unit kerjanya. Apa itu pengawasan melekat? dapat disimak pada video ini.

Menyelami Makna Peribahasa Sunda "Asa Peunggas Leungeun Katuhu"

   Ilustrasi Jenis Pakaian Adat Sunda (Foto tangkapan layer dari  https://learningsundanese.com/pakaian-adat-sunda-jenis-jenis-dan-makna-simbolik/ ) Menjual Harapan – Pergulatan pergaulan kehidupan taubahnya berdampingan antara baik dan buruk. Ragam situasi buruk perlu dihindari, karena berakibat buruk pada khususnya diri sendiri, bahkan dalam kehidupan masyarakat, dan negara. Menelusuri mencari sumber masalah yang menimbulkan situasi buruk tersebut dan menemukannya, berarti setidakanya setengah telah mengatasi situasi tersebut. Ada dalam peribahasa Sunda yang populer, yaitu “Asa peunggas leungeun katuhu” . Secara harfiah berarti “harapan di ujung tangan kanan”. Pesan filosofisnya peribahasa Sunda ini mengajarkan pentingnya mempunyai harapan dan tekad kuat dalam menghadapi berbagai situasi yang sulit. “Leungeun katuhu” (tangan kanan) disimbolkan atau dilambangkan sebagai kekuatan dan kemampuan untuk mencapai tujuan. Iman Budhi Santoso (2016: 601) menjelaskan makna dari ...

Konsistensi Cendekiawan “Memanusiakan” Peradaban

Ilustrasi gambar seorang cendekiawan (Foto hasil proses chat gpt) MENJUAL HARAPAN - Pergulatan berbagai kehidupan negara bangsa ini (nation state) , tampak nyaris tidak lepas dari sorotan kritisi cendekiawan.  Kaum cendekiawan terus bersuara dalam berbagai aspek kehidupan. Seperti dalam sosial politik, budaya, ekonomi, pendidikan, dan lain sejenisnya.  Sosok kehadiran cendekiawan di tengah pergulatan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara tak dapat ditampik, niscaya selalu berkontributif.  Kehadirannya memiliki peran dan fungsi yang strategis, oleh karena kehadirannya senantiasa hirau dan peduli terhadap permasalahan-permasalahan bangsa demi menjunjung derajat kemanusiaan. Dalam bahasa lain, seseorang yang merasa berkepentingan untuk memikirkan secara rasional dan sepanjang pengetahuannya tentang bangaimana suatu masyarakat atau kemanusiaan pada umumnya bisa hidup lebih baik.  Oleh karena, setiap bangsa dan negara secara langsung atau tidak langsung memutuhkan peran...