HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Riza Chalid Tersangka Kasus Migas Rp285 Triliun, Kejagung Bongkar Skandal Tata Kelola Pertamina

Gedung Kejaksaan Agung RI (foto hasil tangkapan layar dari Sindonews.com)

 

MENJUAL HARAPAN – Kejaksaan Agung Republik Indonesia secara resmi menetapkan Muhammad Riza Chalid sebagai salah satu dari sembilan tersangka baru dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) periode 2018–2023. Penetapan ini disebut sebagai babak baru dalam pemberantasan mafia migas, mengingat besarnya nilai kerugian negara dan latar belakang Riza sebagai figur kontroversial di sektor energi nasional.

Riza Chalid, yang selama ini dikenal publik sebagai pengusaha migas dan pemilik PT Orbit Terminal Merak (OTM), diduga menyalahgunakan pengaruhnya dalam proyek penyewaan Terminal BBM Merak. Ia bersama sejumlah pejabat Pertamina diduga melakukan intervensi kebijakan dan manipulasi kontrak yang menyebabkan kerugian keuangan dan perekonomian negara senilai Rp285 triliun.

“Jumlahnya berdasarkan dua komponen, yakni kerugian uang negara dan kerugian ekonomi negara. Totalnya mencapai Rp285.017.731.964.389,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, seperti dikutip dari Pikiran Rakyat (11/7/2025).

Penetapan tersangka terhadap Riza Chalid dikuatkan melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-49/F.2/Fd.2/07/2025 dan Surat Perintah Penyidikan PRIN-53/F.2/Fd.2/07/2025 yang diterbitkan pada 10 Juli 2025. Meski begitu, Riza belum ditahan karena diketahui berada di Singapura. Ia telah tiga kali dipanggil secara patut namun belum menghadiri pemeriksaan.

“Kita juga berkoordinasi dengan pihak-pihak kita yang ada di luar negeri, para atase, untuk melakukan monitoring,” ujar Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, sebagaimana dilansir CNBC Indonesia (11/7/2025).

Kejagung menyebutkan, jika Riza terus mangkir dari panggilan sebagai tersangka, ia berpotensi ditetapkan sebagai buron dan masuk daftar pencarian orang (DPO). Saat ini, Riza sudah masuk dalam daftar pencegahan atau cekal di Ditjen Imigrasi.

Dugaan keterlibatan Riza Chalid bukan sekadar perbuatan individu. Ia ditengarai bekerja bersama sejumlah eks pejabat strategis Pertamina, di antaranya Hanung Budya (eks Direktur Pemasaran), Alfian Nasution (eks VP Supply & Distribusi), dan Gading Ramadhan Joedo (Dirut OTM dan Komisaris PT Jenggala Maritim).

“Perbuatannya antara lain menyepakati kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak, meski tidak dibutuhkan, dengan harga kontrak sangat tinggi,” jelas Harli dalam pernyataan resmi, dikutip dari Media Indonesia (11/7/2025).

Kasus ini mengingatkan publik pada sejarah gelap pengadaan migas nasional. Nama Riza Chalid sempat mencuat satu dekade lalu dalam skandal Petral, anak usaha Pertamina yang dibubarkan pada 2015 karena ditengarai sebagai sarang mafia migas. Namun, saat itu ia lolos dari jerat hukum.

“Selama ini dia seperti kebal hukum. Beberapa kejahatan yang dilakukan, terutama dalam mafia migas, tidak pernah tersentuh sama sekali,” tegas pengamat energi UGM, Fahmy Radhi, kepada Kompas.id (11/7/2025).

Fahmy yang juga mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas (2014–2015) menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Riza adalah langkah maju, namun belum cukup. Pemerintah, khususnya Kementerian BUMN, dinilai harus segera mengevaluasi dan memperbaiki sistem tata kelola migas agar kasus serupa tidak terulang.

Sementara itu, pakar hukum Universitas Lampung, Hieronymus Soerjatisnanta, menekankan pentingnya dukungan publik agar Kejagung tidak berjalan sendiri dalam proses hukum ini.

“Penetapan MRC sebagai tersangka ini pertaruhan besar. Masalahnya bukan pada alat bukti, tapi politik. Tembok besar itu bisa dijebol dengan komitmen pemerintah, khususnya presiden,” ujarnya kepada Sindonews.com (11/7/2025).

Kasus ini masih terus berkembang. Kejaksaan Agung menyatakan akan melanjutkan penyidikan dengan memanggil Riza kembali dalam waktu dekat dan menyusun langkah-langkah hukum lanjutan. Publik pun menanti apakah proses ini benar-benar akan menuntaskan akar mafia migas yang selama ini membebani perekonomian nasional. (S_267)

Tutup Iklan