HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Sepiring Nasi di Ujung Senja

Ilustrasi Cerpen (ChatGPT Image)



MENJUAL HARAPAN - Di bawah langit kota yang berjelaga, berdirilah Warno dengan gerobak sotonya. Roda-roda tua itu, sudah lebih sering mengeluh daripada berjalan. Tapi seperti nasib, ia tak bisa memilih.

Warno bukan pahlawan. Ia hanya lelaki kecil dari gang sempit yang meminjam dunia, berharap ada secercah rezeki di balik asap rebusan daging dan harapan.

Tiap sore, ia mangkal di dekat kantor pemerintah. Tempat orang-orang berdasi keluar dengan langkah ringan dan perut kenyang. Ia menyendok soto seperti biasa, menyapa dengan senyum, meski hatinya remuk oleh angka-angka utang yang tak juga turun.

Lalu datanglah bocah itu.

Tubuhnya tinggal tulang, matanya lebih tajam dari pisau, bukan karena marah, tapi lapar yang mengguratkan luka. Ia berdiri diam. Memandang panci dengan tatapan seperti sedang menimbang dunia.

"Sudah makan, Nak?" tanya Warno.

Bocah itu tak menjawab. Ia hanya menunduk, lalu mengangguk pelan. Tapi Warno tahu, bohong pun bisa jadi bentuk terakhir dari harga diri.

Tanpa tanya lagi, Warno menyendokkan satu porsi. Nasi penuh. Daging lebih dari biasanya.

"Gratis. Tapi makan di sini ya," katanya, pura-pura santai.

Bocah itu pun duduk, makan dengan tangan gemetar. Seperti menahan tangis agar tak mencair bersama kuah.

Di seberang jalan, dari balik kaca kantor megah, seorang pejabat melihatnya. Dengan mata penuh curiga, ia berkata pada ajudannya, “Itu mengganggu pemandangan. Suruh satpol PP bersihkan.”

Esoknya, gerobak Warno tak lagi di sana. Hanya bekas roda di aspal yang menandakan ia pernah berjuang.

Tapi di pojok gang kecil, ia masih menyendok soto. Kali ini untuk lebih banyak bocah, lebih banyak perut yang dilupakan negara. Ia tak lagi mangkal di depan kekuasaan, sebab keadilan bukan soal tempat, tapi keberpihakan.

Dan di setiap sendok yang ia ulurkan, tersisip doa yang sunyi tapi tegas:

"Biarlah aku miskin harta, tapi jangan aku fakir hati. Karena keadilan bukan harus besar. Kadang cukup semangkuk hangat di perut yang dingin." (S. Sutisna)


Tutup Iklan