Langsung ke konten utama

"Temu Harapan" Rakyat dengan Pemimpin


Oleh: Silahudin

AKHIR-akhir ini, kepolitikan nasional tengah "tersandera" oleh kepentingan-kepentingan yang tidak membebaskan dalam menikmati 'negara untuk melndungi segenap bangsa dan warganya'. Entah kebingungan apa yang sedang menyelimuti bangsa ini, termasuk elite-elite negeri ini (?) seakan negara ini tiada dlam keaadaannya.

Kerusuhan, keberingasan dan kekerasan silih berganti, dan tak terselesaikan dengan baik. Apakah memang sebagai anomali bangsa ini yang sedang kehilangan oreintasi kebangsaannya? Ataukah kehadiran negara sebagai instrument kolektif justru terbuai oleh hegemoni "kedaulatan kelompok"?

Bnturan-benturan aspirasi dan artikulasi kepentingan sulit untuk ditepiskan. Apalagi antara tuntutan infrastruktur politik dengan keinginan suprastruktur politik, ibarat kita mengukur dalamnya laut: tak terduga. Tapi nilai demokrasi yang hakiki bahwa aspirasi rakyat menjadi titik sentral dalam kehidupan demokrasi.

Perbedaan yang terjadi saat memperjuangkan aspirasi adalah wajar, bahkan sangat dihargai sebagai dinamika demokrasi, sepanjang perbedaan itu tidak menjadi bagian yang destruktif, namun merupakam keniscayaan persamaan dalam perbedaan.

Bingkai kebhinekaan sosial politik, ekonomi dan sosial budaya dalam ranah pergaulan dan pergumulan kehidupan politik negeri ini, setidaknya pengakuan terhadap kemajemukan tersebut tak hanya kita tengok sebagai ancaman konflik. Tapi modal dasar atau potensi dalam mengembangkan nilai kehidupan negara yang harmonis manusiawi.

Pertama, serbaneka sistem nilai sosial dalam mekanisme kehidupan sosial kultur negeri ini tidak dapat mengelakkan masalah yang berpaut dengan benturan-benturan kepentingan masyarakatnya. Bamun, kalau saja ambisi dominasi kultur menjadi "doktrinnya" untuk mensubordinasi kultur lain, tidak mustahil akan terjadi "poltik adu panco", yang membawa dampak ke arah disintegrasi.

Kedua, keragaman sistem sosial merupakan bagian integral sebagai aset dalam mengemas perubahan - perubahan yang signifikan bagi pementingan bangsa. Oleh karena tu, ideologisasi kesetaraan dalam segenap matra kehidupannya menjadi krusial bagi suatu rancang bngun konsensus (integrasi) sosial politik negara bangsa, bukan sebaliknya justruenapikkan realitas sosial.

Interaksi antara lapisan struktur politik sangat berarti dalam merenda mekanisme perpolitikan yang demokratis. Ini artinya, keniscayaan akselerasi aspirasi dn partisipasi politik yang kerapkali ada dalam benturan-benturan kepentingan antara lapisan infrastruktur dengan suprastruktur politik (elite penguasa) dapat direspon secara terbuka dengan bening nurani dan bersih pikir.

Dalam dataran budaya dialog tersebut, pengejawantahannya merupakan kekayaan atas kepentingan suatu perubahan dan pembaharuan politik negara bangsa ini.

Jadi, keterbukaan antara pemimpin negara dengan komponen-komponen bangsa menjadi bagian yang  tak terpisahkan. Rakat terlibat aktf atau turut serta menggdok keputusan-keputusan politik bagi kepentingan negara bangsa dan kesejahteraannya.

