Langsung ke konten utama

Konflik di Gaza: Eskalasi Kekerasan di Tengah Idul Adha

Ilustrasi konflik Israel-Palestina (Foto hasil tangkapan layar dari website https://www.menpan.go.id)


MENJUAL HARAPAN - Baru-baru ini, konflik di Jalur Gaza kembali memanas saat perayaan Idul Adha 2025. Israel melancarkan serangan udara di berbagai wilayah Gaza, menyebabkan lebih dari 640.000 warga Palestina mengungsi sejak Maret 2025. 

Serangan tersebut, menargetkan infrastruktur yang diduga terkait Hamas, akan tetapi, dampaknya meluas ke warga sipil, termasuk lebih dari 2.700 anak balita yang didiagnosis menderita malnutrisi akut. Bahkan, lembaga kemanusiaan melaporkan krisis kemanusiaan yang memburuk, dengan pasokan makanan dan obat-obatan semakin terbatas akibat blokade yang diperketat.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengakui bahwa Israel mendukung kelompok bersenjata anti-Hamas di Gaza, seperti yang dilaporkan Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa (EFCR). Kelompok ini, yang dipimpin oleh tokoh bernama Abu Shabab, dituduh menjarah truk bantuan kemanusiaan di Rafah, memperumit distribusi bantuan. Langkah Israel ini memicu kontroversi, dengan banyak pihak menilai tindakan tersebut justru memperburuk situasi keamanan dan kemanusiaan di wilayah tersebut.

Komunitas internasional, termasuk PBB, mendesak gencatan senjata segera untuk memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan. Akan tetapai, upaya mediasi sejauh ini terhambat oleh ketegangan politik antara Israel dan Hamas, serta kurangnya konsensus di Dewan Keamanan PBB. Beberapa negara, termasuk Indonesia, menyerukan pengakuan kemerdekaan Palestina sebagai solusi jangka panjang, seperti yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto, yang didukung Partai Golkar.

Warga Gaza menghadapi tantangan berat, dengan sebagian besar infrastruktur seperti rumah sakit dan sekolah hancur akibat serangan berulang. Lebih dari 60% populasi kini tinggal di tenda-tenda pengungsian dengan sanitasi yang buruk. Dan, organisasi kemanusiaan memperingatkan risiko wabah penyakit jika situasi tidak segera ditangani.

Di tengah eskalasi ketegangan tersebut, harapan untuk perdamaian jangka panjang tampak semakin jauh. Tekanan internasional terus meningkat agar kedua belah pihak menghentikan kekerasan, namun tanpa komitmen politik yang kuat, Gaza kemungkinan akan terus berada dalam lingkaran konflik yang merusak.(S-267)

Sumber: https://news.detik.com, https://20.detik.com , dan informasi dari unggahan X (twitter.com)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan RUU Perampasan Aset, Menata Hak Publik

Oleh Silahudin SALAH  satu poin krusial tuntutan unjuk rasa sejak 25 Agustus 2025 yang lalu, adalah soal Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. RUU ini, memang sudah jauh-jauh hari diusulkan pemerintah, namun tampaknya masih belum menjadi prioritas prolegnas. Di tengah meningkatnya tuntutan publik seperti dalam 17+8 tuntutan rakyat, RUU ini menjadi salah satu poin tuntutannya yang harus dijawab sungguh-sungguh oleh pemerintah dan DPR. RUU Perampasan Aset dalam tuntutan tersebut diberi tenggang waktu target penyelesaaiannya dalam kurun waktu satu tahun, paling lambat 31 Agustus 2026 (Kompas.id, 3/9/2025). RUU Perampasan Aset, tentu merupakan bagian integral yang menjanjikan reformasi struktural dalam penegakan hukum yang berkeadilan. Selama ini, aset hasil kejahatan, terutama korupsi dan kejahatan ekonomi, tidak jelas rimbanya. RUU ini tampak visioner dimana menawarkan mekanisme perampasan aset tanpa pemidanaan, sebuah pendekatan yang lebih progresif dan berpihak pada kepentingan ...

MENTERTAWAKAN NEGERI INI

Oleh: Silahudin MENJUAL HARAPAN - Mentertawakan negeri ini bukan karena kita tak cinta. Justru karena cinta itu terlalu dalam, hingga luka-lukanya tak bisa lagi ditangisi. Maka tawa menjadi pelipur, menjadi peluru, menjadi peluit panjang di tengah pertandingan yang tak pernah adil. Negeri ini, seperti panggung sandiwara, di mana aktor utamanya tak pernah lulus audisi nurani. Di ruang-ruang kekuasaan, kita menyaksikan para pemimpin berdialog dengan teleprompter, bukan dengan hati. Mereka bicara tentang rakyat, tapi tak pernah menyapa rakyat. Mereka bicara tentang pembangunan, tapi tak pernah membangun kepercayaan. Maka kita tertawa, bukan karena lucu, tapi karena getir yang terlalu lama dipendam. Pendidikan, katanya, adalah jalan keluar. Tapi di negeri ini, sekolah adalah lorong panjang menuju penghapusan imajinasi. Anak-anak diajari menghafal, bukan memahami. Mereka diuji untuk patuh, bukan untuk berpikir. Guru-guru digaji dengan janji, sementara kurikulum berganti seperti musim, tanpa...

Menjadi Wakil Rakyat Tidak Hanya Terpilih, Tapi Teruji

MENJUAL HARAPAN - Pemilihan umum merupakan gerbang masuk menuju ruang representasi, tetapi bukan jaminan bahwa seseorang telah siap menjadi wakil rakyat. Terpilih adalah pengakuan elektoral, sementara teruji adalah proses etis dan reflektif yang berlangsung sepanjang masa jabatan. Dalam konteks DPRD, menjadi wakil rakyat yang teruji berarti menjalankan fungsi kelembagaan dengan integritas, keberpihakan, dan kesadaran akan dampak sosial dari setiap keputusan. Demokrasi lokal membutuhkan wakil rakyat yang tidak hanya hadir secara politik, tetapi juga secara moral. Seperti dikemukakan oleh Max Weber (1919), “Politik yang bermakna adalah politik yang dijalankan dengan tanggung jawab, bukan dengan ambisi.” Maka, keterpilihan harus diikuti dengan proses pembuktian: apakah wakil rakyat mampu menjaga etika, mendengar publik, dan berpihak pada keadilan. Fungsi DPRD mencakup legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Ketiganya menuntut kapasitas analitis, keberanian politik, dan komitmen etis. Ter...