Langsung ke konten utama

Nasi dan Narasi



MENJUAL HARAPAN - Beras, sebagai bahan pokok utama, memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, fenomena praktik oplosan beras telah menciptakan kekhawatiran yang mendalam tentang kualitas dan keamanan pangan.

Beras oplosan sebagai campuran antara beras berkualitas baik dengan beras berkualitas rendah, atau bahkan beras yang tidak layak konsumsi.

Praktik ini, dilakukan untuk menekan biaya produksi atau meningkatkan keuntungan, tetapi dampaknya sangat merugikan konsumen. Tidak hanya kualitas makanan yang menurun, tetapi juga risiko kesehatan yang meningkat.

Salah satu alasan utama di balik maraknya beras oplosan, karena kurangnya pengawasan yang ketat dari pihak berwenang. Banyak pelaku usaha yang memanfaatkan celah hukum untuk melakukan praktik ini tanpa takut akan konsekuensi hukum.

Selain itu, rendahnya kesadaran konsumen tentang cara mengenali beras oplosan juga menjadi faktor pendukung.

Dampak dari beras oplosan tidak hanya dirasakan oleh konsumen, tetapi juga oleh petani. Petani yang memproduksi beras berkualitas tinggi sering kali kesulitan bersaing dengan harga beras oplosan yang lebih murah. Hal ini dapat menurunkan motivasi petani untuk menghasilkan produk berkualitas, yang pada akhirnya memengaruhi ketahanan pangan nasional.

Tentu, praktek-praktek beras oplosan harus segera diatasi, dan untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan langkah-langkah konkret dari berbagai pihak. Pemerintah harus memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap distribusi beras. Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang cara mengenali beras oplosan juga sangat penting.

Teknologi juga dapat menjadi solusi dalam mengatasi beras oplosan. Penggunaan teknologi seperti blockchain dapat membantu melacak asal-usul beras dan memastikan bahwa produk yang sampai ke konsumen adalah produk yang berkualitas.

Di sisi lain, konsumen memiliki peran penting dalam mengatasi masalah ini. Dengan menjadi lebih kritis dan selektif dalam memilih produk, konsumen dapat memberikan tekanan kepada pelaku usaha untuk menyediakan produk yang berkualitas.

Dengan demikian, nasi merupakan simbol kehidupan, dan narasi tentang beras oplosan pengingat bahwa kita harus lebih peduli terhadap apa yang kita konsumsi. Dengan memahami dan mengatasi masalah ini, kita tidak hanya melindungi kesehatan kita, tetapi juga masa depan generasi mendatang. (S_267)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan RUU Perampasan Aset, Menata Hak Publik

Oleh Silahudin SALAH  satu poin krusial tuntutan unjuk rasa sejak 25 Agustus 2025 yang lalu, adalah soal Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. RUU ini, memang sudah jauh-jauh hari diusulkan pemerintah, namun tampaknya masih belum menjadi prioritas prolegnas. Di tengah meningkatnya tuntutan publik seperti dalam 17+8 tuntutan rakyat, RUU ini menjadi salah satu poin tuntutannya yang harus dijawab sungguh-sungguh oleh pemerintah dan DPR. RUU Perampasan Aset dalam tuntutan tersebut diberi tenggang waktu target penyelesaaiannya dalam kurun waktu satu tahun, paling lambat 31 Agustus 2026 (Kompas.id, 3/9/2025). RUU Perampasan Aset, tentu merupakan bagian integral yang menjanjikan reformasi struktural dalam penegakan hukum yang berkeadilan. Selama ini, aset hasil kejahatan, terutama korupsi dan kejahatan ekonomi, tidak jelas rimbanya. RUU ini tampak visioner dimana menawarkan mekanisme perampasan aset tanpa pemidanaan, sebuah pendekatan yang lebih progresif dan berpihak pada kepentingan ...

MENTERTAWAKAN NEGERI INI

Oleh: Silahudin MENJUAL HARAPAN - Mentertawakan negeri ini bukan karena kita tak cinta. Justru karena cinta itu terlalu dalam, hingga luka-lukanya tak bisa lagi ditangisi. Maka tawa menjadi pelipur, menjadi peluru, menjadi peluit panjang di tengah pertandingan yang tak pernah adil. Negeri ini, seperti panggung sandiwara, di mana aktor utamanya tak pernah lulus audisi nurani. Di ruang-ruang kekuasaan, kita menyaksikan para pemimpin berdialog dengan teleprompter, bukan dengan hati. Mereka bicara tentang rakyat, tapi tak pernah menyapa rakyat. Mereka bicara tentang pembangunan, tapi tak pernah membangun kepercayaan. Maka kita tertawa, bukan karena lucu, tapi karena getir yang terlalu lama dipendam. Pendidikan, katanya, adalah jalan keluar. Tapi di negeri ini, sekolah adalah lorong panjang menuju penghapusan imajinasi. Anak-anak diajari menghafal, bukan memahami. Mereka diuji untuk patuh, bukan untuk berpikir. Guru-guru digaji dengan janji, sementara kurikulum berganti seperti musim, tanpa...

Menjadi Wakil Rakyat Tidak Hanya Terpilih, Tapi Teruji

MENJUAL HARAPAN - Pemilihan umum merupakan gerbang masuk menuju ruang representasi, tetapi bukan jaminan bahwa seseorang telah siap menjadi wakil rakyat. Terpilih adalah pengakuan elektoral, sementara teruji adalah proses etis dan reflektif yang berlangsung sepanjang masa jabatan. Dalam konteks DPRD, menjadi wakil rakyat yang teruji berarti menjalankan fungsi kelembagaan dengan integritas, keberpihakan, dan kesadaran akan dampak sosial dari setiap keputusan. Demokrasi lokal membutuhkan wakil rakyat yang tidak hanya hadir secara politik, tetapi juga secara moral. Seperti dikemukakan oleh Max Weber (1919), “Politik yang bermakna adalah politik yang dijalankan dengan tanggung jawab, bukan dengan ambisi.” Maka, keterpilihan harus diikuti dengan proses pembuktian: apakah wakil rakyat mampu menjaga etika, mendengar publik, dan berpihak pada keadilan. Fungsi DPRD mencakup legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Ketiganya menuntut kapasitas analitis, keberanian politik, dan komitmen etis. Ter...