MENJUAL HARAPAN - Tak semua penegak hukum berhati gelap, diselimuti ambisi busuk dan kepentingan pribadi. Di antara mereka, Dadun menemukan sosok-sosok yang bergumul dalam dilema yang mendalam, terjebak antara sumpah jabatan yang mereka ucapkan dan bisikan nurani yang tak henti-hentinya menggugah. Mereka merupakan cerminan dari pertarungan abadi antara kebaikan dan kejahatan, yang terjadi tidak di medan perang, melainkan di lorong-lorong hati manusia.
Dadun bertemu dengan seorang jaksa muda, sebut saja namanya Kinanti, yang wajahnya masih menyimpan idealisme yang begitu kental, belum terkontaminasi oleh pragmatisme sistem. Matanya memancarkan kejujuran, namun juga terlihat jelas ada beban berat yang ia pikul. Kinanti adalah cermin dari pergulatan batin, antara keinginan kuat untuk menegakkan keadilan sejati dan tekanan sistem yang mencekik, yang kerap memaksanya untuk berkompromi dengan kebenaran. Ia seringkali merasa terimpit, terjebak dalam jaring-jaring birokrasi yang rumit dan politik kekuasaan yang kejam.
Kinanti bercerita kepada Dadun tentang bagaimana sulitnya bekerja di lingkungan yang penuh intrik. Bagaimana tuntutan untuk memenuhi target, tekanan dari atasan, dan ancaman dari pihak-pihak berkuasa seringkali membuatnya harus mengesampingkan hati nuraninya. Ia sering melihat bagaimana kasus-kasus besar "diuapkan" begitu saja, bagaimana bukti-bukti penting hilang, dan bagaimana tersangka-tersangka penting lolos dari jeratan hukum, sementara rakyat kecil harus mendekam di balik jeruji besi untuk kesalahan kecil.
Melalui Kinanti, Dadun memahami bahwa lorong gelap keadilan itu tidak hanya ditempati oleh para penjahat yang terang-terangan melanggar hukum, tetapi juga oleh mereka yang terperangkap dalam jaring-jaring kompleks birokrasi dan kekuasaan. Mereka merupakan pion-pion dalam permainan catur besar, kadang-kadang dipaksa untuk mengambil langkah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang mereka yakini. Kinanti adalah salah satu dari sedikit yang berani menyuarakan keresahannya, meskipun secara sembunyi-sembunyi.
Renungan Dadun, semakin mendalam: keadilan bukanlah sekadar hitam atau putih, melainkan sebuah spektrum warna abu-abu yang rumit. Ada individu-individu yang berjuang dari dalam, mencoba mengubah sistem yang korup, namun terbentur pada tembok besar kekuasaan. Kinanti, dengan segala keterbatasannya, adalah sekutu potensial, sebuah harapan bahwa masih ada integritas di dalam sistem yang sedang sakit ini.
Dadun tidak menghakimi Kinanti. Ia justru melihat potensi besar dalam diri jaksa muda itu. Mereka mulai berdiskusi, berbagi informasi, dan mencari celah. Dadun memberikan perspektif dari luar sistem, dari sudut pandang korban dan rakyat kecil, sementara Kinanti memberikan pemahaman tentang dinamika internal birokrasi hukum. Kolaborasi ini membuka babak baru dalam perjuangan Arsa.
Walaupun Kinanti tidak bisa secara terang-terangan membantu, setiap informasi yang ia berikan, setiap peringatan yang ia sampaikan, sangatlah berharga. Ia adalah mata dan telinga Dadun di dalam sistem. Pertemuan ini menegaskan bahwa keadilan tidak hanya diperjuangkan di jalanan, tetapi juga di meja-meja kerja, di balik tumpukan berkas, dan di ruang-ruang rapat yang sunyi.
Dadun meninggalkan pertemuan dengan Kinanti dengan penuh rasa campur aduk: iba atas dilema Kinanti, tetapi juga optimis karena menemukan sekutu tak terduga. Ia tahu, perjuangan ini akan membutuhkan lebih dari sekadar keberanian, tetapi juga kecerdikan dan jaringan yang kuat. Dan Kinanti, dengan segala keterbatasannya, adalah permulaan dari jaringan itu, sebuah cahaya kecil di tengah kegelapan yang pekat. (bersambung ke sesi 7)
Komentar