Langsung ke konten utama

Borneo FC Kalahkan Bhayangkara FC di Segiri



 

MENJUAL HARAPAN - Di bawah langit Samarinda yang mendung, Borneo FC berhasil menekuk Bhayangkara FC dengan skor tipis 1-0 dalam laga pekan ke-1 BRI Liga 1 2025/2026. Pertandingan yang digelar di Stadion Segiri ini menjadi panggung bagi satu nama: Mariano Peraita, sang penentu kemenangan di menit ke-66.

Sejak peluit awal dibunyikan, kedua tim tampil hati-hati. Bhayangkara FC mengandalkan penguasaan bola dan build-up lambat, sementara Borneo FC memilih bermain direct dengan pressing tinggi. Suasana stadion cukup tenang, seolah menunggu sesuatu yang tak terduga.

Babak pertama berlangsung tanpa gol, namun bukan tanpa cerita. Beberapa peluang tercipta dari sisi sayap Borneo FC, terutama lewat aksi cepat Terens Puhiri. Di sisi lain, Bhayangkara FC tampak kesulitan menembus pertahanan rapat yang dikomandoi Javlon Guseynov.

Memasuki babak kedua, intensitas meningkat. Borneo FC mulai menemukan ritme serangan. Di menit ke-66, momen krusial terjadi, yaitu umpan silang dari sisi kanan disambut tandukan tajam Mariano Peraita. Bola meluncur ke sudut kiri gawang, tak terjangkau kiper Bhayangkara.

Gol itu bukan hanya angka di papan skor. Ia menjadi simbol momentum, keberanian, dan ketekunan. Peraita, yang sempat diragukan performanya di awal musim, menjawab dengan elegan: satu sentuhan, satu keputusan, satu kemenangan.

Bhayangkara FC mencoba membalas. Para pemainnya, meningkatkan tempo dan memasukkan dua penyerang tambahan. Akan tetapi,  pertahanan Borneo FC tetap solid. Kiper Angga Saputro tampil gemilang dengan dua penyelamatan krusial di menit 78 dan 85.

Secara statistik, Bhayangkara FC unggul dalam penguasaan bola (58%) dan jumlah umpan, namun Borneo FC lebih tajam dalam eksekusi. Efisiensi menjadi kata kunci malam itu—dan Borneo FC memahaminya dengan baik. (S_267)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan RUU Perampasan Aset, Menata Hak Publik

Oleh Silahudin SALAH  satu poin krusial tuntutan unjuk rasa sejak 25 Agustus 2025 yang lalu, adalah soal Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. RUU ini, memang sudah jauh-jauh hari diusulkan pemerintah, namun tampaknya masih belum menjadi prioritas prolegnas. Di tengah meningkatnya tuntutan publik seperti dalam 17+8 tuntutan rakyat, RUU ini menjadi salah satu poin tuntutannya yang harus dijawab sungguh-sungguh oleh pemerintah dan DPR. RUU Perampasan Aset dalam tuntutan tersebut diberi tenggang waktu target penyelesaaiannya dalam kurun waktu satu tahun, paling lambat 31 Agustus 2026 (Kompas.id, 3/9/2025). RUU Perampasan Aset, tentu merupakan bagian integral yang menjanjikan reformasi struktural dalam penegakan hukum yang berkeadilan. Selama ini, aset hasil kejahatan, terutama korupsi dan kejahatan ekonomi, tidak jelas rimbanya. RUU ini tampak visioner dimana menawarkan mekanisme perampasan aset tanpa pemidanaan, sebuah pendekatan yang lebih progresif dan berpihak pada kepentingan ...

MENTERTAWAKAN NEGERI INI

Oleh: Silahudin MENJUAL HARAPAN - Mentertawakan negeri ini bukan karena kita tak cinta. Justru karena cinta itu terlalu dalam, hingga luka-lukanya tak bisa lagi ditangisi. Maka tawa menjadi pelipur, menjadi peluru, menjadi peluit panjang di tengah pertandingan yang tak pernah adil. Negeri ini, seperti panggung sandiwara, di mana aktor utamanya tak pernah lulus audisi nurani. Di ruang-ruang kekuasaan, kita menyaksikan para pemimpin berdialog dengan teleprompter, bukan dengan hati. Mereka bicara tentang rakyat, tapi tak pernah menyapa rakyat. Mereka bicara tentang pembangunan, tapi tak pernah membangun kepercayaan. Maka kita tertawa, bukan karena lucu, tapi karena getir yang terlalu lama dipendam. Pendidikan, katanya, adalah jalan keluar. Tapi di negeri ini, sekolah adalah lorong panjang menuju penghapusan imajinasi. Anak-anak diajari menghafal, bukan memahami. Mereka diuji untuk patuh, bukan untuk berpikir. Guru-guru digaji dengan janji, sementara kurikulum berganti seperti musim, tanpa...

Menjadi Wakil Rakyat Tidak Hanya Terpilih, Tapi Teruji

MENJUAL HARAPAN - Pemilihan umum merupakan gerbang masuk menuju ruang representasi, tetapi bukan jaminan bahwa seseorang telah siap menjadi wakil rakyat. Terpilih adalah pengakuan elektoral, sementara teruji adalah proses etis dan reflektif yang berlangsung sepanjang masa jabatan. Dalam konteks DPRD, menjadi wakil rakyat yang teruji berarti menjalankan fungsi kelembagaan dengan integritas, keberpihakan, dan kesadaran akan dampak sosial dari setiap keputusan. Demokrasi lokal membutuhkan wakil rakyat yang tidak hanya hadir secara politik, tetapi juga secara moral. Seperti dikemukakan oleh Max Weber (1919), “Politik yang bermakna adalah politik yang dijalankan dengan tanggung jawab, bukan dengan ambisi.” Maka, keterpilihan harus diikuti dengan proses pembuktian: apakah wakil rakyat mampu menjaga etika, mendengar publik, dan berpihak pada keadilan. Fungsi DPRD mencakup legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Ketiganya menuntut kapasitas analitis, keberanian politik, dan komitmen etis. Ter...