Sehingga dalam konstelasi demikian, keputusan politik yang diambil adalah merupakan pembahasan terbuka dan menjadi tanggungjawab bersama sebai adanya temu harapan  antara rakyat sebagai pemilik dan penyangga kedaulatan negara dengan pemimpin sebagai orang yang telah diberi amanah dalam mengelola dan mengendarai negara ini.*

Tulisan ini dimuat di Inilah Koran, Sabtu 19 November 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan RUU Perampasan Aset, Menata Hak Publik

Oleh Silahudin SALAH  satu poin krusial tuntutan unjuk rasa sejak 25 Agustus 2025 yang lalu, adalah soal Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. RUU ini, memang sudah jauh-jauh hari diusulkan pemerintah, namun tampaknya masih belum menjadi prioritas prolegnas. Di tengah meningkatnya tuntutan publik seperti dalam 17+8 tuntutan rakyat, RUU ini menjadi salah satu poin tuntutannya yang harus dijawab sungguh-sungguh oleh pemerintah dan DPR. RUU Perampasan Aset dalam tuntutan tersebut diberi tenggang waktu target penyelesaaiannya dalam kurun waktu satu tahun, paling lambat 31 Agustus 2026 (Kompas.id, 3/9/2025). RUU Perampasan Aset, tentu merupakan bagian integral yang menjanjikan reformasi struktural dalam penegakan hukum yang berkeadilan. Selama ini, aset hasil kejahatan, terutama korupsi dan kejahatan ekonomi, tidak jelas rimbanya. RUU ini tampak visioner dimana menawarkan mekanisme perampasan aset tanpa pemidanaan, sebuah pendekatan yang lebih progresif dan berpihak pada kepentingan ...

MENTERTAWAKAN NEGERI INI

Oleh: Silahudin MENJUAL HARAPAN - Mentertawakan negeri ini bukan karena kita tak cinta. Justru karena cinta itu terlalu dalam, hingga luka-lukanya tak bisa lagi ditangisi. Maka tawa menjadi pelipur, menjadi peluru, menjadi peluit panjang di tengah pertandingan yang tak pernah adil. Negeri ini, seperti panggung sandiwara, di mana aktor utamanya tak pernah lulus audisi nurani. Di ruang-ruang kekuasaan, kita menyaksikan para pemimpin berdialog dengan teleprompter, bukan dengan hati. Mereka bicara tentang rakyat, tapi tak pernah menyapa rakyat. Mereka bicara tentang pembangunan, tapi tak pernah membangun kepercayaan. Maka kita tertawa, bukan karena lucu, tapi karena getir yang terlalu lama dipendam. Pendidikan, katanya, adalah jalan keluar. Tapi di negeri ini, sekolah adalah lorong panjang menuju penghapusan imajinasi. Anak-anak diajari menghafal, bukan memahami. Mereka diuji untuk patuh, bukan untuk berpikir. Guru-guru digaji dengan janji, sementara kurikulum berganti seperti musim, tanpa...

Menjadi Wakil Rakyat Tidak Hanya Terpilih, Tapi Teruji

MENJUAL HARAPAN - Pemilihan umum merupakan gerbang masuk menuju ruang representasi, tetapi bukan jaminan bahwa seseorang telah siap menjadi wakil rakyat. Terpilih adalah pengakuan elektoral, sementara teruji adalah proses etis dan reflektif yang berlangsung sepanjang masa jabatan. Dalam konteks DPRD, menjadi wakil rakyat yang teruji berarti menjalankan fungsi kelembagaan dengan integritas, keberpihakan, dan kesadaran akan dampak sosial dari setiap keputusan. Demokrasi lokal membutuhkan wakil rakyat yang tidak hanya hadir secara politik, tetapi juga secara moral. Seperti dikemukakan oleh Max Weber (1919), “Politik yang bermakna adalah politik yang dijalankan dengan tanggung jawab, bukan dengan ambisi.” Maka, keterpilihan harus diikuti dengan proses pembuktian: apakah wakil rakyat mampu menjaga etika, mendengar publik, dan berpihak pada keadilan. Fungsi DPRD mencakup legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Ketiganya menuntut kapasitas analitis, keberanian politik, dan komitmen etis. Ter...